Dimana Allah??? (Bantahan terhadap pemahaman yg mengatakan Allah dimana-mana atau Allah ADA NAMUN TAK BERTEMPAT & TAK BERARAH)

Pada kesempatan kali ini, kami angkat sebuah topik permasalahan yang klasik dan kontemporer, yaitu mengenal “Dimana Allah?”, Karena di sana banyak kita dapati di antara masyarakat yang menyimpang dalam aqidah (keyakinan) yang agung,
prinsip Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan para shahabat -Ridhwanullah ‘alaihim ‘ajmain-, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Kita mendapati di antara kaum muslimin di zaman ini, bermacam-macam keyakinannya atas pertanyaan “Dimana Allah?”. Di antaranya ada yang berkeyakinan bahwa:

1. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada di hati,
2. bahwa Allah itu berada dimana-mana,
3. bahwa Allah itu lebih dekat dari urat leher,
4. bahwa Allah -Subhanahu wa Ta’ala- bersatu dengan hamba-Nya,
5. Lebih parah lagi, ada juga yang berkeyakinan bahwa, Allah itu tidak di kanan, tidak di kiri, tidak diatas, tidak di bawah, tidak di depan, dan tidak pula di belakang.

Sungguh ini adalah pernyataan yang sangat lucu. Lantas dimana Allah?! Padahal kalau kita mau mengikuti fitrah kita yang suci, sebagaimana fitrahnya anak yang masih kecil, pemikiran mereka yang masih polos, seperti putihnya kertas yang belum ternodai dengan tinta. Kita akan dapati jawaban dari lisan-lisan kecil mereka, jikalau mereka ditanya, “Dimana Allah?” Mereka akan menjawab, “Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada di atas langit.”

Allåh Berada diatas langit dan Bersemayam diatas ‘Arsy:
Hadits yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Salami menceritakan ketika beliau hendak membebaskan (Jariah) hamba perempuannya, maka beliau bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. kemudian beliau (Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam) menyuruh agar hamba tersebut dipanggil lalu beliau bersabda:

أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
Di manakah Allah? dia menjawab: Di Langit beliau bertanya lagi : Siapa aku? Jawab Jariah: Kamu Rasulullah. Lalu beliau berkata: merdekakan dia karena dia adalah Mukminah.

Takhrij hadits
- Muslim bin Hajjaj dalam Sahih Muslim, no: 537.
- Malik bin Anas dalam al-Muwattha’, no: 1468.
- Abu Daud al-Tayalisi dalam al-Musnad, no: 1105.
- Muhammad bin Idris as-Syafi’i dalam al-Umm, no: 242.
- ‘Abd al-Razzaq dalam al-Musannaf, no: 16851.
- Ibn Abi Syaibah dalam al-Musannaf, no 30333.
- Ahmad bin Hanbal dalam al-Musannaf, no: 7906, 23762, 23765 & 23767.
- Abu Daud al-Sajastani dalam Sunan Abu Daud, no: 930 & 3282.
- Ibn Qutaibah dalam Ta’wil Mukhtalaf al-hadits, no: 272.
- ‘Utsman bin Sa’id al-Darimi dalam al-Rad ‘ala al-Jahmiyyah, no: 62.
- al-Harith bin Abi Usamah dalam al-Musnad, no: 015.
-’Amr bin Abi ‘Ashim al-Shaibani dalam al-Sunnah Li Ibn Abi ‘Ashim, no: 489.
- an-Nasai dalam Sunan al-Nasai, no: 1142, 7708, 8535 & 11401.
- Ibn Jarud dalam al-Muntaqa, no: 212.
- Ibn Khuzaimah dalam Kitab al-Tauhid wa Itsbat Sifat al-Rabb ‘Azza wa Jalla, no: 178, 179, 180, 181 & 182.
- Abi ‘Uwanah dalam al-Musnad, no: 1727 & 1728.
- Abu al-Husain ‘Abd al-Baqi’ dalam al-Mu’jam al-Sahabah, 735.
- Ibn Hibban dalam Sahih Ibn Hibban, no: 165 & 2247.
- al-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, no: 937 & 938.
- Muhammad bin Ishaq bin Manduh dalam al-Iman, no: 091.
- al-Lalaka’I dalam Syarah Usul I’tiqad Ahl al-Sunnah, no: 652.
- Abu Nu’aim al-Asbahani dalam al-Musnad al-Mustakhraj ‘ala Sahih Imam Muslim, no: 1183.
- Ibn Hazm dalam al-Muhalla, no: 1664.
- al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra, no: 15266, 15268, 19984 & 19985.
- ‘Abd Allah bin Muhammad bin ‘Ali al-Harawi dalam al-’Arba’in fi Dalail al-Tauhid, no: 011.

Derajat Hadits
Hadits di atas adalah SAHIH. Imam Muslim telah memasukkan hadits ini kedalam kitab Sahihnya pada kitab ( المساجد والمواضع الصلاة ) dalam bab (تحريم الكلام في الصلاة ونسخ ما كَان مِن إباحتِه ).
Bahkan sangat masyhur karena banyaknya yang meriwayatkan hadits ini, seperti yang kita lihat pada takhrij di atas. Ada sebahagian golongan yang sangat anti kepada dakwah ahlus-sunnah as-salafiyyah, yang bahkan mengatas namakan diri mereka ahlus sunnah, dan memang ‘kelihatannya’ berhujah berlandaskan al-Quran dan Sunnah, tapi jika kita hadapkan dengan kasus ini, terbuktilah apa-apa yang mereka bawa (dalil-dalil) itu hanyalah untuk mereka sesuaikan menurut akal dan hawa nafsu mereka semata, karena mereka ingkar aqidah para salaf bahwa Allah di atas ‘Arasy.

Orang-orang yang mempertahankan aqidah “Allåh wujud bi la makan” (yang artinya “Allåh ada, tidak bertempat”; tidak di atas, tidak dibawah, tidak di depan, tidak di belakang, tidak di dalam dan tidak di luar”), telah ingkar dengan hadits di atas, bahkan sampai menjatuhkan derajatnya kepada dha’if semata-mata ingin membenarkan hujjah mereka. Kemudian mereka mencerca ulama hadits yang tidak bersalah dengan tuduhan yang tidak berasas.

Adapun para Salafush Sholeh, mereka tidak pernah pun mentakwil ataupun menukar (tahrif) makna hadits ini. hadits ini juga menunjukkan, bahwa tidak salah jika kita berkata “Allah itu di atas langit” karena memang Allah itu di atas langit, karena Allåh berada diatas ‘Arasy dan ‘Arasy itu sendiri berada di atas langit.

Aqidah ini telah dijelaskan dalam Kitabullah, As-Sunnah, ijma’, dan komentar para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam kitab-kitab mereka. Mereka sudah patenkan (tetapkan) bahwa barangsiapa yang menyelisihinya, maka ia adalah ahli bid’ah, dan menyimpang.

Dalil-dalil lain dari Al-qur’an dan As-sunnah ash-shåhihah
Dalil-dalil masalah ini sangatlah banyak dari Al-Qur’an, dan As-Sunnah. Berikut ini kami akan sebutkan -insya’ Allah- beberapa di antaranya saja, dan sebenarnya tidak terbatas.
>Dalil-dalil dari al-qur’an
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Tuhan yang Maha Pemurah beristiwa di atas ‘Arasy. [QS. Taha: 5]

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy.” (QS. Al A’raf: 54)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus: 3)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy.” (QS. Ar Ra’d: 2)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy.” (QS. Al-Furqon: 59)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy.” (QS. As-Sajadah: 4)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Kemudian Dia beristiwa ke arah langit dan langit itu masih merupakan asap. [QS. Fushsilat: 11]

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia beristiwa di atas ‘Arasy. [QS al-Sajdah: 4]

Berkata Ibn Kathir Rahimahullah:
وأما قوله تعالى: { ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ } فللناس في هذا المقام مقالات كثيرة جدا، ليس هذا موضع بسطها، وإنما يُسلك في هذا المقام مذهب السلف الصالح: مالك، والأوزاعي، والثوري،والليث بن سعد، والشافعي، وأحمد بن حنبل، وإسحاق بن راهويه وغيرهم، من أئمة المسلمين قديما وحديثا، وهو إمرارها كما جاءت من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل. …
“Dan adapun FirmanNya Ta’ala: (ثم استوى على العرش) maka bagi manusia pada masalah ini pendapat yang banyak dan bukanlah di sini tempat membahasnya dan sesungguhnya hendaklah diikuti dalam masalah ini madzhab As-Salaf Ash-Shålih: Malik, Auza’i, As-Tsaury, Al-Laith bin Saad, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, dan selainnya daripada imam-imam muslimin dahulu dan sekarang yaitu menjalankan dan memahaminya sebagaimana datangnya tanpa takyif (memberi rupa), dan tidak pula tsaybih (penyerupaan), dan tidak pula ta’thil (membatalkan sifat)….” –Tafsir al-’Adzhim.
>Dalil-dalil dari Hadits
Ibn ‘Abd al-Barr menjelaskan tentang hadits ini:
وأما قوله في هذا الحديث للجارية: أين الله ؟ فعلى ذلك جماعة أهل السنة وهم أهل الحديث، ورواته المتفقهون فيه، وسائر نقلة، كلهم يقول ما قال الله تعالى في كتابه: ((الرحمن على العرش الستوى)) وأن الله عز وجل في السماء وعلمه في كل مكان.
“Dan adapun hadits jariah: Di manakah Allah? Maka menjadi pegangan atasnya oleh jama’ah ahli sunnah dan mereka-mereka juga adalah ahli hadits dan seluruh perawi yang memahaminya, mereka semua berkata sebagaimana firman Allah dalam kitabnya: “al-Rahman Bersemayam di atas ‘Arsy.” Dan bahwa sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla di langit dan Ilmu-Nya pada setiap tempat. [Al-Istizkar: al-Jamii' li mazhab Fuqaha al-Ansor wa 'Ulama al-Aqtar]

Al-Hafizh Al-Baihaqy-rahimahullah- berkata dalam Al-I’tiqod (1/114), “Ayat-ayat itu merupakan dalil yang membatalkan pendapat orang Jahmiyyah yang menyatakan bahwa Dzat Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada dimana-mana.”
Dalil-dalil dalam permasalahan ini banyak sekali, jika kita ingin memeriksa Al-Qur’an, As-Sunnah, dan atsar para salaf. Oleh karena itu, Ibnu Abil Izz Al-Hanafiy -rahimahullah- berkata dalam Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah (288), “Dalil-dalil yang semisal dengannya,kalau seandainnya dihitung satu-persatu, maka akan mencapai ribuan dalil”
Dalil-dalil lain dari as-sunnah

Sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
لمَاَّ خَلَقَ اَللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِيْ كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ
“Ketika Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menciptakan makhluk-Nya, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menuliskan di dalam kitab-NYa (Lauh Mahfudz) yang ada di sisi-Nya diatas Arsy (singgasana) ‘Sesungguhnya rahmat Allah mendahului kemurkaan-Nya.” [HR. Al-Bukhary dalam Shohih-nya (3022, 6969, dan 6986), dan Muslim dalam Shohih-nya (2751)]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَلاَ تَأْمَنُوْنَنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِيْ السَّمَاءِ يَأْتِيْنِيْ خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً
“Tidakkah kalian percaya kepadaku? Sementara aku dalam keadaan beriman kepada Yang dilangit. Datang kepadaku berita dari langit di waktu pagi hari dan petang….” [HR. Al-Bukhary dalam Shohih-nya (4094), Muslim dalam Shohih-nya (1064)]

Al-Qurthuby -rahimahullah- dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (7/219) berkata, “Tidak ada seorang salaf pun yang mengingkari bahwa Allah bersemayam di atas Arsy-Nya secara hakiki. Arsy dikhususkan karena ia merupakan makhluk Allah yang terbesar. Para salaf tidak (berusaha) mengetahui cara (kaifiyyah) Allah bersemayam, karena sifat bersemayam itu tidak bisa diketahui hakekatnya. Imam Malik -rahimahullah- berkata : [‘Sifat bersemayam itu diketahui maknanya secara bahasa, tidak boleh ditanyakan cara Allah bersemayam, dan pertanyaan tentang cara Allah bersemayam merupakan bid’ah dan ajaran baru.”

Jadi, madzhab Ahlis Sunnah menyatakan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, namun ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Adapun aqidah yang menyatakan bahwa Allah berada dimana-mana, bukanlah merupakan aqidah Ahlis Sunnah, akan tetapi merupakan aqidah ahli bid’ah yang batil berdasarkan ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Allah di atas Arsy beserta keterangan Ulama Ahlis Sunnah yang telah kami sebutkan, dan berikut tambahan keterangan dalam masalah ini:
Al-Hafizh Abu Umar Ibnu Abdil Barr -rahimahullah- berkata dalam At-Tamhid (7/129), “Di dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla berada di atas Arsy, di atas langit ketujuh sebagaimana yang ditegaskan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Itu juga merupakan hujjah mereka terhadap orang-orang Mu’tazilah yang berkata: “[Allah berada di mana-mana, bukan di atas Arsy]”.Dalil yang mendukung kebenaran madzhab Ahlul Haq/Ahlis Sunnah dalam hal ini adalah firman Allah Azza wa Jalla: “Ar-Rahman bersemayam di atas Arsy” dan firman-Nya Azza wa Jalla: “ Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy…”.

Imam Al-Qurthuby-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (4/162): “Jahmiyyah terbagi menjadi 12 kelompok … (di antaranya) Al-Multaziqoh, mereka menganggap bahwa Allah berada di mana-mana …”.
Shodaqoh-rahimahullah- berkata, “Saya mendengar At-Taimy berkata, “Andaikan aku ditanya: Dimana Allah Tabaraka wa Ta’ala?, niscaya aku akan jawab: Dia di langit.” [Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401/671)]

Pernyataan Imam yang Empat Mengenai Sifat-sifat Allåh
1. IMAM ABU HANIFAH
Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak patut bagi seseorang untuk mengatakan sesuatu tentang Dzat Allah kecuali kepada diriNya, dan tidak boleh seseorang mengatakan sesuatu tentang Allah dengan pendapat (ra’yu)nya. Maha Suci serta Maha Tinggi Allah Ta’ala, Rabb semesta Alam.” (Syarhul Aqidah at-Tahawiyah (2/472), tahqiq Dr. At-Turky, Jalaulm’Ainain, hal. 368)

Ketika Imam Abu Hanifah ditanya tentang nuzulul Ilah (turunnya Allah), ia menjawab: “Ia turun dengan tidak kita menanyakan bagaimana (kaifiatnya) caranya.” (Aqidatus salaf Ashabil hadits, hal. 42, al-Asma’ Was Sifat oleh al-Baihaqi, hal. 456)

Imam Abu Hanifah berkata lagi: Barangsiapa yang berkata: “Aku tidak tahu Rabbku, di langit atau di bumi?” berarti ia kafir. Begitu juga seseorang menjadi kafir apabila mengatakan bahwa Allah itu di atas ‘Arasy, tetapi aku tidak tahu adakah ‘Arasy itu di langit atau di bumi. (al-Fiqhul Absath, hal. 46)

Imam Abu Hanifah berkata kepada seseorang wanita yang bertanya: “Dimanakah Ilahmu yang engkau sembah itu?” Ia menjawab: “Sesungguhnya Allah itu ada di langit bukan di bumi.”

Lalu datanglah seorang pemuda mengajukan pertanyaan: “Bagaimana dengan ayat: وهو معكم اين ما كنتم? “Dia bersama kamu dimana kamu berada.” (QS. al-Hadid: 4).

Imam Abu Hanifah menjawab: “Dia seperti engkau menulis surat kepada seorang lelaki dengan mengatakan, sesungguhnya aku selalu bersamamu, padahal engkau tidak ada di sampingnya.” –al-Asma’ was Sifat, hal. 4292.

2.IMAM MALIK BIN ANAS
Abu Nu’aim mentakhrijkan dari Ja’far bin Abdillah berkata: “Ketika kami sedang berada di samping Malik bin Anas, datanglah seorang pemuda lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, Ar-Rahman (Allah yang Maha Pengasih) bersemayam di atas ‘Arasy bagaimana bersemayamNya?” Mendengar pertanyaan ini, Imam Malik menjadi berang dan marah. Lalu ia menundukkan muka ke bumi seraya menyandarkannya ke tongkat yang dipegangnya hingga tubuhnya bersimbah keringat. Setelah ia mengangkat kepalanya, ia lantas berkata:

“Cara bersemayam-Nya tidak diketahui (tidak dapat digambarkan), sedang istiwa-Nya (bersemayamnya) telah jelas dan diketahui (maknanya), beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentang (bagaimana)nya adalah bid’ah. (Dan) Aku menyangka engkau adalah pelaku bid’ah.” Lalu beliau menyuruh orang itu keluar.

(Hilyatul Aulia’ (VI/325-326), Ibn Abdil Barr dalam at-Tauhid (VI/151), Al-Baihaqi dalam al-Asma’ Was Sifat, hal. 498, Ibn Hajar dalam Fathul Bari (XIII/406-407), Az-Zahabi dalam al-Uluw, hal. 103)

3. IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AS-SYAFI’I
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Allah Tabaraka wa Taala memiliki asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat yang telah disebutkan oleh KitabNya dan diberitakan oleh NabiNya Shalallahu ‘alaihi wassalam. kepada umatnya, yang tidak boleh diingkari oleh sesiapa pun dari makhluk Allah Subhanallahu wa Ta’ala. yang telah sampai kepadanya dalil bahwa al-Quran turun membawa keterangan tentang hal tersebut, juga sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan tsiqah telah jelas-jelas sahih yang menerangkan masalah itu.

Maka barangsiapa mengingkari atau berbeda dengan semuanya itu padahal hujah (dalil/ keterangan) tersebut telah jelas baginya, berarti ia telah kafir kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Adapun jika ia menentang karena belum mendapat hujah/ keterangan tersebut, maka ia diampuni karena kebodohannya, karena pengetahuan tentang semuanya itu (sifat-sifat Allah dan asma’Nya) tidak dapat dijangkau oleh akal dan pemikiran.Yang termasuk ke dalam keterangan-keterangan seperti itu adalah juga keterangan-keterangan Allah Subhanallahu wa Ta’ala:

(1) bahwa Dia Maha Mendengar dan bahwa Allah itu memiliki tangan sesuai dengan firmanNya: “Bahkan Tangan Allah itu terbuka.” (QS. al-Maidah: 64). Dan bahwa Allah memiliki tangan kanan, sebagaimana dinyatakan: “…Dan langit digulung dengan tangan kananNya.” (QS. az-Zumar: 67)

(2) dan bahwa Allah itu memiliki Wajah, berdasarkan firmanNya yang menetapkan: “Dan tiap-tiap sesuatu itu pasti binasa, kecuali Wajah Allah…” (QS. Al-Qasas: 88), “Dan kekallah wajah Rabbmu yang mempunyai keagungan dan kemulian.” (QS. Ar-Rahman: 27).

(3) Juga bahwa Allah mempunyai Telapak Kaki (Qådamur Råhman), sesuai dengan pernyataan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: Nabi bersabda, “Setiap kali Jahannam dilempari (dengan penghuninya) ia (Jahannam) senantiasa mengatakan, “Masih adakah tambahan?” Sehingga Rabbul ‘Izzah (Allah) meletakkan telapak kaki-Nya didalamnya -dalam riwayat lain, meletakkan telapak kaki-Nya di atasnya-. Maka sebagiannya mengisutkan kepada sebagian lainnya, lalu ia (Jahannam) berkata, “Cukup… cukup…!” (Riwayat Bukhari, no: 4848 dan Muslim, no: 2848)

(4) dan Allah tertawa berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, tentang orang yang mati fi sabilillah: “Ia akan bertemu dengan Allah Azza wa Jalla sedang Allah tertawa kepadanya….” (Riwayat Bukhari, no: 2826 dan Muslim, no:1890).

(5) Dan bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap malam berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

(6) Begitu juga keterangan bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’ala itu tidak buta sebelah mataNya berdasarkan pernyataan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. ketika beliau menyebut dajjal, beliau bersabda: “Dajjal itu buta sebelah matanya, dan sesungguhnya Rabbmu tidaklah buta (sebelah mataNya).” (Riwayat Bukhari, no: 7231 dan Muslim, no: 2933)

(7) Dan bahwa orang-orang mukmin pasti akan melihat Rabb mereka pada hari kiamat dengan pandangan mata mereka seperti halnya mereka melihat bulan di malam purnama.

(8) juga bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’ala. mempunyai jari-jemari seperti ditetapkan oleh sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Tidaklah ada satu jari pun melainkan ia berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman Azza wa Jalla.” (Riwayat Ahmad IV/182, Ibnu Majah I/72, Hakim I/525 dan Ibn Mandah hal.87. Imam Hakim mensahihkannya dipersetujui oleh az-Zahabi dalam at-Talkhis)

Semua sifat-sifat ini yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. sendiri bagi diriNya dan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam untukNya, (dan) hakikatnya tidaklah dapat dijangkau oleh akal atau pikiran dan orang yang mengingkarinya karena bodoh (tidak mengetahui keterangan-keterangan tentangnya) tidaklah kafir kecuali jika ia mengetahuinya tetapi ia mengingkarinya, barulah ia kafir.

Dan bilamana yang datang tersebut merupakan berita yang kedudukannya dalam pemahaman seperti sesuatu yang disaksikan dalam apa yang didengar, maka wajib baginya sebagai orang yang mendengar berita tersebut untuk mengimani dan tunduk kepada hakikat hal tersebut dan mempersaksikan atasnya seperti halnya ia melihat dan mendengar dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

Namun kita tetapkan sifat-sifat ini dengan menafikan (meniadakan) tasybih sebagaimana Allah telah menafikannya dari diriNya dalam firmanNya: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 11).
(Dinukil dari I’tiqadul Aimmatil Arba’ah oleh Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais)

4. IMAM AHMAD BIN HANBAL
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menyebut kata-kata Imam Hanbal: “Kita beriman kepada Allah itu di atas ‘Arasy sesuai dengan kehendaknya tanpa dibatasi dan tanpa disifati dengan sifat yang kepadanya seseorang yang berusaha mensifatinya telah sampai atau dengan batas yang kepadanya seseorang yang membatasinya telah sampai. Sifat-sifat Allah itu (datang) dariNya dan milikNya. Ia mempunyai sifat seperti yang Ia sifatkan untuk diriNya, yang tidak dapat dijangkau oleh pandangan.” [Ta’arudh al-‘Aqli wa al-Naqli (II/30)]

Ibnul Jauzi dalam al-Manaqib menyebutkan tulisan (surat) Imam Ahmad bin Hanbal kepada Musaddad yang di antara isinya ialah: “Sifatilah Allah dengan sifat yang denganNya Ia telah mensifati diriNya dan nafikanlah dari Allah apa-apa yang Ia nafikan dari diriNya. (Manaqib Imam Ahmad, hal. 221)

Di dalam kitab ar-Raddu ‘ala al-jahmiah tulisan Imam Ahmad, ia mengucapkan: “Jahm bin Safwan telah menyangka bahwa orang yang mensifati Allah dengan sifat yang dengannya Ia mensifati diriNya dalam kitabNya, atau dengan yang disebutkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam haditsnya adalah seorang kafir atau termasuk Musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk).” [Ar-Raddu ‘ala al-Jahmiah, hal. 104]

Penutup
Demikian di atas kami nukilkan dalil-dalil dari al-qur’an dan as=sunnah sesuai pemahaman para shåhabat, beserta pernyataan-pernyataan para Imam empat untuk membuktikan bahwa aqidah mereka adalah sama, yakni sesuai dengan pemahaman salafush shåleh, yang tidak melakukan penambahan maupun pengurangan. Tidak ada takwil dengan makna tahrif, terlebih dengan menta’tilkan, yaitu menafikan sifat. Maka, jelas aqidah yang benar dan selamat adalah mengatakan Allah bersemayam di atas ‘Arasy sebagaimana hujah-hujah telah diberikan di atas tadi.

Inilah pandangan Salafush Shålih, inilah aqidah yang benar yang dijadikan rujukan seluruh ulama ahlus-sunnah, terkecuali ulama-ulama muta-akhirin yang telah mengubah atau mentakwil Istawa dengan ‘istaula’ yang bermakna ‘menguasai’ yang berasal dari golongan asya’irah dan maturidiyyah.

Adapun aqidahnya golongan asya’irah dan maturidiyyah yang sangat mati-matian hendak menyelewengkan fakta yang ada, malah sebaliknya, dalil-dalil yang mereka bawakan itulah yang menguburkan hujjah mereka karena ketidakjujuran mereka dalam menukilkan tulisan ulama-ulama terdahulu.

Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan taufiq dan pemahaman yang lurus serta agar kita termasuk dari golongan yang selamat yang berjalan diatas jalan yang lurus dan dijauhkan dari pemahaman-pemahaman yang menyimpang. aamiin....

Washolallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Ahlihi wa Ashhaabihi Ajmain.

WAHABI.... Riwayatmu Kini...... (Sejarah Wahabi Sebenarnya)

Wajib diketahui oleh setiap kaum Musimin dimanapun mereka berada bahwasanya firqoh Wahabi adalah Firqoh yang sesat, yang ajarannya sangat berbahaya bahkan wajib untuk dihancurkan. Tentu hal ini membuat kita bertanya-tanya, mungkin bagi mereka yang PRO akan merasa marah dan sangat tidak setuju, dan yang KONTRA mungkin akan tertawa sepuas-puasnya..Maka siapakah sebenarnya Wahabi ini??
Bagaimanakah sejarah penamaan mereka??

Marilah kita simak dialog Ilmiah yang sangat menarik antara Syaikh Muhammad bin Sa’ad Asy Syuwai’ir dengan para masyaikh/dosen-dosen disuatu Universitas Islam di Maroko

Salah seorang Dosen itu berkata: “Sungguh hati kami sangat mencintai Kerajaan Saudi Arabia, demikian pula dengan jiwa-jiwa dan hati-hati kaum muslimin sangat condong kepadanya,dimana setiap kaum muslimin sangat ingin pergi kesana, bahkan antara kami dengan kalian sangat dekat jaraknya. Namun sayang, kalian berada diatas suatu Madzhab, yang kalau kalian tinggalkan tentu akan lebih baik, yaitu Madzhab Wahabi.”
Kemudian Asy Syaikh dengan tenangnya menjawab: “Sungguh banyak pengetahuan yang keliru yang melekat dalam pikiran manusia, yang mana pengetahuan tersebut bukan diambil dari sumber-sumber yang terpercaya, dan mungkin kalian pun mendapat khabar-khabar yang tidak tepat dalam hal ini.

Baiklah, agar pemahaman kita bersatu, maka saya minta kepada kalian dalam diskusi ini agar mengeluarkan argumen-argumen yang diambil dari sumber-sumber yang terpercaya,dan saya rasa di Universitas ini terdapat Perpustakaan yang menyediakan kitab-kitab sejarah islam terpercaya. Dan juga hendaknya kita semaksimal mungkin untuk menjauhi sifat Fanatisme dan Emosional.”

Dosen itu berkata : “saya setuju denganmu, dan biarkanlah para Masyaikh yang ada dihadapan kita menjadi saksi dan hakim diantara kita.”

Asy Syaikh berkata : “saya terima, Setelah bertawakal kepada Allah, saya persilahkan kepada anda untuk melontarkan masalah sebagai pembuka diskusi kita ini.”

Dosen itu pun berkata :
“Baiklah kita ambil satu contoh, ada sebuah fatwa yang menyatakan bahwa firqoh wahabi adalah Firqoh yang sesat. Disebutkan dalam kitab Al-Mi’yar yang ditulis oleh Al Imam Al-Wansyarisi, beliau menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Lakhmi pernah ditanya tentang suatu negeri yang disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid, “Bolehkan kita Sholat di Masiid yang dibangun oleh orang-orang wahabi itu ??” maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab: “Firqoh Wahabiyyah adalah firqoh yang sesat, yang masjidnya wajib untuk dihancurkan, karena mereka telah menyelisihi kepada jalannya kaum mu’minin, dan telah membuat bid’ah yang sesat dan wajib bagi kaum muslimin untuk mengusir mereka dari negeri-negeri kaum muslimin “.

(wajib kita ketahui bahwa Imam Al-Wansyarisi dan Imam Al-Lakhmi adalah ulama ahlusunnah)

Dosen itu berkata lagi : “Saya rasa kita sudah sepakat akan hal ini, bahwa tindakan kalian adalah salah selama ini,”

Kemudian Asy Syaikh menjawab : ”Tunggu dulu..!! kita belum sepakat, lagipula diskusi kita ini baru dimulai, dan perlu anda ketahui bahwasannya sangat banyak fatwa yang seperti ini yang dikeluarkan oleh para ulama sebelum dan sesudah Al-Lakhmi, untuk itu tolong anda sebutkan terlebih dahulu kitab yang menjadi rujukan kalian itu !”

Dosen itu berkata: ”Anda ingin saya membacakannya dari fatwanya saja, atau saya mulai dari sampulnya ??”
Asy Syaikh menjawab: ”Dari sampul luarnya saja.”

Dosen itu kemudian mengambil kitabnya dan membacakannya: ”Namanya adalah Kitab Al-Mi’yar, yang dikarang oleh Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi. Wafat pada tahun 914 H di kota Fas, di Maroko.”

Kemudian Asy Syaikh berkata kepada salah seorang penulis di sebelahnya: “Wahai syaikh, tolong catat baik- baik, bahwa Imam Al-Wansyarisi wafat pada tahun 914 H. Kemudian bisakah anda menghadirkan biografi Imam Al- Lakhmi??”

Dosen itu berkata: “Ya.”
Kemudian dia berdiri menuju salah satu rak perpustakaan, lalu dia membawakan satu juz dari salah satu kitab-kitab yang mengumpulkan biografi ulama. Didalam kitab tersebut terdapat biografi Ali bin Muhammad Al-Lakhmi, seorang Mufti Andalusia dan Afrika Utara.

Kemudian Asy Syaikh berkata : “Kapan beliau wafat?”
Yang membaca kitab menjawab: “Beliau wafat pada tahun 478 H

Asy Syaikh berkata kepada seorang penulis tadi: “Wahai syaikh tolong dicatat tahun wafatnya Syaikh Al-Lakhmi” kemudian ditulis.

Lalu dengan tegasnya Asy Syaikh berkata : “Wahai para masyaikh….!!! Saya ingin bertanya kepada antum semua …!!! Apakah mungkin ada ulama yang memfatwakan tentang kesesatan suatu kelompok yang belum datang (lahir) ???? kecuali kalau dapat wahyu????”

Mereka semua menjawab : “Tentu tidak mungkin, Tolong perjelas lagi maksud anda !”
Asy syaikh berkata lagi : “Bukankah wahabi yang kalian anggap sesat itu adalah dakwahnya yang dibawa dan dibangun oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab????”
Mereka berkata : “Siapa lagi???”

Asy Syaikh berkata: “Coba tolong perhatikan..!!! Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H.

Nah, ketika Al-Imam Al-Lakhmi berfatwa seperi itu, jauh RATUSAN TAHUN lamanya sebelum syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir..bahkan sampai 22 generasi ke atas dari beliau sama belum ada yang lahir..apalagi berdakwah..
KAIF ??? GIMANA INI???” (Merekapun terdiam beberapa saat..)

Kemudian mereka berkata: “Lalu sebenarnya siapa yang dimaksud Wahabi oleh Imam Al-Lakhmi tersebut ?? mohon dielaskan dengan dalil yang memuaskan, kami ingin mengetahui yang sebenarnya !”

Asy Syaikh pun menjawab dengan tenang : “Apakah anda memiliki kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil, seorang kebangsaan Francis ?”

Dosen itu berkata: “Ya ini ada”
Asy Syaikh pun berkata : “Coba tolong buka di huruf “wau” .. maka dibukalah huruf tersebut dan munculah sebuah judul yang tertulis Wahabiyyah
Kemudian Asy Syaikh menyuruh kepada Dosen itu untuk membacakan tentang biografi firqoh wahabiyyah itu.

Dosen itu pun membacakannya: ”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.

Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy Syaikh berkata : “Inilah Wahabi yang dimaksud oleh imam Al-Lakhmi, inilah wahabi yang telah memecah belah kaum muslimin dan merekalah yang difatwakan oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara sebagaimana yang telah kalian dapati sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki. Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul.

Syubhat yang tersebar dinegeri-negeri Islam ini dipropagandakan oleh musuh- musuh islam dan kaum muslimin dari kalangan penjajah dan selain mereka agar terjadi perpecahan dalam barisan kaum muslimin.

Sesungguhnya telah diketahui bahwa dulu para penjajah menguasai kebanyakan negeri-negeri islam pada waktu itu, dan saat itu adalah puncak dari kekuatan mereka. Dan mereka tahu betul kenyataan pada perang salib bahwa musuh utama mereka adalah kaum muslimin yang bebas dari noda yang pada waktu itu menamakan dirinya dengan Salafiyyah. Belakangan mereka mendapatkan sebuah pakaian siap pakai, maka mereka langsung menggunakan pakaian dakwah ini untuk membuat manusia lari darinya dan memecah belah diantara kaum muslimin, karena yang menjadi moto mereka adalah “PECAH BELAHLAH MEREKA, NISCAYA KAMU AKAN MEMIMPIN MEREKA ”

Sholahuddin Al-Ayubi tidaklah mengusir mereka keluar dari negeri Syam secara sempurna kecuali setelah berakhirnya daulah Fathimiyyah Al-Ubaidiyyin di Mesir, kemudian
beliau (Sholahuddin mendatangkan para ulama ahlusunnah dari Syam lalu mengutus mereka ke negeri Mesir, sehingga berubahlah negeri mesir dari aqidah Syiah Bathiniyyah menuju kepada Aqidah Ahlusunnah yang terang dalam hal dalil, amalan dan keyakinan.
(silahkan lihat kitab Al Kamil Oleh Ibnu Atsir)

Hijrah Nabi

Penulis : Al Ustadz Sa'ad Harits -Hafidzohullahu Ta'ala-
(Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)

Hijrah Nabi adalah sebuah fenomena yang mengubah sejarah islam, yang membuat kaum kafir kalang kabut, begitu juga sebagai bentuk pertolongan Alloh dan benih kemenangan dakwah Nabi dan kaum Muslimin. Alloh berfirman: “Dan katakanlah (Muhammad): “Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar. Dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)” (Al-Isra’:80).


Ibnu Katsir berkata: “Alloh memberikan petunjuk dan ilham kepada Nabi-Nya agar berdoa dengan doa ini, dan menjadikan baginya jalan keluar dalam waktu dekat terhadap apa yang dihadapinya. Maka Alloh mengizinkan bagi Nabi-Nya untuk berhijrah ke Madinah menuju Anshar dan orang-orang yang dicintainya, dan Madinah menjadi rumah serta tempat tinggalnya, begitu pula penduduknya menjadi penolongnya” (Bidayah wan Nihayah:2/556, cet: Daarul Fikr).

Hasan Al-Bashri berkata dalam tafsir ayat ini: “Ketika orang kafir dari penduduk Mekah bersepakat untuk membunuh, atau mengusir, atau menahan Nabi, maka Alloh ingin memerangi penduduk Mekah. Alloh memerintahkan Nabi-Nya untuk keluar (berhijrah) menuju Madinah” (Tafsir Ibnu Katsir:3/62,cet:Daarul Ma’rifah).

Kilas Balik Hijrah Nabi.
Ketika siksaan dan cobaan kafir Quraish semakin menjadi-jadi terhadap umat muslim, maka Alloh mensyariatkan hijrah ke Madinah. Rosululloh bersabda: “Aku melihat dalam mimpiku bahwa Aku akan berhijrah dari Mekah menuju daerah yang banyak pohon kurmanya. Aku menyangkanya adalah Yamamah atau Hajar, ternyata kota Madinah Yatsrib” (Muttafaqun Alaih). Hajar adalah kota di Bahrain dan tempat Bani Abdul Qois, adapun Yatsrib adalah nama Madinah ketika zaman Jahiliah (Fathul Bari:7/269,cet:Daarur Royyan. Syarah Muslim:15/33,cet:Daarul Ma’rifah).

Kemudian kaum Muslimin berbondong-bondong menuju Madinah, maka orang pertama berhijrah ke Madinah adalah Abu Salamah bin Abdul Asad dan istrinya Ummu Salamah, akan tetapi istrinya ditahan dan dilarang untuk ikut oleh kaumnya selama setahun, serta dipisahkan dari anaknya Salamah. Kemudian setelah itu Ummu Salamah berhijrah ke Madinah diantar oleh Utsman bin Abi Tholhah. Dan tidak tersisa di Mekah kecuali Rasululloh, Abu Bakar, Ali bin Abi Tholib, dan kaum Muslimin yang ditahan secara paksa oleh Musyrikin.

Melihat fenomena ini, maka kafir Quraish berkumpul di Darun Nadwah untuk mencari penyelesaian masalah ini, karena mereka takut penduduk Madinah akan memerangi mereka. Maka tercapailah kesepakatan diantara mereka untuk membunuh Rosululloh, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraish) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk memenjarakan, atau membunuh, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Alloh menggagalkan tipu daya tersebut. Alloh adalah sebaik-baik Pembalas tipu daya” (Al-Anfal:30).

Adapun Rosululloh belum berhijrah karena belum diizinkan oleh Alloh, dan Beliau memerintah Abu Bakar agar menemani Beliau ketika hijrah (HR.Bukhori). Ketika malam harinya, kafir Quraish mengepung rumah Nabi, maka Beliau memerintahkan Ali bin Abi Tholib untuk menempati tempat tidurnya. Berkat pertolongan Alloh, Nabi selamat dari rencana mereka. Kemudian mereka menyewa orang yang dipercaya untuk memandu mereka walaupun masih dalam keadaan kafir yaitu Abdulloh bin Uraiqith Al-laitsy. Ketika di gua Tsaur, orang kafir Quraish telah berada di mulut gua, maka Abu Bakar berkata: “Ya Rosululloh, kalau saja salah seorang dari mereka melihat ke bawah kaki mereka, niscaya mereka akan menemukan kita”, Rosululloh menjawab: “Wahai Abu Bakar, bagaimana pendapatmu dengan dua orang dan Alloh adalah yang ke tiga. Janganlah engkau bersedih!!! Sesungguhnya Alloh bersama kita” (Muttafaqun Alaih).

Dan mereka bersembunyi selama tiga malam, Abdulloh bin Abi Bakar bermalam bersama mereka berdua kemudian keluar menuju Mekah ketika subuh, agar orang kafir Quraish menyangkanya bermalam di Mekah. Kemudian dia mendengarkan berita dari mereka dan menyampaikannya kepada Beliau ketika malam tiba. Adapun Amir bin Fuhairoh mengembala kambing sampai ke mulut gua ketika malam hari dan memberikan susunya kepada mereka berdua.

Akan tetapi kafir Quraish tidak berputus asa, mereka akan memberikan imbalan bagi orang yang menangkap Rosululloh dan Abu Bakar hidup atau mati. Karena tergiur hadiah, maka Suroqoh bin Malik mengejar Nabi dan Abu Bakar, akan tetapi kudanya terperosok ke dalam tanah, kemudian Nabi melepaskannya dan memerintahkan Suroqoh untuk menutupi jejak mereka. Dan Suroqoh meminta dituliskan perjanjian keamaanan, maka Rosululloh memerintahkan Amir bin Fuhairoh untuk menulisnya, dan ketika Fathu Makah, Suroqoh memperlihatkan perjanjian tersebut kepada Rosululloh kemudian masuk islam.
Ketika penduduk Madinah mendengar berita hijrah Rosululloh, mereka setiap hari keluar menanti kedatangan Rosululloh, hingga pada suatu hari seorang Yahudi melihat Rasululloh dan Abu Bakar. Maka dia berteriak: “Wahai orang Arab, orang yang kalian tunggu-tunggu telah datang”, seluruh penduduk Madinah berbondong-bondong untuk menyambut Rasululloh, kemudian Beliau membangun Masjid Nabawi dan tinggal di Madinah sampai meninggal dunia (lihat; Shohih Bukhori,kitab:Manaqibul Anshor,bab:Hijrotun Nabi wa Ashhabihi ilal Madinah. Fathul Bari:7/271-292. Bidayah wan Nihayah:2/548-595. Zaadul Ma’ad:2/33-41,cet:Daarul Badr. Tafsir Ibnu Katsir:2/314-316. Dengan perubahan).


Faidah Dari Kisah Hijrah Nabi.

1).Hijrah merupakan sunah para Nabi.
Alloh telah menceritakan di dalam Al-Qur’an sejumlah Nabi yang hijrah meninggalkan negeri kelahirannya hanya karena ingin menjaga agama dan keyakinannya. Ini menunjukkan bahwa; apabila suatu daerah tidak bisa menerima dakwah yang benar, maka dia mencari daerah lain yang bisa menerima dakwah. Karena bumi Alloh luas, sebagaimana firman-Nya: “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman!!! Sungguh bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku (saja)” (Al-Ankabut:56). As-Sa’di berkata: “Apabila tidak mungkin bagi kalian untuk beribadah kepada Alloh pada suatu daerah, maka keluarlah menuju daerah lain yang memungkinkan untuk beribadah hanya kepada Alloh semata” (Taisirul Karimir Rohman:691,cet:Daar Ibni Hazm).

2).Sebagai bentuk pergulatan antara Kebenaran dan Kesesatan.
Sebagaimana firman Alloh: “(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami adalah Alloh”…” (Al-Hajj:40). Akan tetapi pergulatan tersebut akan dimenangkan oleh Nabi Alloh dan hamba-Nya yang beriman, Alloh berfirman: “Alloh telah menetapkan, “Aku dan Rasul-Rasul-Ku pasti menang”. Sungguh Alloh Maha Kuat, Maha Perkasa” (Al-Mujadilah:21).

3).Sebagai awal disyariatkannya jihad dengan senjata.
Ibnul Qoyyim berkata: “Adapun jihad dengan hujjah (ilmu), maka telah diperintahkan melalui firman-Nya: “Janganlah engkau mentaati orang-orang kafir. Dan jihadlah melawan mereka dengannya”, yaitu: dengan Al-Qur’an. “Dengan jihad yang besar” (Al-Furqon:51). Maka surat ini Makiah (turun di Mekah), dan jihad di Mekah berupa penyampaian (agama) dan jihad ilmu. Adapun jihad yang diperintahkah di surat Al-Hajj, maka masuk di dalamnya jihad dengan senjata” (Zaadul Ma’ad:2/46).

Adapun firman Alloh dalam surat Al-Hajj: “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah didzolimi. Dan sungguh Alloh Maha Kuasa untuk menolong mereka” (Al-Hajj:39). (lihat juga; Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al-Hajj:39-40).

4).Yakin terhadap janji Alloh.
Karena Alloh menjanjikan pertolongan dan kemenangan bagi orang yang membela agama Alloh, maka Rosululloh mencontohkan hal ini kepada umatnya ketika berada di dalam gua. Maka ini diabadikan Alloh dalam firman-Nya: “Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Alloh telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia berdua (bersama Abu Bakar), ketika keduanya berada di dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau bersedih!!! Sesungguhnya Alloh bersama kita”. Maka Alloh menurunkan ketenangan kepadanya dan membantu dengan bala tentara (malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia (Alloh) menjadikan kalimat orang-orang kafir itu rendah dan kalimat Alloh itulah yang tinggi. Dan Alloh Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (At-Taubah:40).
As-Sa’di berkata: “Sesungguhnya pertolongan (Alloh) terbagi dua: (1) Pertolongan bagi kaum Muslimin apabila ingin menundukkan musuh, bahwa Alloh akan memberikan apa yang mereka inginkan dan maksudkan, yaitu mereka dapat mengalahkan dan menundukkan musuh-musuh kaum muslimin. (2) Dan yang kedua: pertolongan (Alloh) bagi kaum yang lemah (dari kalangan Muslimin), yang ingin di taklukkan oleh musuh-musuh islam yang kuat. Maka Alloh menolongnya dengan menolak dan membelanya dari musuh-musuh islam. Dan mungkin pertolongan yang (kedua) ini adalah pertolongan yang paling bermanfaat…” (Taisirul Karimir Rohman:350).

5).Pengorbanan para Sahabat Nabi.
Para Sahabat Nabi telah menorehkan sejarah yang harum, lebih-lebih dalam kisah hijrah. Mereka mengorbankan harta benda bahkan jiwa mereka untuk membela Rosululloh dan agama Islam. Oleh karena itu Alloh banyak memuji mereka di dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam firman-Nya: “Muhammad adalah utusan Alloh, dan orang-orang yang bersamanya (para Sahabat) bersikap keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka (orang muslim). Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia dan keridhaan Alloh. Pada wajah mereka terdapat bekas sujud. Demikianlah sifat mereka (yang dijelaskan) dalam Taurat, dan sifat mereka (yang dijelaskan) dalam Injil, yaitu: seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas tersebut semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangngya, tanaman itu menyenangkan hati penanamnya, karena Alloh hendak menjengkelkan hati orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin). Alloh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan di antara mereka , ampunan dan pahala yang besar” (Al-Fath:29).

Ibnu Katsir berkata: “Dari ayat ini Imam Malik mengambil kesimpulan, dalam sebuah riwayat yang dinukil darinya, akan kafirnya (Syiah) Rofidhah yang membenci para Sahabat (Nabi). (Imam Malik) Berkata: “Karena mereka (Syiah Rofidhah) membenci para Sahabat (Nabi), dan barang siapa yang membenci Sahabat (Nabi) maka dia kafir berdasarkan ayat ini”. Dan pendapat ini disepakati oleh sekelompak Ulama. Maka hadits-hadits tentang keutamaan Sahabat (Nabi) dan larangan untuk mencela mereka sangatlah banyak, dan cukuplah pujian Alloh dan keridhaan-Nya terhadap mereka (sebagai keutamaan atas mereka)” (Tafsir Ibnu Katsir:4/219).
Masih banyak faidah yang lain, tapi kami cukupkan sampai di sini.

Pembagian Hijrah.
1).Hijrah tempat, yaitu: meninggalkan negeri kafir menuju negeri islam, atau dari negeri yang penuh bid’ah dan maksiat ke negeri yang tidak ada atau lebih sedikit bid’ah dan maksiatnya.
2).Hijrah amal atau perbuatan, yaitu: meninggalkan perbuatan maksiat menuju ketaatan kepada Alloh.
3).Hijrah aamil atau orang yang berbuat, yaitu: meninggalkan orang yang berbuat maksiat dan tidak berteman dengannya agar dia meninggalkan perbuatan maksiatnya. Akan tetapi ini dilakukan apabila memiliki manfaat, apabila tidak membuahkan hasil maka tidak boleh dilakukan, karena dia masih muslim walaupun berbuat maksiat. (lihat; Syarh Riyadhis Sholihin libni Utsaimin:1/30-33,cet:Al-Maktabatul Islamiyah).

Perhatian: Adapun merayakan tahun baru Hijriah maka ini adalah perkara yang tidak disyariatkan dan tidak ada contohnya dari Rosululloh dan para Sahabat Beliau (lihat; At-Tahzir Minal Bida’. Fatawa Ulama Baladil Harom:632-634, cet: Daar Ibnil Haitsam). (Wallohu A’lam).

Dialog Terbuka "Mendudukkan Permasalahan JIHAD dan TERORIS" [Surakarta, 29 Oktober 2011]

Klik Gambar untuk Memperbesar

Hadirilah Dialog Terbuka Ilmiah Bersama Al Ustadz Dzulqarnain dan Al Ustadz Abdul Barr

Surakarta, 29 Oktober 2011

Bismillah
Insya Allah akan diadakan Dialog Terbuka Ilmiyah Islamiyah dengan tema :
"MENDUDUKKAN PERMASALAHAN JIHAD DAN TERORISME"
Bersama :
Al-Fadhil Al-Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi (Penulis buku Antara Jihad dan Terorisme)
Al-Fadhil Al-Ustadz Abdul Barr Kaisenda (Pengasuh radio An Nash Jakarta)

Waktu:

Sabtu, 02 Dzulhijjah 1432H | 29 Oktober 2011
Pkl. 08:00 s/d 14:00 WIB


Tempat
Gedung IPHI Baron Surakarta

Terbuka untuk umum
Cp :
Abu Syamsuri 081393747252
Abu Hanifah 08986602381

Didukung oleh :
Yayasan Darul Hilm dan Klinik Husada 77

Jadwal Kajian Rutin Masjid Umar Bin Al Khoththob, Kartasura [Update Oktober 2011]

Jadwal Kajian Rutin Masjid Umar Bin Al Khoththob, Kartasura [Update Oktober 2011]

Daftarkan segera diri Anda untuk mengikuti Ma'had 'Ilmi yang akan diisi oleh Ustadz-ustadz Ahlussunnah bermanhaj Salaf, yang insya Allah akan di adakan setiap hari :

1. Hari Rabu :
- Waktu : Ba'da Maghrib - Selesai
- Pemateri : Ustadz Kholil Rusydi
- Materi : Syarh Arba'in An Nawawi

2. Hari Jum'at :
a. Jam 16.00 WIB (KHUSUS MUSLIMAH)
   - Pemateri : Ust. Abu Musa
   - Pekan I : Aqidah
   - Pekan II : Fiqh
   - Pekan III : Hadits / Tafsir
   - Pekan IV : Tazkiyatun Nufus
   - Pekan V : Kajian Tematik


b. Ba'da Maghrib
   - Pemateri : Ust. Rosyad (Alumni LIPIA, Pengajar Ponpes Ukhuwah Sukoharjo)
   - Materi : Al Wajiz

c. Ba'da Isya' :
   - Pemateri : Ust. Abu Hafidz Amir As Soronji, Lc (Alumni Universitas Islam Madinah)
   - Materi :  Mulakhos Fiqhiyah (Syaikh Sholih Fauzan)

3. Hari Sabtu :
a. Ba'da Maghrib
   - Pemateri : Ust. Abu Hafidz Amir As Soronji, Lc (Alumni Universitas Islam Madinah)
   - Materi : Al Wajibat

b. Ba'da Isya'
   - Pemateri : Ust. Sa'ad (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
   - Materi : Lum'atul I'tiqod (Syaikh Utsaimin)

4. Hari Ahad :a. Jam 06.00-07.15 WIB
   - Pemateri : Ust. Sa'ad (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
   - Materi : Mustholah Hadits "At Ta'liqot Al Atsariyyah 'Alaa Mandzumatil Baiquniyyah" (Syaikh Ali Hasan Al Halabi)

b. Jam 07.30-09.00 WIB
   - Pemateri : Ust. Sa'ad (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
   - Materi : Ushul Fiqh "Ushul Min 'Ilmil Ushul" (Syaikh Utsaimin)


Bagi yang ingin mengikuti Ma'had 'Ilmi maka diharapkan untuk mendaftarkan diri dengan datang ke Tempat Kajian (Masjid Umar bin Khoththob) atau sms ke nomor 085 742 750 500. Dengan konsekuensi menaati peraturan yang berlaku. Sedangkan untuk yang Mustami' tidak mendaftarkan diri. Cukup datang dan mendengarkan.

Contact Person : 083 865 579 000 (Abu Musa)

PEMBANGUNAN MUSHOLA PUTRI MASJID UMAR BIN KHOTHTHOB KARTASURA

Pendahuluan

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Rabb sekalian alam yang telah memberikan karunia hidayah taufiq kepada hambaNya, baik itu berupa ilmu, iman dan amal shaleh. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarga para shahabat dan orang-orang yang mengikuti dan membela sunnah beliau sampai hari kiamat.

Masjid adalah tempat terbaik dimuka bumi, karena masjid adalah tempat beribadah kepada Allah bagi umat islam. Banyaknya masjid yang ada pada hari ini pertanda bahwa kebutuhan kepada Allah adalah sesuatu yang diutamakan.  Sebagaimana kita melihat hampir di setiap tempat di negara ini telah berdiri masjid.
Oleh karena itu kami sadar sepenuhnya upaya mendirikan masjid ini untuk memfasilitasi kebutuhan ilmu agama bagi seluruh kaum muslimin di sekitar tempat kami mendirikan, dimana dengan pembekalan ilmu Agama dan meningkatnya keimanan diharapkan Masjid akan terwujud kemakmurannya.
Kehadiran mushola putri disamping Masjid Umar bin Khoththob yang ada insya Allah akan sangat bermanfaat bagi pengunjung Rumah Sakit Karima Utama (RSKU ) dan mendukung kajian-kajian rutin dan Kajian-kajian Insindental yang sering diadakan di Masjid Umar bin Khoththob.


Latar Belakang

Kartasura merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam, akan tetapi jauhnya mereka dari pemahaman dan pengamalan terhadap agamanya merupakan fenomena yang banyak terjadi pada mayoritas penganutnya. Disisi lain propaganda pendangkalan aqidah dan pemurtadan begitu terasa di daerah tersebut.
Untuk itu Masjid Umar Bin Khoththob yang berdiri diatas tanah wakaf dr.Tunjung Soeharso, SpOT yang berada di wilayah Kartasura memerlukan tempat yang ideal untuk mengembangkan da’wah, khususnya bagi kaum muslimat, karena masjid yang sekarang terlalu sempit untuk kajian bersama muslimin dan muslimat.


Landasan Berpijak

Allah Ta’ala berfirman
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk  golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”( QS. At-Taubah 18)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuhbulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji Alloh melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Alloh Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”( QS Al-Baqoroh : 261)

Rasululloh Shalallohu ‘Alaihi Wa Salam bersabda yang Artinya :
“Sesungguhnya diantara amalan dan kebaikan yang mengikuti seorang mukmin setelah matinya adalah ilmu yang diajarkan dan disebarkan, anak Sholihyang ditinggalkannya, atau mushaf yang diwariskannya atau masjid yang dibangunnya atau rumah yang dibangun bagi Ibnu sabil, atau sungai yang dialirkannya, atau shodaqoh yang dikeluarkan dari hartanya akan mengikutinya setelah meninggalnya”(HR Ibnu Majah1/196, Al-Baihaqi dan lbnu Khuzaimah dalam shohihnya. Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam Targhib wa Tarhib no. 74 )


Maksud dan Tujuan

Maksud dan Tujuan pembangunan Mushola Putri Masjid Umar Bin Khoththob ini adalah :
  1. Menambah fasilitas untuk beribadah bagi Muslimat khususnya bagi pengunjung Rumah Sakit Karima Utama (RSKU).
  2. Sebagai pusat penyelenggaraan kajian islam dan kegiatan di daerah Kartosuro dan sekitarnya.
  3. Sebagai tempat pengembangan dan kaderisasi sumber daya manusia yang beraqidah benar, berakhlak mulia dan memiliki pemahaman yang lurus sesuai dengan pengamalan Salafush Sholih
.

Lokasi Pembangunan Masjid

Lokasi tanah terletak disebelah utara Masjid Umar bin Khoththob Jl. Amarta Raya 6-8 Ngabeyan Kartasura Sukoharjo Jawa Tengah.


Perencanaan Anggaran

Anggaran ymgdibutuhkan untuk pembangunan Mushola Putri Masjid Umar bin Khoththob Rp. 248.065.000,- ( Dua ratus empat puluh delapan juta enam puluh lima ribu rupiah ) bisa dilihat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).


Mekanisme Penyaluran Dana

Bagi kaum Muslimin yang ingin membantu pembangunan Mushola Putri Masjid Umar Bin Khothtob ini bisa menyalurkan donasinya melalui:
  1. Rekening Bank Muamalat No. 0117169434 a.n. Ferry Apriliawan qq Masjid Umar bin khoththob.Bagi  muhsinin/Donatur yang telah menyalurkan bantuannya melalui rekening diatas mohon bisa memberikan informasi via telepon atau SMS kepada Ferry Apriliawan ( 085229091916)
  2. Diserahkan langsung kepada Panitia di lokasi Masjid Umar bin Khoththob pada sore hari (Ba’da Maghrib)
  3. Dimasukkan kekotak infaq di lokasi Masjid Umar bin Khoththob
  4. Panitia/Petugas


Penutup

Demikian proposal ini kami buat, semoga dapat memberikan gambaran kegiatan pembangunan Mushola Putri Masjid Umar Bin Khothob. Kami mengharapkan peran serta Bapak /lbu/Saudara sekalian dalam kegiatan ini. Atas perhatian dan peran serta bapak/Ibu/Saudara sekalian kami mengucapkan terima kasih, jazaakumullaahu khoiron.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan, Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,Sesungguhnya Allah aamat berat siksa-Nya,” (QS. Al-Maidah : 2)
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami (Alloh) anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan hidayah, ilmu yang bermanfaat serta amal sholeh kepada kita dan kaum muslimin. Terakhir semoga aktivitas yang kami lakukan ini menjadi amal jariyah yang terus menerus mengalir pahalanya dari sisi Allah dan menjadi bekal ketika menghadap Alloh .


Untuk download Proposal Pembangunan Mushola Putri secara lengkap klik Proposal Pembangunan Mushola Putri MAsjid UBK


Sumber : http://masjidubksolo.wordpress.com/2011/09/18/pembangunan-mushola-putri-masjid-umar-bin-khoththob/

Penamaan Salafiyyah Bukanlah Bid'ah

Telah banyak dan sering kali tersebar penyebutan nama Salafiyyah dan kata-kata “Salafy”, yang datang dari orang-orang yang jujur, dan memahami berdasarkan pengetahuan/pengalaman mereka. Tapi di waktu lain muncul informasi dari syaithan yang ada dari kebanyakan manusia, yang ingin menyingkirkan dakwah yang benar (Islamiyyah), mengaburkannya, dan menggantinya dengan seruan bid’ah/inovasi baru dan halusinasi dari pikirannya.
Sehingga (hal diatas) menimbulkan prasangka :


1. Penamaan Salafiyyah adalah Bid’ah (atau Inovasi baru dalam Dienul Islam)

Kata “salafiyyah” sebenarnya tidak pernah dipakai selama masa Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam) dan Sahabatnya – sebab di jaman mereka faktanya hanya ada satu pemahaman yakni ISLAM dan tidak perlu penyebutan dgn istilah seperti “Salafiyyah) pada waktu itu.
Akan tetapi ketika muncul fitnah/bencana dan sekte-sekte/aliran dalam Islam, sehingga Ummat terpecah-belah, maka muncullah Ulama dari Ummat (Islam) yang tetap teguh di atas kebenaran dan Ulama yang berada di atas kesesatan. Sehingga merekapun (Ulama yang diatas al Haq) disebut sebagai “Ahl ul-Hadits” dan “as-Salaf”.
Imam Abu Hanifah (meninggal tahun 150 H) Rahimahullah berkata:”Ikutilah Atsar (yang telah diriwayatkan) dan jalannya para Salaf (ulama yang terdahulu yg sholih) serta berhati-hatilah pada perkara-perkara yang baru (inovasi baru dalam Dien), sebab hal itu adalah bid’ah” (Diriwayatkan oleh As Suyuthi dalam Saunul Mantiq wal Kalam hal.32)
Berdasarkan hal diatas, bahwa as-Salafiyyah membedakan dari berbagai macam kelompok Islam, yang mana mereka (as salaf) menisbahkan dirinya pada apa yang bisa menjamin mereka pada kebenaran dan Islam yang benar, yaitu dengan mengikuti apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya berada diatasnya, seperti yang telah disebutkan dalam hadits yang shahih.
Kata salaf sendiri pernah dipakai pula oleh Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu ketika beliau berkata pada Fathimah, “Aku adalah sebaik-baik Salaf untukmu” (HR. Muslim no.2450)
Imam Muslim membawakan perkataan dari muqoddimah Shahihnya (Shahih Muslim hal 16) mengenai Abdullah Ibnul Mubarak yang berkata di depan orang-orang, “Tinggalkan hadits-haditsnya ‘Amr bin Tsabit, yang dia gunakan untuk mencaci-maki para Salaf”.
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata:”Bagaimana bisa dikatakan membikin aliran/mahdzab apabila Salaf disebut bid’ah, (apalagi disebut sebagai) bid’ah yang sesat ? Dan bagaimana bisa dikatakan Bid’ah ketika mengikuti madzhab Salaf yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah, Al Haq dan Petunjuk ? (Al Bayan hal.156)
Oleh karena itu, (seseorang) menisbahkan diri pada Salaf, dimana Salafiyyahpun bukan termasuk kebid’ahan, malah hal ini adalah merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin semua untuk menganut pada aqidah dan manhaj Salaf. Maka dapat dikatakan “Kalau penamaan Salafiyyah saja dikatakan bid’ah, maka begitu pula dengan penamaan Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. Dan penggunaan istilah Ahlusunnah wal Jama’ahpun tidaklah tersembunyi/diketahui (sama seperti tujuan penamaan Salaf – di jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya)
Sayangnya, Ahlusunah wal Jamaah tidak lagi cukup untuk membedakan antara orang yang sesat dan orang yang mengikuti kebenaran. (karena kini orang yang sesat pun menyebut dirinya Ahlusunnah)
Demikian juga dengan kata-kata “Salafy” tidaklah mampu membedakan Salafi yang tulen, siapa yang benar-benar Salafy dalam aqidah dan manhaj, dan antara hizbi (aliran) yang memakai jubah “Salafiyyah”, dan mengklaim dirinya Salafy.
Jika Aqidahnya Salafi, tetapi pemikirannya berasal dari Qutbi (pemikiran pengikut Qutbiyyah) atau prinsip-prinsip Hizbi, pikirannya dan tingkah lakunya (seperti Hizbi). Lalu dia menunjukkan kebencian terhadap Salafy, mencela Masyayikh, akan tetapi tetap mengklaim diri Salafi. Maka dalam sudut pandang yang mereka pakai dan sikap loyalitas dan kebencian (Al Wala’ dan Al Bara’) menurut cara mereka (hizbi), maka dapat dilihat mereka kebalikannya (bukan Salafy).
Maka inilah Salafy yang sebenarnya dan memberikan pelajaran penting akan pentingnya menuntut ilmu (Dien) , sehingga kebenaran akan nyata terlihat, dan tidak mudah orang-orang membodohi mereka (Penuntut ilmu).

2. Allah telah menamai kita muslim, kenapa harus menisbahkan diri kita pada Salaf
Syubhat ini telah dijawab dengan sangat indahnya oleh Al Imam Al Albani dalam diskusinya dengan seseorang (Abdul Halim Abu Syakkah), yang direkam dalam kasetnya yang berjudul “Saya seorang Salafy”, dan inilah sebagian hal yang penting dari diskusi itu:
Syaikh Al Albani berkata : “Jika dikatakan padamu, apa madzhabmu, maka apa jawabanmu?”
Penanya : “Muslim”
Syaikh Al Albani : “Ini tidaklah cukup”
Penanya : “Allah telah menamai kita dengan muslim (kemudian dia membaca firman Allah), ‘Dialah yang telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu (Al Haj Surat 22 ayat 78)’”
Syaikh Al Albani : “Ini merupakan jawaban yang tepat, jika kita berada disaat Islam itu pertama kali muncul, sebelum firqah-firqah bermunculan dan menyebar. Tapi jika ditanyakan, pada saat ini, pada setiap muslim dari berbagai macam firqah yang berbeda dengan kita dalam masalah aqidah, maka jawabannya tidaklah jauh dari kalimat ini.

Mereka semua, seperti Syi’ah Rafidlah, Khariji, Nusayri Alawi, akan berkata ‘Saya muslim’. Sehingga penyebutan “muslim” (saja) tidak cukup pada saat ini.”
Penanya : “Kalau begitu, (saya akan berkata) saya adalah Muslim berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah”
Syaikh Al Albani : “Ini juga tidak cukup”
Penanya :”Kenapa?”
Syaikh Al Albani : “Apakah kamu menemukan dari mereka yang telah kita sebutkan tadi, akan mengatakan ,’kami adalah adalah muslim yang tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?’ atau seorang dari mereka berkata “Saya seorang Muslim tetapi tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?”
Maka selanjutnya Syaikh Al Albani menjelaskan dengan jelas akan pentingnya berada di atas Al Qur’an dan As Sunnah dan memahami di atas cahaya (pemahaman) Salafush Shalih (pendahulu yang sholih).
Penanya : “Kalau begitu, saya akan menyatakan bahwa saya adalah muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih”
Syaikh Al Albani : “Jika seseorang bertanya padamu tentang madzhabmu, apakah ini yang akan kamu katakan?”
Penanya : “Ya”

Syaikh Al Albani : “Bagaimana pendapatmu, bila kita menyingkat kalimat ini dalam pembicaran (Muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih), yang lebih ringkas dan menunjukkan makna dengan ‘Salafi’”. (Selesai penukilan)
Maka intisari dari percakapan itu adalah penamaan muslim atau sunni tidaklah cukup, sebab semua orang akan menyatakan demikian.
Dan Imam Al Albani telah menekankan pentingnya Al Haq untuk membedakan diri dari kebathilan, dengan berdasarkan pada aqidah dan manhaj, yang diambil dari Salafus Shalih, yang merupakan lawan dari macam-macam firqah dan hizbi yang memahami Dien ini dengan berdasarkan pada pemikiran guru-guru mereka atau pemimpin-pemimpin mereka dan tidaklah mereka mengambilnya dari Salaf -secara mendasar -.
(bersambung)

(Diterjemahkan oleh tim Salafy.or.id dari http://www.salafipublications.com/sps/ Artikel ID : SLF010007)

Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Dua Golongan Umat Islam

Oleh :
Yazid bin Abdul Qadir Jawas


TAQDIM
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan umat Islam masuk neraka dan satu golongan umat Islam masuk surga adalah hadits lemah, dan yang benar kata mereka adalah tujuh puluh dua golongan masuk surga dan satu golongan saja yang masuk neraka, yaitu golongan zindiq. Mereka melemahkan hadist tersebut karena tiga hal :
  1. Karena sanad-sanadnya ada kelemahan.
  2. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya : satu hadits mengatakan 72 golongan masuk neraka, di hadits lain disebutkan 71 golongan dan di lain hadits disebutkan 70 golongan lebih tanpa menentukan batasnya.
  3. Karena makna (isi) hadits tersebut tidak cocok dengan akal, semestinya kata mereka ; umat Islam ini menempati surga atau minimal menjadi separoh penghuni ahli surga.
Dalam tulisan ini Insya Allah saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya hadits ini serta penjelasan dari para Ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang kemusykilan yang ada, baik dari segi sanadnya maupun dari segi maknanya. 

JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT
Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan dan satu golongan yang masuk surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh ahli hadits dari 14 (empat belas) shahabat Rasulullah SAW, yaitu ; Abu Hurairah, Mu'awiyah, Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash, Auf bin Malik, Abu Umamah, Ibnu Mas'ud, Jabir bin Abdillah, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu Darda', Watsilah bin Al-Asqa', Amr bin 'Auf Al-Muzani, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ariy, dan Anas bin Malik.
Sebagian dari hadit-hadits tersebut ialah : 

4596 حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً *
 
Artinya :
"Dari Abu Hurairah ia berkata : "Telah bersabda Rasulullah SAW. Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan Kaum Nashrani telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan".

Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh :

  1. Abu Dawud : Kitabus Sunnah, 1 bab Syarhus Sunnah 4 : 197-198 nomor hadits 4596. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud.
  2. Tirmidzi : Kitabul Iman, 18 bab Maa ja'a fi 'Iftiraaqi Hadzihil Ummah, nomor 2778 dan ia berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH. (lihat Tuhfatul-Ahwadzi VII : 397-398).
  3. Ibnu Majah : 36 Kitabul Fitan, 17 bab Iftiraaqil Umam, nomor 3991.
  4. Imam Ahmad dalam Musnadnya 2 : 332 tanpa menyebutkan kata Nashara.
  5. Hakim dalam kitabnya : Al-Mustadrak : Kitabul Iman 1 : 6 dan ia berkata : Hadits ini banyak sanadnya dan berbicara masalah pokok-pokok agama.
  6. Ibnu hibban dalam kitab Mawaariduzh-Zhan'aam: 31 Kitabul Fitan, 4 bab Iftiraaqil Umam, halaman 454 nomor 1834.
  7. Abu Ya'la Al-Mushiliy dalam kitabnya Al-Musnad : Musnad Abu Hurairah.
  8. Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab "As-Sunnah", bab 19-bab Fima Akhbara Bihin Nabi Anna Ummatahu Sataf Tariqu juz I hal. 33 nomor 66.
  9. Ibnu Baththah Fil Ibanatil Kubra : bab Dzikri Iftiraaqil Umma Fiidiiniha, Wa'alakam Tartaraqul Ummah ?. juz I hal. 228 nomor 252.
  10. .Al-Aajurriy dalam kitabnya "Asy-Syari'ah" bab Dzikri Iftiraaqil Umam halaman 15.
Semua ahli hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan Muhammad bin 'Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurarirah dari Nabi SAW. 

RAWI HADITS
  1. Muhammad bin 'Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Alilitsiy.
    • Imam Abu Hatim berkata : Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru).
    • Imam Nasa'i berkata : Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan pernah ia berkata bahwa Muhammad bin 'Amr adalah orang yang tsiqah.
    • Imam Dzahabi berkata : Ia seorang Syaikh yang terkenal dan haditsnya hasan.
    • Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia orang yang benar, hanya ada beberapa kesalahan.
(Lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil 8 : 30-31, Mizanul I'tidal III : 367, Tahdzibut Tahdzib IX : 333-334, Taqribut Tahdzib II : 196).
  1. Abu Salamah itu Abdur-Rahman bin Auf. Beliau adalah rawi Tsiqah, Abu Zur'ah berkata : Ia seorang rawi Tsiqah.
    (Lihat : Tahdzibut Tahdzib XII : 127. Taqribut Tahdzib II : 430).
DERAJAT HADITS
Hadits ini derajatnya : HASAN, karena ada Muhammad bin 'Amr, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH karena banyak SYAWAHIDNYA.
Tirmidzi berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH.
Hakim berkata : Hadits ini SHAHIH menurut syarat Muslim dan keduanya (yaitu : Bukhari, Muslim) tidak mengeluarkannya, dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (Mustadrak Hakim : Kitabul 'Ilmi juz I hal. 128).

Ibnu Hibban dan Asy-Syathibi dalam Al-'Itisham 2 : 189 menshahihkan hadits ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih No. 203 dan Shahih Tirmidzi No. 2128. 

4597 حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ ح و حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ قَالَ حَدَّثَنِي صَفْوَانُ نَحْوَهُ قَالَ حَدَّثَنِي أَزْهَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَرَازِيُّ عَنْ أَبِي عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ *
 
Artinya :
"Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu'awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kami dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. Adapun yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu "Al-Jama'ah".

Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh :

  1. Abu Dawud : Kitabus Sunnah, bab Syarhus Sunnah 4 : 198 nomor 4597. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud.
  2. Darimi 2 : 241 bab Fii Iftiraaqi Hadzihil Ummah.
  3. Imam Ahmad dalam Musnadnya 4 : 102
  4. Hakim dalam kitab Al-Mustadrak 1: 128.
  5. Al-Aajurriy dalam kitab "Asy-Syari'ah" hal : 18
  6. Ibnu Abi'Ashim dalam kitab As-Sunnah 1 : 7 nomor 1 dan 2.
  7. Ibnu Baththah Fil Ibanati Kubra 1 : 221, 223 nomor 245 dan 247.
  8. Al-Laalikai dalam kitab 'Syarhu Ushuulil i'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah 1 : 101-102 nomor 150 tahqiq Dr Ahmad Sa'ad Hamdan.
  9. Ashbahaani dalam kitab "Al-Hujjah Fi Bayaanil Mahajjah" fasal Fidzikril Ahwa' al Madzmumah al Qismul Awwal hal 177 nomor 107.
Semua Ahli Hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan :
Shafwah bin 'Amr, ia berkata : Telah memberitakan kepadaku Azhar bin Abdullah Al-Hauzani dari Abu 'Amr Abdullah bin Luhai dari Mu'awiyah. 

RAWI HADITS
  1. Shafwah bin 'Amir bin Haram as-Saksakiy : Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-'Ijliy, Abu Hatim, Nasa'i, Ibnu Sa'ad, ibnul Mubarak dan lain-lain.
    • Dzahabi berkata : Mereka para ahli hadits mengatakan ia orang Tsiqah.
    • Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah.
(Lihat : Tahdzibut Tahdzib IV : 376. Al-Jarhu wat Ta'dil IV : 422. Taribut Tahdzib I : 368, Al-Kasyif II : 27).
  1. Azhar bin Abdullah Al-Haraazi. Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-I'jiliy dan Ibnu Hibban. Imam Dzahabi berkata : Ia seorang tabi'in dan haditsnya hasan. Ibnu Hajar berkata : Ia Shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang nashb.
    (Lihat : Mizanul I'tidal I:173. Taqribut Tahdzib I:52. Ats-Tsiqat oleh Al-'Ijily hal.59 dan ASt-Tsiqat oleh Ibnu hibban IV : 38).
  2. Abu 'Amir Al-Hauzani ialah Abu Amir Abdullah bin Luhai.
    • Abu Zur'ah dan Daraquthni berkata : ia tidak apa-apa yakni boleh dipakai.
    • Al'Ijily dan Ibnu Hibban mengatakan dia orang Tsiqah.
    • Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah.
(Lihat : Al-Jarhu wa Ta'dil V : 145. Tahdzibut Tahdzib V : 327. Taqribut-Tahdzib 1 : 444 dan Al-kasyif II : 109). 

DERAJAT HADITS
Derajat hadits ini : HASAN, karena ada rawi Azhar bin Abdullah, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH dengan SYAWAHIDNYA.
Hakim berkata : Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. Dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (lihat : Al-Mustadrak I : 128).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Hadits ini Shahih Masyhur (lihat : Silsilah Hadits Shahih I : 359 oleh Syaikh Al-Albani). 

3992 حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ بْنِ سَعِيدِ بْنِ كَثِيرِ بْنِ دِينَارٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ *
 
Artinya :
"Dari Auf bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, satu golongan masuk surga, dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka". Beliau ditanya : "Ya Rasulullah, Siapakah satu golongan itu ?". Beliau menjawab ; "Al-Jama'ah".

Keterangan.
Hadits ini diriwayatkan oleh :

  1. Ibnu Majjah : Kitabul Fitan, bab Iftiraaqil Umam II:1322 nomor 3992.
  2. Ibnu Abi 'Ashim 1:32 nomor 63
  3. Al-Laaikaaiy Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah Wal Jama'ah 1:101.
Semuanya meriwayatkan dari jalan 'Amr bin 'Utsman, telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Sahfwan bin 'Amr dari Rasyid bin Sa'ad dari 'Auf bin Malik. 

RAWI HADITS
  1. 'Amr bin 'Utsman bin Sa'id bin Katsir Dinar Al-Himshi. Nasa'i dan Ibnu Hibban mengatakan : Ia orang Tsiqah (lihat : Tahdzibut Tahdzib VIII:66-67).
  2. 'Abbad bin Yusuf Al-Kindi Al-Himshi. Ibnu 'Adiy berkata : Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya. Ibnu Hajar berkata : Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi'nya). (Lihat Mizanul I'tidal II:380. tahdzibut Tahdzib V:96-97. Taqribut Tahdzib I:395).
  3. Shafwan bin 'Amr : Tsiqah (Taqribut Tahdzib I:368).
  4. Rasyid bin Sa'ad : Tsiqah (Tahdzib III:225. Taqribut tahdzib I:240).
DERAJAT HADITS
Derajat hadits ini : HASAN karena ada 'Abbad bin Yusuf, tetapi harus mejadi SHAHIH dengan beberapa SYAWAHIDNYA.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini SHAHIH dalam Shahih Ibnu Majah II:36 nomor 3226 cetakan Maktabul Tarbiyah Al'Arabiy Liduwalil Khalij cet: III tahun 1408H.
Hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3993. Imam Bushiriy berkata : Isnadnya Shahih dan rawi-rawinya tsiqah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3227. (Lihat : 7 sanad yang lain dalam Silsilah Hadits Shahih 1:360-361. 

2641 حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ الْأَفْرِيقِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي قَالَ أَبمو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مُفَسَّرٌ لَا نَعْرِفُهُ مِثْلَ هَذَا إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ *
 
Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitabul Iman, bab Maaja' Fiftiraaqi Hadzihi Ummah (edited here) dari shahabat Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash dan Imam Al-Lalikaiy juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushulil I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah I:99 No. 147 dari shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu : Siapakah golongan yang selamat itu ?. Beliau SAW menjawab :
"MAA ANAA 'ALAIYHI WA-ASH-HAABII"
"Ialah golongan yang mengikuti jejak-Ku dan jejak para shahabat-Ku". 

RAWI HADITS
Dalam sanad hadits ini ada rawi yang lemah yaitu : Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um Al-ifriqy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma'in, Imam Ahmad, Nasa'i dan selain mereka. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia lemah hapalannya.(Tahdzib VI:157-160. Taqribut Tahdzib I:480).


DERAJAT HADITS
Imam Tirmidzi mengatakan hadist ini HASAN, karena banyak syawahidnya. Bukan beliau menguatkan rawi ini, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan rawi ini. (Lihat : Silsilah Al-Hadits Shahihah No. 1348 dan Shahih Tirmidzi No. 2129). 

KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya umat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga adalah HADITS SHAHIH yang memang datangnya dari Rasulullah SAW, dan tidak boleh seorangpun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau dia dapat membuktikan secara ilmu hadits tentang kelemahan hadits-hadits tersebut. 

SEBAGIAN YANG MELEMAHKAN
Ada sebagian orang yang melemahkan hadits-hadits tersebut, karena melihat jumlah yang berbeda-beda, yakni; di suatu hadits tersebut 70, di hadits lain disebut 71, di hadits lain lagi disebutkan 72 terpecahnya dan satu masuk surga. Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu ?
  1. Di hadits 'Auf bin Malik dari jalan Nu'aim bin Hammad, yang diriwayatkan oleh Bazzar I:98 No. 172 dan Hakim IV:130 disebut 70 lebih dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena ada Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia banyak salahnya. Nasa'i berkata :Ia orang yang lemah. (Lihat : Mizanul I'tidal IV:267-270. Taqribut Tahdzib II:305 dan Silsilah Hadits Dha'ifah dan Maudhu'ah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
  2. Di hadits Sa'ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin "Ubaidah ar-Rabazi yang diriwayatkan oleh Al-Ajurriy Fisy-"Syari'ah", Bazzar fi "Kasyfil Atsar" No.284 dan Ibnu Baththah Fil "Ibanatil Kubra" No. 42,245,246, disebut 71 golongan sebagaimana Bani Israil. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena Musa bin 'Ubaidah adalah rawi LEMAH. (lihat : Taqribut-Tahdzib II : 286).
  3. Di hadits 'Amr bin Auf dari jalan Katsir bin Abdillah, dan dari Anas dari jalan Al-Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim I:129 dan Imam Ahmad, disebut 72 golongan. Tetapi sanad ada dua rawi di atas (Taqribut Tahdzib II:132, Mizanul I'tidal IV:347-348 dan Taqribut Tahdzib II:336).
  4. Di hadits Abu Hurairah, Mu'awiyah 'Auf bin Malik, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits disebut 73 golongan, yaitu ; 72 golongan masuk neraka dan 1 (satu) golongan masuk surga, dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
TARJIH
Hadits-hadist yang menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding hadits-hadits yang menyebut 70, 71 atau 72. 

MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal ketimbang wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih utama dibanding dengan akal manusia, karena manusia ini adalah lemah, jahil (bodoh), zhalim, sedikit ilmunya, sering berkeluh kesah, sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya (41:42).
Adapun soal makna hadits masih musykil (sulit dipahami) maka janganlah cepat-cepat kita menolak hadits-hadits shahih, karena betapa banyaknya hadits-hadits shahih yang belum kita pahami makna dan maksudnya .!!
Yang harus digarisbawahi adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih tahu daripada kita. Rasulullah SAW menerangkan bahwa umatnya akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqah,semuanya ini telah terbukti. Yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah As-Shahihah dan penjelasan para shahabat dan para Ulama Salaf, agar kita menjadi golongan yang selamat dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok sesat yang kian hari kian berkembang.
Wallahu 'alam.

------------------------------------
Tambahan:

Dari Muawiyah bin Abu Sufyan berkata,
Ketahuilah, bahwasanya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah kami, lalu bersabda, Ketahuilah, bahwasanya Ahlul Kitab sebelum kalian terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan bahwasanya. umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua di neraka, dan hanya satu yang di surga, yaitu Al Jama'ah.
Diriwayatkan oleh Ahmad 4/102; Abu Dawud no. 4597; Darimi 2/241; Thabrani 19/367, 88-885; Hakim 1/128; dan yang lainnya. Hadits ini shahih. Juga dikeluarkan oleh Ahmad 2/332; Abu Dawud no. 4596:7 Tirmidzi no. 2642; Ibnu Majah no. 3990; Abu Ya'la no. 5910, 5978, 6117; Ibnu Hibban 14/6247 dan 15/6731; Hakim 1/6, 128, dan lainnya dari hadits Abu Hurairah, dan Hakim mempunyai beberapa riwayat lain dalam jumlah banyak dari hadits Anas bin Malik, Abdullah bin Amr bin Al Ash, dari yang selainnya.

Hadits ini dishahihkan oleh Tirmidzi; Hakim; Adz Dzahabi, dan Al Jazajani dalam kitab Al Bathil 1/302; Al Baghawi dalam Syarh Sunnah 1/213; Asy Syathibi dalam Al I'tisham 2/698, Tahqiq Salim Al Hilali; Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 3/345; lbnu Hibban dalam Shahih-nya 4/48; lbnu Katsir dalam tafsirnya 1/390; lbnu Hajr dalam Tarikh Al Kasysyaf halaman 63; Al Iraqi dalam Al Mughni 'An Hamlil Asfar, no. 3240; Al Bushairi dalam Mishbahuz Zujajah, halamnan 4/180; Al Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 203, dan yang lainnya.
Sangat banyak. Sengaja saya sebutkan ini semua, untuk membuat ahli bid'ah yang berupaya melemahkan hadits yang agung ini, menjadi sia-sia -aku ingin menjadikan mereka bisu.
Al Hakim berkata tentang hadits ini,
"Hadits yang agung atau banyak, sebagaimana sebagian ulama telah menempatkannya dalam hadits-hadits yang pokok."
[ Tambahan dikutip dari : "Hanya Satu Jalan Menuju Allah" oleh Syaikh Abdul Malik Bin Ahmad Ramdhani yang dimuat pada Majalah As-Sunnah 08/VII/1421H hal 28 - 34.]