Judul Asli : Al-Fiqh al-Manhaj ‘ala al-Madzhab al-Imam asy-Syafi’i
Judul Terjemahan : Fikih Manhaji; Kitab Fikih Lengkap Imam Syafi’i (Jilid II)
Penulis : Dr. Mushthafa al-Bugha, Dr. Mushthafa al-Khan, Ali al-Syurbaji’
Penerbit : Darul Uswah ( Kelompok Pro-U Media) – Yogyakarta
Cetakan : 2012
Tebal : 844 Halaman ; 16 x 24 cm
ISBN : 978-979-8143-20-5
Harga : Rp 150.000,-
Ilmu Fikih menjadi salah satu bukti akan kesempurnaan agama Islam sebagai agama terbaik di sisi Allah dan di muka bumi. Di dalam ilmu ini, tidak hanya dibahas bagaimana adab seorang hamba saat akan berhubungan dengan Penciptanya. Tapi juga membahas tentang bagaimana seharusnya ia bersikap dengan sesamanya. Karena dalam Islam, tidak ada dikotomi antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia. Keduanya diatur dengan sangat proporsional dan penuh dengan kesempurnaan.
Satu diantara tujuh bidang ilmu Fikih adalah tentang interaksi dengan sesama manusia. Baik terkait jual beli atau kerjasama kemitraan lainnya. Sehingga, sebagai seorang muslim, mengetahui ilmu tentang hal ini menjadi keniscayaan. Agar Islam bisa diejawantahkan dalam berbagai aspek, di semua tempat.
Guna mengetahui secara pasti dan detail tentang Fikih itu sendiri, dibutuhkan guru dan juga panduan yang menyeluruh dari sumber yang benar. Sehingga kredibiltasnya bisa dipertanggungjawabkan dan bernilai ibadah.
Oleh karena itu, keberadaan Kitab Fikih ini menjadi kebutuhan yang tidak tergantikan setelah adanya guru dalam memahami agar tidak asal dalam menafsirkan. Jika dalam Kitab Fikih Imam Syafi’i Jilid I banyak dibahas tentang adab individu sebelum berhadapan dengan Allah secara langsung, maka dalam Jilid II ini banyak dibincang tentang aneka jenis hubungan dengan sesama manusia dalam bingkai muamalah.
Jilid II ini terdiri dari 3 juz. Mulai juz 6 sampai dengan juz 8. Di dalam juz 6, terdiri dari 10 bagian meliputi : Jual Beli, As-Salam (Uang Muka), Riba, Sharf (Jual Beli Alat Tukar), Qaradh (Pinjaman), Hibah (Pemberian tanpa mengharapkan imbalan), Ijarah (Sewa-Menyewa), Ji’alaah (Upah), Ash-Shulh (Akad untuk mengakhiri perselisihan antara dua orang/perdamaian ), dan Hiwalah (Akad Pemindahan Pembayaran Hutang).
Memasuki Juz 7, pembaca akan diajak untuk mendalami 13 pembahasan penting meliputi : Asy-Syuf’ah (Penggabunagn kepemilikan antara dua mitra ke dalam salah satu mitra), Al-Musaaqaah (Transaksi antara pemilik tanah atau kebun kepada seseorang untuk mengurus kebunnya, meliputi pengairan dan sejenisnya), Al-Muzaara’ah dan Al-Mukharabah (Akad kerja sama antara pemilik lahan dengan seseorang untuk mengelola lahan miliknya. Jika Al Muzara’ah berarti benih dari pemilik lahan, sedangkan al-Mukharabah berarti benih berasal dari pekerja), ‘Aariyah (Peminjaman barang yang bermanfaat tapi tidak menyebabkan berkurangnya barang yang dipinjamkan. Misal : meminjamkan mobil atau baju.)
Selanjutnya, ada tema tentang Asy-Syirkah (Kerjasama untuk menghasilkan keuntungan, baik investasi atau bukan), Mudharabah (Penyerahan modal kepada orang lain untuk dipakai berniaga dengan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan), Wadi’ah (Akad penitipan terhadap penjagaan sebuah barang), Al-Luqathah (Hukum tentang penemuan barang yang bermanfaat, di sebuah tempat yang tidak diketahui pemiliknya), Ar-Rahn (Akad Gadai, bisa berupa jaminan sebuah barang untuk pembayaran hutang. Jika hutang tidak bias dilunasi, maka jaminan tersebut yang digunakan untuk melunasi), Kafaalah (Kesediaan untuk menunaikan kewajiban yang menjadi beban orang lain), Al-Wakaalah (Penjagaan, perlindungan atau pelimpahan kekuasaan), Al-Ikraah (Memaksa orang lain melakukan sesuatu yang tidak disukainya), dan Ghashab (Mengambil hak orang lain secara dholim) .
Sedangkan di juz terakhir, pembaca akan disuguhi penjelasan menyeluruh nan sederhana yang terdiri dari 10 bagian. Yaitu: Jinayat dan Hudud, Jihad, Al Futuwwah (Keperwiraan), Al-Lahwu (Hiburan), Al-Qadhaa’ (Peradilan), Ad-Da’awaa (Gugatan) Asy-Syahaadaat (Kesaksian) dan Al Yamiin (Sumpah), Al Qismah (Pembagian), Al Iqraar (Pengakuan), Al-Hajr (Pencegahan Bertindak), dan Al-Imaamah al-‘Uzhmaa’ (Kepemimpinan dalam Islam).
Dalam masing-masing bab, dijelaskan tentang pengertian secara bahasa dan istilah, syarat dan rukun, dalil dari Al-Qur’an serta banyak riwayat hadits shahih yang menjadi dasar hukum, dijelaskan pula hikmah pensyari’atan dari hukum-hukum tersebut. Satu hal yang menjadi ‘sedikit’ kekurangan dalam kitab terjemahan ini adalah pada beberapa penulisan.
Misalnya di halaman 4 tertulis bahwa kitab ini terdiri dari 1044 halaman, padahal jumlah halamannya hanya 844. Hal serupa dijumpai pula dalam halaman 11 (Daftar Isi). Tertulis Hikmah Haji dan Umrah di Halaman 194. Sedangkan di halaman tersebut, pembahasannya adalah bab Landasan dan Hikmah Ji’aalah (Upah).
Di luar kekurangan yang secuil itu, Kitab ini merupakan kebutuhan wajib bagi setiap keluarga Muslim di negeri ini. Apalagi, Madzhab Syafi’i dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri Jamrut Kathulistiwa ini. Semoga kita semakin mengerti, bahwa beragama tanpa ilmu bagaikan pengendara mobil yang tidak mengetahui bagaimana menjalankanya. Jangankan sampai ke tujuan, untuk menghidupkan mesin dan memulai menyetir saja gagap. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
Judul Terjemahan : Fikih Manhaji; Kitab Fikih Lengkap Imam Syafi’i (Jilid II)
Penulis : Dr. Mushthafa al-Bugha, Dr. Mushthafa al-Khan, Ali al-Syurbaji’
Penerbit : Darul Uswah ( Kelompok Pro-U Media) – Yogyakarta
Cetakan : 2012
Tebal : 844 Halaman ; 16 x 24 cm
ISBN : 978-979-8143-20-5
Harga : Rp 150.000,-
Ilmu Fikih menjadi salah satu bukti akan kesempurnaan agama Islam sebagai agama terbaik di sisi Allah dan di muka bumi. Di dalam ilmu ini, tidak hanya dibahas bagaimana adab seorang hamba saat akan berhubungan dengan Penciptanya. Tapi juga membahas tentang bagaimana seharusnya ia bersikap dengan sesamanya. Karena dalam Islam, tidak ada dikotomi antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia. Keduanya diatur dengan sangat proporsional dan penuh dengan kesempurnaan.
Satu diantara tujuh bidang ilmu Fikih adalah tentang interaksi dengan sesama manusia. Baik terkait jual beli atau kerjasama kemitraan lainnya. Sehingga, sebagai seorang muslim, mengetahui ilmu tentang hal ini menjadi keniscayaan. Agar Islam bisa diejawantahkan dalam berbagai aspek, di semua tempat.
Guna mengetahui secara pasti dan detail tentang Fikih itu sendiri, dibutuhkan guru dan juga panduan yang menyeluruh dari sumber yang benar. Sehingga kredibiltasnya bisa dipertanggungjawabkan dan bernilai ibadah.
Oleh karena itu, keberadaan Kitab Fikih ini menjadi kebutuhan yang tidak tergantikan setelah adanya guru dalam memahami agar tidak asal dalam menafsirkan. Jika dalam Kitab Fikih Imam Syafi’i Jilid I banyak dibahas tentang adab individu sebelum berhadapan dengan Allah secara langsung, maka dalam Jilid II ini banyak dibincang tentang aneka jenis hubungan dengan sesama manusia dalam bingkai muamalah.
Jilid II ini terdiri dari 3 juz. Mulai juz 6 sampai dengan juz 8. Di dalam juz 6, terdiri dari 10 bagian meliputi : Jual Beli, As-Salam (Uang Muka), Riba, Sharf (Jual Beli Alat Tukar), Qaradh (Pinjaman), Hibah (Pemberian tanpa mengharapkan imbalan), Ijarah (Sewa-Menyewa), Ji’alaah (Upah), Ash-Shulh (Akad untuk mengakhiri perselisihan antara dua orang/perdamaian ), dan Hiwalah (Akad Pemindahan Pembayaran Hutang).
Memasuki Juz 7, pembaca akan diajak untuk mendalami 13 pembahasan penting meliputi : Asy-Syuf’ah (Penggabunagn kepemilikan antara dua mitra ke dalam salah satu mitra), Al-Musaaqaah (Transaksi antara pemilik tanah atau kebun kepada seseorang untuk mengurus kebunnya, meliputi pengairan dan sejenisnya), Al-Muzaara’ah dan Al-Mukharabah (Akad kerja sama antara pemilik lahan dengan seseorang untuk mengelola lahan miliknya. Jika Al Muzara’ah berarti benih dari pemilik lahan, sedangkan al-Mukharabah berarti benih berasal dari pekerja), ‘Aariyah (Peminjaman barang yang bermanfaat tapi tidak menyebabkan berkurangnya barang yang dipinjamkan. Misal : meminjamkan mobil atau baju.)
Selanjutnya, ada tema tentang Asy-Syirkah (Kerjasama untuk menghasilkan keuntungan, baik investasi atau bukan), Mudharabah (Penyerahan modal kepada orang lain untuk dipakai berniaga dengan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan), Wadi’ah (Akad penitipan terhadap penjagaan sebuah barang), Al-Luqathah (Hukum tentang penemuan barang yang bermanfaat, di sebuah tempat yang tidak diketahui pemiliknya), Ar-Rahn (Akad Gadai, bisa berupa jaminan sebuah barang untuk pembayaran hutang. Jika hutang tidak bias dilunasi, maka jaminan tersebut yang digunakan untuk melunasi), Kafaalah (Kesediaan untuk menunaikan kewajiban yang menjadi beban orang lain), Al-Wakaalah (Penjagaan, perlindungan atau pelimpahan kekuasaan), Al-Ikraah (Memaksa orang lain melakukan sesuatu yang tidak disukainya), dan Ghashab (Mengambil hak orang lain secara dholim) .
Sedangkan di juz terakhir, pembaca akan disuguhi penjelasan menyeluruh nan sederhana yang terdiri dari 10 bagian. Yaitu: Jinayat dan Hudud, Jihad, Al Futuwwah (Keperwiraan), Al-Lahwu (Hiburan), Al-Qadhaa’ (Peradilan), Ad-Da’awaa (Gugatan) Asy-Syahaadaat (Kesaksian) dan Al Yamiin (Sumpah), Al Qismah (Pembagian), Al Iqraar (Pengakuan), Al-Hajr (Pencegahan Bertindak), dan Al-Imaamah al-‘Uzhmaa’ (Kepemimpinan dalam Islam).
Dalam masing-masing bab, dijelaskan tentang pengertian secara bahasa dan istilah, syarat dan rukun, dalil dari Al-Qur’an serta banyak riwayat hadits shahih yang menjadi dasar hukum, dijelaskan pula hikmah pensyari’atan dari hukum-hukum tersebut. Satu hal yang menjadi ‘sedikit’ kekurangan dalam kitab terjemahan ini adalah pada beberapa penulisan.
Misalnya di halaman 4 tertulis bahwa kitab ini terdiri dari 1044 halaman, padahal jumlah halamannya hanya 844. Hal serupa dijumpai pula dalam halaman 11 (Daftar Isi). Tertulis Hikmah Haji dan Umrah di Halaman 194. Sedangkan di halaman tersebut, pembahasannya adalah bab Landasan dan Hikmah Ji’aalah (Upah).
Di luar kekurangan yang secuil itu, Kitab ini merupakan kebutuhan wajib bagi setiap keluarga Muslim di negeri ini. Apalagi, Madzhab Syafi’i dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri Jamrut Kathulistiwa ini. Semoga kita semakin mengerti, bahwa beragama tanpa ilmu bagaikan pengendara mobil yang tidak mengetahui bagaimana menjalankanya. Jangankan sampai ke tujuan, untuk menghidupkan mesin dan memulai menyetir saja gagap. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
0 komentar:
Posting Komentar