Kontemplasi untuk Kesuksesan

Kontemplasi untuk Kesuksesan

Ilustrasi munajat (foto dari islamdaniman.blogspot.com)
Satu dari sekian banyaknya hal yang menjadi penyakit kita adalah tentang kegamangan. Seringkali, untuk mengatasi itu, kita bertanya kepada banyak orang. Anehnya, yang ditanya tak lebih tahu dari yang bertanya. Jikapun dia tahu, maka dia hanya memberi jawaban. Karena pelaku, penanggungjawab, tetap diri kita sebagai pemain utama.

Maka, bijaklah dalam meminta pertimbangan, dari siapapun. Karena pada akhirnya, dirimulah yang paling bertanggungjawab atas masa depanmu. Bukan orang lain. Dalam setiap tahap ini, jangan lupa satu hal: sertakan Allah, karena kedekatan denganNya adalah pangkal kesuksesan.

Jika kegamangan menjadi masalah pertama, maka masalah kedua yang tak kalah parahnya dalam menjangkiti kita adalah kesalahan persepsi. Ini terjadi ketika kita mengukur diri sendiri dengan standar orang lain.

Ini konyol. Tapi sering terjadi. Mengapa konyol? Karena hal ini, tak ubahnya mengukur sepatu yang akan kita kenakan, tapi yang digunakan sebagai pengukur adalah kaki orang lain. Maka, benarlah. Dalam hal ini, jaka sembung pasti makan permen. Gak nyambung Men!

Maka, milikilah konsep diri yang jelas. Jangan salah persepsi terkait idola. Belum tentu yang kita idolakan sesuai dengan passion kita masing-masing. Kecuali yang kita idolakan adalah Rasulullah. Sehingga, yang terpenting adalah melakukan kontemplasi untuk menemukan siapa diri kita yang sebenarnya. Bukan ngekor, mbebek apalagi taqlid.

Dalam melakukan kontemplasi menemukan kesejatian diri ini, satu hal yang menjadi asasi adalah selalu membawa Allah. Dekati Dia, minta tolong padaNya. Dia Maha Baik. Dia tidak mungkin dholim. Dia pasti membimbing siapa saja yang bersungguh-sungguh. Semoga, kita tak pernah lupa. Bahwa kedekatan dengan Allah adalah jaminan kesuksean bagi kita di masa yang akan datang.

Rutinkan melakukan kontemplasi di tengah gemuruh dunia yang semakin memekakan telinga dan membuat risau hati kita. Karena kontemplasi, adalah satu diantara banyaknya jalan untuk mendekatkan diri denganNya. Bukankah, Muhammad muda sebelum diangkat menjadi Rasul rajin melakukan kontemplasi di Gua Hira’? Dan beliau, setelah menjadi Rasul, semakin rajin melakukan kontemplasi dengan perbanyak ibadah di sepertiga malam. Bahkan diriwayatkan, kaki beliau bengkak lantaran lamanya melakukan Tahajud.

Beliau juga sering diriwayatkan, menangis tersedu-sedu memikirkan umat, hingga subuh menjelang. Jika hidup kita selama ini biasa-biasa saja, bisa jadi lantaran kontemplasi yang yang sangat jarang kita lakukan. Tapi wajib diingat, kontemplasi dalam beribadah harus menjadikan ibadah kita mempunyai ruh. Bukan kontemplasi dengan puasa tanpa makan dan minum, atau menyendiri di tengah hutan atau laut dengan dalih mencari wangsit.

Salam sepenuh cinta. []



Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com, Owner Toko Buku Bahagia




0 komentar:

Posting Komentar