Kisah nyata ini diceritakan oleh ustadz Cahyadi Takariawan dalam buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri. Seorang mubalig teman beliau pernah didatangi oleh laki-laki yang telah sekian lama berumah tangga. Laki-laki ini menyampaikan masalahnya; usaha yang dilakukannya tidak ada yang membuahkan hasil. Akibatnya, ia masih berkutat pada masalah ekonomi. Hari demi hari.
“Apakah selama ini Anda pernah nyaosi orang tua Anda?” tanya sang mubalig. Nyaosi adalah memberi karena rasa hormat dan sebagai wujud bakti. Nyaosi orang tua artinya memberikan harta/uang kepada orang tua sebagai tanda bakti dan ungkapan rasa terima kasih atas kebaikan mereka.
“Wah, itu belum pernah kami lakukan karena kami belum memiliki kecukupan materi,” jawab lelaki itu.
“Mulailah dari sekarang. Berikan kepada orang tua Anda, berapapun yang Anda punya, sebagai tanda bakti dan balas jasa Anda kepada mereka.”
Sejak mendapatkan nasehat itu, lelaki ini selalu menyisihkan penghasilannya untuk diberikan kepada orang tua. Setiap bulan, lelaki ini mengirim uang kepada orangtuanya. Dan subhanallah... seiring dengan bakti itu, rejekinya pun semakin lancar. Atas ijin Allah, usahanya semakin berkembang. Gerainya terus bertambah, dari supermarket ke supermarket lainnya.
Pada satu kesempatan, lelaki ini mengundang sang mubalig ke rumahnya. Di sana ia menggelar acara tasyakuran atas keberhasilan usahanya. Tak lupa, di acara itu ia memberikan kesaksian bahwa anugerah Allah ini ia dapatkan setelah ia secara rutin nyaosi orang tuanya.
Saudaraku...
Sudahkah kita mengamalkan ini? Berinfak dan memberi hadiah kepada orang tua, nyaosi orang tua. Jika saat ini kita memiliki masalah yang lama belum tuntas, boleh jadi Allah akan memberikan solusi ketika kita kembali berbuat baik kepada orangtua. Jika ada sakit yang mendera kita, boleh jadi Allah akan menyembuhkannya setelah kita mengokohkan birrul walidain kita.
Jika kita merasa terhimpit dalam urusan rejeki, bisa jadi Allah akan melancarkannya seperti pada kisah nyata yang baru saja kita baca.
Tentu, bukan itu orientasi amal shalih kita. Bukan keuntungan duniawi yang kita harapkan dari bakti kita. Itu hanya “bonus” yang dianugerahkan Allah Azza wa Jalla. Yang harus menjadi niat kita berbakti kepada orang tua, nyaosi orang tua, adalah karena ia merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita lihat Surat Al Baqarah ayat 215. “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ Dan apa saja kebajikan yang kamu lakukan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”
Dalam ayat ini, ibu bapak disebut duluan. Orang tua disebut pertama. “Inilah jalur-jalur nafkah,” kata Maimun ibnu Mahran seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Sayyid Qutb dalam Fi Zilalil Qur’an pun menyimpulkan bahwa infaq itu pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut dan orang tua serta keluarganya. Dan sungguh arahan ayat ini sangat sesuai dengan fitrah manusia yang mencintai diri dan keluarganya. “Hal ini tidak membahayakan sama sekali,” kata Sayyid Qutb, “bahkan dalam hal ini terdapat hikmah dan kebaikan.”
Maka, sudahkah kita berinfaq kepada orang tua kita? Nyaosi mereka. Mari kita amalkan, dan kemudian... lihatlah apa yang terjadi. [Abu Nida]
“Apakah selama ini Anda pernah nyaosi orang tua Anda?” tanya sang mubalig. Nyaosi adalah memberi karena rasa hormat dan sebagai wujud bakti. Nyaosi orang tua artinya memberikan harta/uang kepada orang tua sebagai tanda bakti dan ungkapan rasa terima kasih atas kebaikan mereka.
“Wah, itu belum pernah kami lakukan karena kami belum memiliki kecukupan materi,” jawab lelaki itu.
“Mulailah dari sekarang. Berikan kepada orang tua Anda, berapapun yang Anda punya, sebagai tanda bakti dan balas jasa Anda kepada mereka.”
Sejak mendapatkan nasehat itu, lelaki ini selalu menyisihkan penghasilannya untuk diberikan kepada orang tua. Setiap bulan, lelaki ini mengirim uang kepada orangtuanya. Dan subhanallah... seiring dengan bakti itu, rejekinya pun semakin lancar. Atas ijin Allah, usahanya semakin berkembang. Gerainya terus bertambah, dari supermarket ke supermarket lainnya.
Pada satu kesempatan, lelaki ini mengundang sang mubalig ke rumahnya. Di sana ia menggelar acara tasyakuran atas keberhasilan usahanya. Tak lupa, di acara itu ia memberikan kesaksian bahwa anugerah Allah ini ia dapatkan setelah ia secara rutin nyaosi orang tuanya.
Saudaraku...
Sudahkah kita mengamalkan ini? Berinfak dan memberi hadiah kepada orang tua, nyaosi orang tua. Jika saat ini kita memiliki masalah yang lama belum tuntas, boleh jadi Allah akan memberikan solusi ketika kita kembali berbuat baik kepada orangtua. Jika ada sakit yang mendera kita, boleh jadi Allah akan menyembuhkannya setelah kita mengokohkan birrul walidain kita.
Jika kita merasa terhimpit dalam urusan rejeki, bisa jadi Allah akan melancarkannya seperti pada kisah nyata yang baru saja kita baca.
Tentu, bukan itu orientasi amal shalih kita. Bukan keuntungan duniawi yang kita harapkan dari bakti kita. Itu hanya “bonus” yang dianugerahkan Allah Azza wa Jalla. Yang harus menjadi niat kita berbakti kepada orang tua, nyaosi orang tua, adalah karena ia merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita lihat Surat Al Baqarah ayat 215. “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ Dan apa saja kebajikan yang kamu lakukan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”
Dalam ayat ini, ibu bapak disebut duluan. Orang tua disebut pertama. “Inilah jalur-jalur nafkah,” kata Maimun ibnu Mahran seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Sayyid Qutb dalam Fi Zilalil Qur’an pun menyimpulkan bahwa infaq itu pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut dan orang tua serta keluarganya. Dan sungguh arahan ayat ini sangat sesuai dengan fitrah manusia yang mencintai diri dan keluarganya. “Hal ini tidak membahayakan sama sekali,” kata Sayyid Qutb, “bahkan dalam hal ini terdapat hikmah dan kebaikan.”
Maka, sudahkah kita berinfaq kepada orang tua kita? Nyaosi mereka. Mari kita amalkan, dan kemudian... lihatlah apa yang terjadi. [Abu Nida]
0 komentar:
Posting Komentar