3 Pilar Kesuksesan Sejati (3)

Ilustrasi sukses (foto dari waspada.co.id)
3 langkah sukses yang kita bincangkan di muka adalah satu kesatuan. Jika ingin adalah bahan bakar, yakin adalah peta yang harus dilalui agar sampai pada tujuan seefektif mungkin, maka aksi -langkah ke 3- adalah kendaraan yang akan mengantarkan kita dalam mewujudkan mimpi-mimpi itu.

Sehingga, 3 langkah ini adalah harga mati. Tidak bisa ditawar atau dipisah. Merupakan kesatuan utuh yang dengannya, mimpi akan menjadi fakta. Jika kita mencoba untuk mengabaikan satu diantaranya, maka gagal adalah jaminannya.

Kita sudah menyelesaikan Ingin. Jalannya ada 3 : banyak baca, banyak gaul, banyak jalan. Kemdudian Yakin. Pintunya juga ada 3 : tuliskan, susun langkah dan doa. Maka sehebat apapun ingin dan yakin kita, ketika tidak diiringi aksi nyata, maka ia bagaikan mimpi di siang bolong.


Aksi ibarat kendaraan. Seberapapun banyak bahan bakar yang kita miliki, seberapapun detail peta yang kita susun, jika kita tak punya kendaraan, apapun jenisnya, maka kita tak mungkin sampai di tujuan. Kendaraan ini banyak macamnya. Bisa punya kita sendiri, bisa juga dipinjami. Bisa pula meminta orang lain untuk menjalankan misi kita. Intinya, keberadaan kendaraan ini mutlak adanya.

Di langkah ini, kita juga memerlukan 3 hal : kesungguhan, kecerdasan dan kesabaran. Kesungguhan adalah sikap yang bisa membuat kita bersemangat. Tidak mudah menyerah dan melaksanakan semuanya sepenuh hati. Satu hal yang bisa ditempuh agar kita sungguh-sungguh adalah sadari manfaatnya.

Kesungguhan tidaklah cukup tanpa kecerdasan di dalamnya. Cerdas adalah memahami medan. Sehingga bisa menempuh rute yang sama dalam waktu yang paling cepat dengan selamat pula. Jika kesungguhan tidak diikuti dengan kecerdasan, bisa mengarah pada kerja yang membabi buta. Termasuk di dalamnya buang waktu dan potensi.

Maka kesungguhan dan kecerdasan itu bukanlah hal yang instan. Harus dibumbui kesabaran agar bisa sampai dengan gemilang. Sabar adalah nutrisi yang bisa membuat kendaraan berjalan stabil. Sabar adalah jalan pintas menuju kesuksesan. Sabar bukanlah berpangku tangan dan menunggu durian runtuh. Melainkan upaya mencari yang terbaik diantara sekian banyak cara. Sabar juga merupakan upaya mengumpulkan seribu langkah dari hentakan pertama. Atau menabung 100 Kg emas batangan dengan mulai mengumpulkan rupiah untuk membelinya gram demi gram.

Sedikit contoh tentang minimnya aksi. Mungkin kita juga pernah mendapatinya. Sebut saja Fulan. Ia sahabat Penulis. Sering bercerita bahwa ia ingin menjadi penulis pula. Sering berdiskusi. Tentang kiat praktis juga hal-hal yang bersifat motivasi. Termasuk di dalamnya memberi contoh. Tapi apa mau dikata? Si Fulan ini membaca saja jarang. Baru 15 menit membuka buku, dia sudah pusing. Jika tidak pusing, dia tertidur. Pernah memang, tulisannya dimuat di media online. Tapi terlalu lama bergembira sehingga lupa menulis lagi. Sampai sekarang, tak ada satupun pemuatan berikutnya.

Ingin dan yakinnya tidak berlanjut pada aksi. Sehingga semuanya tinggal angan kosong. Maka, aksi adalah kendaraan yang akan membuat bahan bakar ingin kita bermanfaat sempurna dan membuat peta yakin kita ditepati dengan baik. Dan ketiga hal ini -ingin,yakin dan aksi- adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Memisahkan satu diantara ketiganya, adalah cara paling pasti menuju kegagagalan.

Jadi, ingat 3! Lakukan ketiganya. Bukan satu, dua atau satu dan dua. Melainkan 3. Itulah jalan sukses yang insya Allah akan membuat mimpi kita menjadi nyata. Oya, 3 hal tersebut seiiring sejalan. Saling melengkapi. Sehingga 3 langkah ini, tak bisa ditawar lagi. Ingat ya, 3!


Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com, Owner Toko Buku Bahagia



Awas! Ada Promosi Israel di SCTV

Belanja di Tel Aviv (LIputan6)
Rabu (30/10) pukul 17.20 tepatnya, mataku langsung tertuju pada berita di televisi mengenai Israel. Yang aku herankan, tidak biasanya acara Liputan 6 menyiarkan berita Israel, apalagi bernada promosi.

"Belanja di Tel Aviv" demikian judul reportasenya. Ketika kusimak lebih seksama, siaran itu berisi promosi agar berbelanja ke Tel Aviv dan jaminan keamanan berbelanja di sana.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa tanah milik Israel adalah hasil jajahan yang telah direbut dari Palestina, termasuk Tel Aviv yang kini menjadi ibukota Israel. Hingga saat ini pun Israel masih menjajah Palestina.

Mengapa promosi Israel ini menjadi tayangan SCTV? Adakah agenda tersembunyi di baliknya? Indonesia sebagai negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia harusnya mendukung atas kemerdekaan Palestina. Tapi yang tergambar oleh pemberitaan di Liputan 6 justru seakan membiaskan hal itu. Seolah tidak terjadi apapun antara Israel dengan Palestina yang higga kini masih berjuang mempertahankan tanah mereka.

Sebagai stasiun televisi yang baik harusnya SCTV, khususnya Liputan 6 memberitakan hal-hal yang tidak terkesan pro pada Israel yang merupakan representasi penjajahan di milenium ketiga. Sejalan dengan aspirasi umat Islam di Indonesia, akan lebih baik stasiun TV di negeri ini mendukung Palestina..

Selain itu, kepekaan masyarakat muslim di Indonesia atas kepeduliannya dengan nasib saudaranya seiman yang ada di Palestina bisa terlihat dari respon atas tayangan seperti ini. Jika masyarakat menyambut baik ajakan Liputan 6, ini pertanda propaganda tersebut berhasil. Semoga saja masyarakat kita masih kritis sehingga melayangkan protes ke KPI atas tayangan tersebut. Sebagaimana Februari lalu umat Islam memprotes keras Metro TV yang menayangkan program Inside bertajuk "Berdarah Yahudi, Bernafas Indonesia". [Gresia Divi]

Cuplikan video bisa dilihat di bawah ini, sedangkan video lengkap bisa dilihat di http://video.liputan6.com/main/read/22/1162183/0/liputan6-petang-30-10-2013-3-kelangkaan-buku-nikah-jendela-dunia-belanja-di-tel-aviv?wp.vido



Di Tempat Kuliah, Aku Mengenal Tarbiyah

Halaqah (Film Sang Murabbi)
Sejak kelas dua SMA, tepatnya setelah putus dari pacar, karena sudah paham hukum haramnya pacaran, keinginanku untuk mengenal, mempelajari, dan mengamalakan risalah al-Islam sangat tinggi. Tapi sampai lulus SMA juga, aku masih tetap belum merasakan kenikmatan memeluk agama Islam ini. Aku tidak tahu saat itu, ke mana harus belajar tentang Islam? Perlu diketahui, saat itu - bahkan katanya sampai sekarang - di SMA ku belum ada yang namanya kegiatan Rohani Islam atau akrab dengan sebutan Rohis.

Sempat bingung akan melanjutkan kuliah ke mana, akhirnya qodarullah, aku melabuhkan pilihan ke sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di kota Bandung, dengan masuk di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Komunikasi. Sampai aku masuk kuliah, prinsip hidupku yaitu mengalirkan saja mengikuti arus yang ada. Belum ada tujuan, belum ada cita-cita yang jelas, yang kemudian semua itu harus aku perjuangkan. Hidup mengalir saja seperti air, pikirku saat itu.

Kemudian cerita berlanjut saat aku mengikuti kegiatan di organisasi pers islam kampus dan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Di sinilah aku memulai perkenalan secara mendalam terhadap Allah, Rosul-Nya, dan Al-Islam. Melalui pengajian sistem berkelompok, yang kemudian dikenal dengan sebutaan liqo atau halaqah. Dari kajian-kajian tiap pekan inilah, akal dan perasaanku mulai tersadarkan tentang bagaimana aku harus mengerti, memahami, dan mengamalkan konsep-konsep risalah al-Islam ini secara kaffah (menyeluruh).

Dan untuk mencapai tingkatan mengerti, memahami, dan mengamalkan konsep-konsep al-islam ini, memang tidaklah semudah memabalikkan kedua tangan. Materi-materi yang diajarkan pada pengajian itu, sering juga bertentangan dengan pendapat-pendapat yang selama ini aku pegang dan yakini. Namun perlahan secara pasti atas hidayah-Nya, akal dan perasaanku akhirnya mulai menerima materi-materi yang diajarkan dalam pengajian itu.

Di mulai dengan materi ma’rifatunnas, yang membuat diriku memahami, dari mana kita diciptakan? Untuk apa kita diciptakan? Akan ke mana kita setelah mati atau bumi ini hancur setelah hari kiamat? Siapa teman dan musuh kita sesungguhnya di dunia ini? Apa petunjuk hidup kita? Dari mar’rifatunnas kemudian berlanjut ke materi ma’rifatullah. Melalui ma’rifatullah ini aku mengenal yang namanya ilmu tauhid. Tauhid Rubbubiyah, Uluhiyyah, dan Mulkiyah. Itu lah tauhid yang kupelajari dalam liqo berdasarkan surat an-Nas (114) ayat 1-3, yang merupakan surat terakhir dalam Al-Qur’an. Inti dari materi ini, menyuruh kita untuk hanya mengabdikan seluruh kehidupan kita dari yang terkecil sampai yang terbesar hanya kepada Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal apapun. Singkatnya memahami dan mengaplikasikan kalimat Asyhadu ala ilaha illallah. Aku bersaksi tiada ilah kecuali Allah.

Berikutnya ma’rifaturrosul, mengenal konsep ar-rosul dan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini. Memahami dan mengamalkan konsep Nabi Muhammad SAW sebagai seorang teladan dan pemimpin yang harus diikuti oleh siapapun yang mengakui dan meyakini risalah yang dibawanya. Intinya, mengaplikasikan kalimat syahadah Wa asyhadu Muhammad rosulullah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kemudian, dari materi ma’rifatudin aku mengenal tentang kelengkapan dinul islam. Islam adalah bukan hanya soal shalat, zakat, shaum, dan haji saja, tetapi sebuah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan dari mulai urusan makan sampai dengan urusan negara dan perang.

Dari empat materi itulah, aku baru mulai merasakan bahagianya meyakini, memahami, dan mengamalkan al-Islam ini. Itulah materi-materi yang aku dapatkan di tempat kuliahku. Yang di kemudian hari aku tahu, bahwa materi yang kupelajari dalam kajian itu merupakan mater-materi yang disampaikan oleh mereka-mereka yang berjuang dalam sebuah gerakan, yang bernama gerakan tarbiyah. Sebuah gerakan yang cukup fenomenal yang mulai muncul sekitar tahun 1970-an, di bawah asuhan M. Natsir. Dan dikukuh lagi pada tahun 2001 pada sebuah seminar dengan judul “Tarbiyah di Era Baru” di gelar di Masjid Salam, Universitas Indonesia, Depok. Dan pada acara itu juga lah Tarbiyah bersepakat mendaulat K.H. Rahmat Abdullah, yang saat itu menduduki jabatan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan sebagai Syaikhut Tarbiyah, sang Syaikh Tarbiyah. Sebuah babak baru yang lain dari gerakan Tarbiyah yang sempat pula disebut dengan Jamaah Usrah ini.

Lima tahun sudah aku bersama Tarbiyah ini, bercengkerama, mengambil saripati-saripati kebaikan, menikmati keindahan ukhuwah, mengarungi luasnya kebesaran-Nya, serta terus berazzam untuk berjuangan mencapai kematian yang syahid! Semoga Allah SWT memberikan hidayah dan taufik kepadaku, dan semoga aku tetap istiqomah dalam jalan ini. Di Tempat Kuliah, Aku Mengenal Tarbiyah…

“Kekuatan pertama sesungguhnya adalah iman, buah dari iman adalah kesatuan, dan produk dari kesatuan adalah kemenangan yang gilang gemilang.” (Hasan Al Banna)

Penulis : Adi Permana Sidik
Karawang, Jawa Barat

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Di Balik Idul Ghadir Syiah Bukan Islam (Video)

Syiah bukan Islam
Pengikut Syiah di Indonesia semakin berani menggelar perhelatan-perhelatan besar. Salah satunya, perayaan Idul Ghadir 26 Oktober 2013, yang ternyata sebagian pesertanya mengaku tidak tahu bahwa mereka sedang menghadiri hari raya Syiah. Dalam video ini, sejumlah peserta mengaku diajak atau tertarik dengan tema “seminar” yang digelar di SMESCO jalan Gatotsubroto kav 94 Jakarta tersebut.

Selain pengakuan mereka, video ini juga “menelanjangi” ajaran Syiah, khususnya terkait Idul Ghadir dan doanya yang mengkafirkan Abu Bakar, Umar dan Ustman serta menyebut mereka sebagai berhala. Kutipan-kutipan langsung dari kitab-kitab Syiah, membuat Khazanah Trans7 edisi “Doa Idul Ghadir” ini secara ilmiah menunjukkan kesesatan Syiah serta menjadi bukti bahwa Syiah bukan Islam.


Kapolri Sutarman Dukung Polwan Berjilbab


Kapolri Komisaris Jenderal Pol Sutarman mendukung diresmikannya peraturan Polwan berjilbab. Pernyataan ini disampaikan dalam sambutan di acara serah terima ibu asuh/Bhayangkari, Rabu (29/10).

Dengan adanya dukungan dari Kapolri yang baru dilantik beberapa pekan lalu ini, Pokja SKEP Jilbab Polwan akan semakin cepat bergerak menuntaskan aturan baru yang mengakomodir pemakaian jilbab bagi Polwan.

"Kemarin-kemarin kan ada pergantian Kapolri, jadi pengesahannya agak tersendat. Alhamdulillah dengan statement ini kami semakin cepat bergerak," ujar AKBP DM Utami, salah seorang anggota Pokja yang memproses SKEP Jilbab Polwan, seperti dikutip Muslimdaily.

Perizinan berjilbab di kalangan Polwan ternyata sudah menjadi isu di kalangan Kepolisian sejak 2003. Namun, isu ini mulai ramai diperbincangkan sejak 2005. Dukungan masyarakat di media sosial mempermudah jalan lahirnya peraturan jilbab Polwan.

“Banyak ujian dalam memperjuangkannya, sampai akhirnya Allah memberi jalan pada tahun 2013. Peran masyarakat di jejaring sosial yang ramai memperbincangkan izin jilbab untuk Polwan sangat membantu.” ujar Desi Kurnia Sari, fashion designer yang mendapat tugas membuat desain jilbab Polwan.

Sebagai desiner, Desi juga menjelaskan bahwa pakaian Polwan untuk muslimah akan dibuat longgar dan tidak ketat sehingga menutup aurat dengan lebih baik. “Semoga Polwan dengan pakaian yang baik akan lebih baik dalam bekerja untuk mencari keridhoan-Nya,” kata desainer yang kerap dipanggil Ummi Ayyesha.

Dalam wawancara dengan Muslimdaily, Utami meminta dukungan doa dari masyarakat Indonesia untuk kelancaran pengesahan SKEP Jilbab Polwan ini. "Mohon doanya semoga Allah lancarkan dan mudahkan semua urusan ini.. aamiin," ujarnya. [AM/MD]

Bergabung dengan Mujahidin Suriah, Artis China Ini Siap Mati

Chen Weiming - artis China yang bergabung dengan Mujahidin Suriah
Video bergabungnya artis China Chen Weiming dengan Mujahidin Suriah untuk melawan rezim Bashar Asad menarik perhatian pengguna media sosial. Di Youtube, puluhan pengguna memberikan komentar atas langkah artis yang pernah mengambil bagian dalam protes di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989 itu.

Chen memutuskan untuk bergabung dengan tentara Mujahidin setelah melihat Mujahidin melindungi anak-anak, perempuan dan warga sipil tak berdosa. Seperti terlihat dalam video ini, Chen berkali-kali mengucapkan takbir bersama para mujahidin sambil menenteng senjata. Ia juga menyatakan siap mati demi menolong orang-orang yang tertindas.

“Saya tahu betul bahwa saya bisa dibunuh di Suriah, tapi aku tidak takut mati jika itu membantu orang-orang tertindas,” tanda Chen..

Seperti dilansir Islampos, Kamis (31/10), meski video tersebut sudah diposting satu tahun lalu, namun kisahnya memilih menentang sikap negaranya yang justru mendukung Pemerintah Suriah kembali ramai di dunia maya dan Youtube. []

Mutiara Pejuang Qur’an

Mengikuti konferensi Al Quran Dunia di Kuwait 2007 (foto Ratna Sari)
“Sebaik-baik kalian ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya”
(HR. Al-Bukhori)

Sebuah hadits yang memiliki kedalaman makna bahwa betapa Allah memuliakan setiap hambaNya yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an. Inilah salah satu hadits yang menjadi penyemangat bagi seorang Ustad kelahiran Ponorogo, 44 tahun silam yang kini mendedikasikan hidupnya untuk dakwah al-Qur’an.

Sosoknya yang bersahaja, tegas dan disiplin mengantarkan ayah dari tujuh orang anak ini menjadi Koordinator perwakilan dari Indonesia di Badan Tahfizh Internasional. Ustad Efendi Anwar, Lc Al-Hafizh adalah satu dari ratusan bahkan ribuan mutiara yang berjuang melalui dakwah Al-Qur’an, khususnya pada perbaikan kualitas bacaan tajwid yang dikenal dengan istilah tahsin.

Berawal dari kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap pembinaan di masyarakat, berbuah menjadi tekad untuk mewujudkan masyarakat yang dekat dengan Al-Qur’an bahkan mencetak generasi-generasi muda para penghafal Qur’an.

Langkah dakwah di masyarakat, dimulai dari perbaikan tajwid dimana masih sangat banyak kader bahkan imam imam masjid kualitas bacaan Al-Qur’annya masih sangat memprihatinkan. Bersama istri tercinta, Ustazah Mukhlisoh, beliau memberikan pelatihan-pelatihan tahsin di rumah sederhana di bilangan condet, Jakarta Timur.

Perlahan namun pasti, kian hari murid-murid beliau bertambah banyak sehingga kesulitan untuk menampung para peserta didik. Alhamdulillah, salah satu sahabat beliau menawarkan tempat di lantai atas rumahnya yang lebih luas untuk menunjang kegiatan belajar mengajar tahsin yang lokasinya pun mudah di jangkau oleh para peserta didik.

Perjalanan dakwah tak serta merta mulus tanpa rintangan, namun karena niat yang ikhlas dan didukung oleh keluarga serta sahabat-sahabatnya, Ustad Efendi terus melangkah memberikan kontribusi bagi dakwah Al-Quran. Kendala bangunan dan lokasi yang menjadi salah satu penunjang utama adalah suatu hal yang menjadi tantangan tersendiri.

Hingga pada suatu ketika ada salah seorang murid beliau memberikan wakaf tanah di Jalan Sawo, Condet yang hingga kini menjadi lokasi tetap Pesantren Tahfizh Al-Qur’an (PTQ) Al-Utsmani yang masih terus berdiri hingga kini, menjadi salah satu rujukan bagi para calon huffazh untuk mewujudkan impiannya menjadi hafizh dan hafizhah.

Perjalanan masih sangat panjang, butuh waktu untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat di sekitar lingkungan pesantren berada, dari awal berdiri pada tahun 1995 pernah suatu ketika sebagian masyarakat beranggapan bahwa pesantren yang didirikan oleh ustad Efendi membawa ajaran sesat, dikarenakan semakin banyaknya orang yang berdatangan dari luar lingkungan pesantren yang tak lain adalah para peserta didik yang akan menuntut ilmu Al-Qur’an.

Tak patah semangat, beliau terus mengadakan pendekatan kepada masyarakat dengan bersilaturahim khususnya kepada tokoh masyarakat, dan pada momen tertentu mengundang masyarakat untuk menghadiri Baksti Sosial (Baksos) yang di adakan di halaman pesantren.

Saat ini, memasuki usia 18 tahun perjalanan dakwah beliau di PTQ Al-Utsmani, telah menghasilkan ribuan alumni yang berkualitas yang sebagian besar menjadi para pengajar Al-Qur’an yang tersebar di Indonesia. Perbaikan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan dakwah pun masih terus dilakukan, mulai dari pembebasan tanah, merenovasi bangunan hingga pembukaan cabang baru di beberapa wilayah guna memperluas penyebaran dakwah. Adapun dana yang diperoleh berasal dari para donatur yang mewakafkan sebagian hartanya untuk membantu pembangunan pesantren.

Sebuah cita-cita mulai dari sang Murobbi kita Ustad Efendi Anwar, Lc Al-Hafizh yang ingin mewujudkan sebuah lembaga pusat studi Al-Qur’an di Indonesia, melalui kegigihan dan ketekunan yang dimilikinya, beliau terus berupaya menyandarkan kepada masyarakat betapa indahnya mempelajari, membaca, menghafal dan mengamalkan al-Qur’an.

Melalui program One Day One Juz, beliau selalu mengingatkan kepada para muridnya, bahwa sesibuk apapun hendaknya selalu menyempatkan untuk “menyendiri” bersama Al_Qur’an agar target minimal satu hari satu juz dapat tercapai, sehingga setiap diri kita senantiasa dekat dengan Al-Qur’an.

Berjalannya waktu dengan segala dinamika telah berpadu menjadi sebuah harmoni dalam setiap langkah perjuangan. Kisah perjuangan dakwah Ustad Efendi Anwar, Lc, Al-Hafizh semoga dapat menginspirasi para generasi penerus dakwah bagaimana seharusnya kita memuliakan Al-Qur’an, salah satunya dengan menyibukkan lisan kita untuk membaca Al-Quran yang akan menjadi penolong pada hari kiamat kelak. []

Penulis : Ratna Sari
Jakarta Timur

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Dari K-POP Sampai Nasyid

Akhwat (desainkawanimut.com)
Pertama kali memasuki dunia dakwah saya terheran-heran, kenapa begitu banyak orang yang rela mengorbankan waktu, tenaga bahkan hartanya untuk dakwah, padahal mereka tidak dibayar. Bahkan mereka harus mengeluarkan uang untuk keperluan dakwahnya mulai dari biaya transport sampai biaya konsumsi objek dakwahnya. Sampai akhirnya dengan skenario yang Allah buat, saya berada dalam barisan orang-orang yang selalu merindukan panggilan dakwah. Saya dipercayakan untuk memegang binaan anak SMA kelas XII. Tiga kali saya sempat menolak kepada murabbi dengan berbagai alasan yang cukup syar’I, dan untuk yang ke empat kalinya saya tidak punya alasan lagi, dan Bismillah saya melangkah.

Pemandangan pertama kali yang saya temukan ketika bertemu dengan calon binaan saya adalah “nggak banget”. Pakaian mereka sangat mengkhawatirkan, rok mini dan baju ketat. Saya berfikir apakah di sekolah ini tidak ada peraturan yang mewajibkan siswanya berpakaian sopan? Pertemuan pertama saya dengan mereka hanya sebatas perkenalan saja, sekedar tahu nama, alamat, hobbi mereka dan hal apa yang mereka sukai dan mereka inginkan. Pertemuan pertama ternyata tidak memberikan kesan mendalam bagi perjalanan dakwah saya, saya bosan dan sedikit tidak nyaman dengan tingkah mereka yang kurang sopan.

Minggu berikutnya saya mulai mencari cara agar bisa beralasan untuk tidak hadir, namun selalu gagal. Mungkin Allah memang sudah mentakdirkan saya untuk menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. saya memcoba membangun kekuatan dan menyusun strategi untuk bisa diterima oleh mereka, hingga akhirnya mereka bisa nyaman berteman dengan saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah menyelami kehidupan mereka, belajar bahasa alay mereka, belajar menjadi manusia super gaul ala anak SMA. Kehidupan yang bukan saya banget, tapi saya harus tahu seluk beluk dunia mereka dan mau tidak mau akhirnya saya harus browsing lagu terbaru yang sedang booming, artis yang banyak digandrungi anak SMA, cara berpakaian sampai gaya rambut yang mereka sukai. Apalagi saat itu sedang heboh-hebohnya K-POP, akhirnya saya jadi tahu apa itu SHINE, SUPER JUNIOR, BIGBANG, SNSD. Saya ceritakan kepada mereka bagaimana band Korea tersebut sebetulnya punya makar untuk menghancurkan Islam. Perlahan saya mulai memperkenalkan nasyid, yang pada awalnay mereka kira lagu pop, tapi kok liriknya banyak menyebut nama Allah.

Saya mulai menikmati perjalanan dakwah ini, saya banyak belajar dari mereka, dan tiba-tiba saya menjelma menjadi peri pengobat patah hati bagi mereka, karena jika salah satu dari mereka putus dengan pacarnya maka saya harus rela mendengarkan curhatan mereka, memberikan kekuatan dan mengarahkannya pada kebaikan. Tidak cukup sampai disitu, lewat kuasanya Allah ketuk pintu hati mereka untuk berkeinginan menutup aurat. Namun terkendala karena tidak adanya biaya untuk membeli baju-baju panjang dan kerudung, kemudian saya berinisiatif untuk meminta sumbangan baju muslimah kepada teman-teman saya yang masih layak pakai untuk kemudian saya bagikan kepada mereka. Alhamdulillah, menjelang detik terakhir saya membina mereka saya sudah bisa menyaksikan mereka menutup auratnya. Saya mencintai mereka, saya mencintai dakwah ini.

Akhirnya saya tahu kenapa banyak orang yang rela mengorbankan waktu, fikiran dan harta mereka untuk dakwah, karena mereka mencintai dakwah. Cintalah yang menjadikan mereka selalu merindukan panggilan dakwah. Cinta yang lahir dari kejernihan hati dan kesucian jiwa yang selamanya akan terus tertanam kepada mereka yang mengikrarkan dirinya untuk hidup dijalan dakwah.[]

Penulis : Sumiati
Depok, Jawa Barat

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

This Is My Way!

Jalan (foto indonesiainfrastructurenews.com)
Merenung sejenak. Memutar memori sekitar 6 tahun ke belakang. Pada tahun 2007 tepatnya, saat saya putuskan untuk mencoba semakin mendekat padaNya. Ya! Saya yakin! Yakin dengan jalan yang saya tempuh!

Bismillah..
Maka inilah jalan yang saya pilih, jalan dakwah penuh cinta. Cinta dengan romantisme yang dibalut dinamika yang begitu indah dan penuh hikmah. Saat pertama kalinya mengenal kata ukhuwah, istiqomah, dan juga dakwah. Tiga kata penuh cinta. Cinta agung yang hanya dari,untuk, dan karenaNya.

Merindu dengan lingkaran kecil pertama dahulu. Saat sepulang sekolah, bersua dengan sahabat-sahabat yang begitu dirindukan. Ditambah senyuman dan wajah yang begitu teduh dari mba mentor tersayang. Ada yang bergelora! Saat ruang kosong ini terisi dengan untaian kalimat penuh hikmah. Saat tangan kami saling berjabat dalam lantunan doa rabithah. MasyaAllah, tiada henti syukur ini terucap. Begitu nikmat, begitu indah penuh cinta.

Hingga waktu menuntut saya untuk melanjutkan ke fase selanjutnya. Saat saya putuskan untuk bergabung dalam barisan 'tentara Allah'. Ya! Tentara Allah, Jundulloh! Rohis SMA yang membuat saya semakin cinta dengan jalan ini, jalan dakwah.

Semakin belajar tentang pengorbanan, pengertian, kedewasaan, perjuangan, keikhlasan, dan ukhuwah. Semakin yakin akan adanya hikmah di balik semua hal yang terjadi. Semakin sadar betapa besar nikmat hidayah dan iman islam ini.

Dan saatnya pun tiba! Menjadi seorang da'iyah yang sebenarnya! Saat menjadi 'kakak' untuk adek-adek mentoring kelas X. Tidak mudah memang, namun penuh dengan luapan rasa cinta. Saat melihat mereka begitu antusias. Saat melihat senyum dan tawa mereka. Pun terkadang air mata yang tidak terasa mengalir saat mendengar kisah penuh hikmah. Ya Rabb, begitu kurindukan mereka. Semoga rahmatMu senantiasa mengiringi setiap langkah mereka.

Tiga tahun berlalu, tiga tahun pertama yang menjadi big jump dalam skenario hidup saya. Maka hanyalah ikhlas yang menjadi penenang kami. Saat perpisahan menjadi salah satu fase yang harus dijalani. Ikhlas untuk saling mendoakan. Ikhlas untuk saling melepaskan. Biarlah terbang ke manapun, membawa kenangan manis, indah, dan tidak akan terlupakan. Membawa tekad dan niat untuk terus tetap berada di jalan ini.

Jalan ini masih panjang. Dan sampailah pada masa itu. Masa di mana usia tidak lagi remaja. Masa di mana kemandirian dan kedewasaan menjadi sebuah keharusan. Dan di masa itu, jalan semakin banyak bercabang. Dan syukur ini tidak pernah terlepas atas karuniaNya menetapkanku di jalan ini.

JN UKMI UNS. Cintaku terpaut di sana. Sebuah Lembaga Dakwah Kampus tingkat universitas. Di sanalah kulanjutkan jalan ini. Meski begitu panjang, terjal dan sedikit pengusungnya. Namun manisnya syurga menjadi penguat untuk terus tetap bertahan. Asalkan ikhlas tetap terpatri. Ikhlas hanya, untuk, dan karenaNya.

Ya Rabb, maka tetapkanlah hamba di jalan ini. []

Penulis : Ulfah Maslahah
Surakarta, Jawa Tengah

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Tarbiyah Mengajarku Mengenal Islam yang Indah

Halaqah akhwat (blogspot)
Memang benar bahwa hidayah itu datang pada siapa saja. Saya mengenal dakwah ini melalui kegiatan bernama tarbiyah sejak SMA kelas satu. Mulanya saya diajak oleh seorang kakak kelas yang kebetulan adalah tetangga saya sendiri dan senior saya sejak SD. Sebut saja namanya Kak Hafshah. Sejak awal saya memang sangat mengagumi sosoknya. Selain cerdas, baik, dan ramah, Kak Hafshah juga selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya sejak sekolah dasar. Kekagumanku semakin bertambah saat masuk SMA. Kak Hafshah didaulat sebagai salah satu siswa berprestasi dan sering mewakili sekolah dalam ajang lomba. Selain itu, beliau juga memakai jilbab lebar yang menjuntai sampai pinggang. Tak peduli orang mau mengatakan “sok alim”. Ia tetap PD (percaya diri) dengan apa yang digunakannya.

Suatu hari, saat jam istirahat Kak Hafshah menghampiri kelasku. Beliau mengajak aku ikut pengajian dengannya saat pulang sekolah nanti. Aku pun nurut aja. Dalam hati aku berkata “Wah, kebetulan banget. Padahal dari dulu aku pengen banget kenal dan ngobrol sama Kak Hafshah. Eh, ternyata dia yang duluan ngajak aku kenalan dan ngobrol”. Pulang sekolah pun aku bergegas ke masjid sekolah. Aku langsung shalat Dhuhur dulu sambil menunggu Kak Hafshah. Saat itu aku ngajak salah satu sahabatku sejak SD untuk ikut bergabung. Tak lama setelah shalat Kak Hafshah pun datang dan beliau menginstruksikan untuk ke teras masjid. Ternyata telah ada beberapa anak dari kelas lain. Kami pun duduk melingkar dan saling berkenalan.

Hari itu Kak Hafshah membawakan materi tentang Nama-nama Al-Qur’an. Pembawaannya santai dan dengan bahasa yang mudah di cerna untuk anak-anak remaja seperti kami ini. Entah mengapa hatiku sangat tenang dan damai mendengar Kak Hafshah membawakan materi itu. Pertemuan perdana hari itu pun berakhir tepat pukul tiga. Anehnya saat pulang Kak Hafshah menjabat tangan kami satu persatu sambil cipika-cipika. Kami yang baru mendapat perlakuan seperti itu hanya tersenyum malu dan “agak aneh”. Melihat kami seperti orang kebingungan, Kak Hafshah hanya tersenyum sambil berkata “Beginilah cara salaman sesama muslim dengan saudaranya”. Kami semua pun tertawa ringan.

Sejak saat itu, saya selalu rutin ikut tarbiyah dengan Kak Hafshah. Setiap pekan ada selalu ada “personil tambahan”. Dari tarbiyah ini saya belajar mengenal Islam lebih dalam. Pernah suatu hari saat membahas tentang aurat, saya merasa sangat malu. Bagaimana tidak, saat itu saya belum mengenakan jilbab. Terasa ingin menangis hati ini. Apalagi mengingat salah satu alasan saya untuk masuk ke sekolah saya itu adalah karena saya tidak ingin berjilbab. Setelah tamat SMP, ibu menawarkan dua SMA kepada saya. Tanpa berpikir panjang, saya langsung memilih sekolah saya saat itu karena saya tidak menyukai peraturan di sekolah yang kedua, dimana semua siswi muslim diwajibkan berjilbab. Jika mengingat alasan saya itu, saya sering mengutuk diri sendri “Betapa bodohnya alasan saya itu”. Saat memutuskan akan bejilbab, ibu marah besar. Beliau mengembalikan kata-kata saya yang sejak awal masuk SMA tidak ingin berjilbab. Tak ada kata yang mampu terucap saat itu. Saya hanya bisa bersabar dan memohon pertolongan pada Allah. Namun, tak lama Allah mengabulkan doaku. Memang hati itu dengan mudah di bolak-balik. Alhamdulillah, ibu akhirnya luluh dan malah berbalik sibuk mengurus seragam baru buatku. Aku sangat bersyukur. Akhirnya aku bisa mengenakan jilbab dengan rapi dan menutup dada ke sekolah. Mengalir ucapan selamat dan doa agar tetap istiqomah dari teman-teman terbiyahku, teman kelas, para senior, para guru dan bahkan wali kelasku. Ternyata beginilah indahnya Islam.

Alhamdulillah sampai sekarang diri ini masih istiqomah untuk tetap terbiyah dan terlibat aktif dalam dakwah kampus. Semoga Allah senatiasa tetap menjaga diri ini untuk istiqomah sampai akhir hayatku. Aamiin.

Penulis : Reskiyana
Makassar, Sulawesi Selatan

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Duduki Al Qur’an, Buruh Bangunan Ini Mengaku Pusing Banyak Masalah

Mushaf Al Qur'an (foto deviantart.com)
Seorang buruh bangunan berinisial AP siang tadi berada di kursi pesakitan. Pasalnya, pemuda berusia 25 tahun ini telah menghina Al Qur’an dengan mendudukinya dan mengatakan bahwa mushaf tersebut adalah kursi.

Sepanjang sidang di Pengadilan Negeri Mataram itu, AP lebih banyak menundukkan kepala ketika mendengarkan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, B Sri Saptianingsih SH.

Dalam dakwaannya, jaksa menguraikan pada Juli 2013 sekitar pukul 23.00 WITA, terdakwa datang menghampiri dua orang rekannya M Kafi (17) dan Heri (17) yang sedang tadarusan di Masjid Nurul Ihzan di Dusun Kebon Lelede, Desa Dasan Baru, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.

Selanjutnya terdakwa mengambil dua buah Al Qur’an kemudian meletakkannya di atas lantai. Sambil mengatakan kalau kitab suci itu adalah kursi, ia pun lantas mendudukinya.

Usai menduduki Al Qur’an selama beberapa menit, terdakwa mengambil Alquran lain, kemudian sama-sama mengaji bersama dua rekannya. "Atas perbuatannya, terdakwa melanggar pasal 177 ayat (2) KUHP, yakni menghina benda-benda untuk keperluan ibadah," kata jaksa seperti dikutip Republika Online, Rabu (30/10).

Kepada jaksa, AP berkilah saat kejadian ia sedang pusing karena banyak masalah. Ia juga mengaku sama sekali tidak bermaksud berlaku tidak sopan atau menghina Al Qur’an. Agus juga mengaku menyesali perbuatannya.

Kafi yang dihadirkan sebagai saksi menyatakan, saat kejadian ia tidak berani menegur Agus, walau jelas-jelas dilihatnya melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya. "Agus lebih tua dari saya, makanya saya tidak berani menegurnya. Tapi yang jelas, saya benar-benar melihat sendiri kalau Agus menduduki Al Qur’an itu. Makanya saya memilih memberi tahu teman-teman yang lain, yaitu Mawardi dan Hulaemi, tentang perbuatan Agus," ujar Kafi dengan nada yakin.

Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim yang diketuai H Budi Susilo MH SH menyatakan akan melanjutkan sidang pekan depan untuk mendengarkan pembacaan nota tuntutan hukuman. [AM/Rol/Bersamadakwah]

Taubat, Mantan Produser Film Fitna Dirikan Partai Islam Pertama di Eropa

Arnoud Van Doorn saat diwawancarai Ukaz
Mantan produser film Fitna yang telah masuk Islam, Arnoud Van Doorn, berencana mendirikan partai politik Islam pertama di Eropa. Langkah ini dilakukannya sebagai bentuk taubat atas masa lalunya sebagai politisi anti-Islam.

Menurut Van Doorn, pendirian partai Islam ini bertujuan memperjuangkan hak Muslim di seluruh Eropa.

"Partai ini akan terdiri dari kalangan Muslim dan non-Muslim yang bersimpati terhadap Islam dan Muslim," kata mualaf yang baru saja menunaikan ibadah haji ini, seperti dikutip Saudi Gazzete, Rabu (30/10).

Selain mendirikan partai Islam, Van Doorn juga akan memproduksi film berjudul Muhammad. Film ini dimaksudkan guna meluruskan kesalahan film Fitna.

"Kami juga menyiapkan film pendek guna menceritakan kisah Rasulullah dalam lima bahasa dan didistribusikan ke seluruh Eropa," tambahnya seperti dilaporkan Republika Online.

Tak hanya itu, Van Doorn juga akan memproduksi sebuah film tentang sejarah Madinah berjudul "Madinah : Sejarah Islam". Ia juga akan menulis sebuah buku tentang pengalamannya berhaji. "Saya tidak pernah lupa, bagaimana seorang petugas keamanan membawa jamaah haji tua dipunggungnya, dan mengantarnya ke lokasi lontar jumrah," kata dia.

Van Doorn tak berhenti menyesali perbuatannya sebelum menjadi Muslim. Ia pun telah menjelaskan kepada ibu, istri dan ketiga anaknya tentang agama yang dipeluknya saat ini.

"Seluruh hidupku sebelum Islam begitu kosong tanpa makna," tambahnya.

"Saya berharap Allah menerima tobat saya dan memaafkan saya," ujarnya. Kata-kata yang hampir sama pernah dikatakannya kepada surat kabar Saudi Ukaz dua pekan lalu. [AM/SG/Rol/bsb]


Pengalamanku, Senjataku

Ilustrasi pasir cinta (foto trilulilu.ro)
Setahun berlalu semenjak diamanahkannya saya membina sebuah kelompok mentoring dengan jumlah binaan sebanyak 12 orang. Mereka berasal dari berbagai penjuru Indonesia, Sabang sampai Merauke, dan berasal dari berbagai kalangan yakni menjadi minoritas maupun mayoritas di daerahnya.

Kami ber-13 dipertemukan di salah satu perguruan tinggi yang terletak di Ibukota Negara kita Jakarta, lebih tepatnya Jakarta timur. Namun, seiring berjalannya waktu seleksi alam itu pun terjadi dan hingga kini yang tersisa hanya 8 pemuda yang masih haus dengan ilmu agama.

Pemuda-pemuda tersebut, memang belum memiliki pemahaman yang bagus mengenai tarbiyah. Tetapi salah seorang dari mereka membuat saya selaku mentor merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dan memberi materi kepadanya dan kepada teman-temannya.

Hampir tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan percaya diri ini. Dalam hal akademik dia lebih cerdas, meskipun selisih 2 tahun lebih awal saya memasuki kampus ini. Ia menggoreskan sejarah dalam kampus dengan menggenggam IP tertinggi, yang belum pernah diraih pada tahun sebelumnya serta menjadi perwakilan kampus dalam ajang bergengsi ONS (Olimpiade Nasional Statistik) di usia kuliahnya yang masih terbilang baru, semester 2. Sehingga tak sedikit mahasiswa/i memberi gelar “Anak Ajaib” kepadanya.

Dalam hal tulis menulis, anak ajaib ini pernah meraih juara 9 lomba mengarang cerita remaja islam tingkat nasional, dan tak jarang juga menjuarai lomba cerpen islami yang di adakan oleh Kerohanian islam kampus ini. Disisi lain, puasa senin-kamin, tilawah (50 ayat per hari), Qiyamul lail sudah menjadi tradisi dalam kesehariannya.
Namun, seorang mentor dituntut untuk mampu memberikan keteladanan kepada binaannya baik dari segi rohani, akademik, maupun jasmani. Untuk itu, selain mempersiapkan materi mentoring dengan baik, satu-satunya senjata untuk menumbuhkan percaya diri dan memecah kekakuan saya ketika meberikan materi hanyalah pengalaman. Pengalaman dua tahun saya di kampus ini, ketika duduk di tingkat 1 dan 2, pengalaman mengikuti mentoring (ketika menjadi orang yang dibina), serta pengalaman-pengalaman lainnya di luar akademik seperti pengalaman di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Karena saya tahu bahwa pengalaman adalah pembelajaran yang paling berharga. []

Penulis : Ahmad Faisal
Jakarta Timur

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Berdakwah Ala Walisongo

Walisongo - ilustrasi
Aku akui ustadzku yang satu ini berbeda dengan yang lainnya. Semangat dakwahnya luar biasa meskipun bukan keturunan seorang ulama. Bukan hanya mimbar dan majlis taklim yang menjadi obyeknya dalam berdakwah, namun lebih dari pada itu. Warung kopi juga menjadi salah satu incarannya. Ustadz Rohmat memanfaatkan warung kopi sebagai media dakwah sebab di situ banyak orang-orang berkumpul untuk menghabiskan waktunya hanya dengan ngobrol-ngobrol yang tidak ada manfaatnya dalam Islam. Ia menyelipkan ajaran Islam di warung kopi kepada teman-temannya tanpa harus menyinggung perasaannya. Ia mengenalkan Islam kepada khalayak tidak hanya dengan normative approach (pendekatan normatif), namun juga dengan dialectical approach (pendekatan dialektis) sehingga akan lebih mengena sasaran.

Sasaran dakwah Ustadz Rohmat bukan hanya orang kaya dan yang mempunyai pangkat, namun orang miskin juga menjadi perhatiannya. Bahkan mendapatkan prioritas lebih. Suatu ketika, ada pengemis yang mengemis di rumahnya. Pengemis ini pakaiannya bau dan kumuh. Oleh Ustadz Rohmat, pengemis itu diberinya pakaian yang layak. Sedangkan pakaiannya yang tadi, Ustadz Rohmat menyuruh istrinya untuk menyucikannya hingga bersih dan disetrikakan dengan rapi. Pengemis itu merasa bahagia ternyata masih ada orang di dunia ini yang perhatian dengannya.

Ustadz Rohmat gemar sekali membantu fakir-miskin meskipun dirinya sendiri adalah orang yang miskin sebab ia tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Ketika mengajar ia tidak mau menerima bayaran. Kalau dipaksa untuk menerima bayaran, ia mengancam tidak mau mengajar di tempat tersebut. Ia berusaha untuk ikhlas mengajarkan ilmu Allah. Baginya, masalah rezeki adalah urusan Allah. Selagi hamba Allah mau menolong agama_Nya, maka urusan rezekinya akan dijamin oleh-Nya.

Ada cerita menarik yang membuat orang di daerahku kagum dengan Ustadz Rohmat. Yaitu, adat masalah menyumbang jika ada orang sedang mempunyai hajatan acara mantenan (pernikahan) atau sunatan (khitanan). Jika yang mempunyai acara adalah orang yang kaya, maka Ustadz Rohmat menyumbangnya biasa-biasa saja. Sedangkan jika yang mempunyai hajat adalah orang yang miskin, maka Ustadz Rohmat menyumbangkannya bisa dikatakan melebihi orang yang kaya. Padahal tradisi yang berlaku di daerahku itu sebaliknya. Orang miskin kurang mendapat perhatian dari orang yang kaya ketika mereka mempunyai acara hajatan.

Ustadz Rohmat sangat memperhatikan tetangganya yang tidak punya. Terlebih janda-janda yang sudah lanjut usia. Sering sekali ia menyuruh istrinya untuk mengurangi jatah uang belanjanya sebab ada tetangganya yang kurang mampu. Ia berbagi dengan penuh keikhlasan. Ia juga sering menyuruh istrinya menyapukan halaman janda-janda lanjut usia tersebut sebab mereka sudah tidak sekuat seperti ketika masih muda.

Melihat metode dakwah Ustadz Rohmat ini, aku teringat dengan dakwah Walisongo yang pernah menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Mereka mampu merangkul semua lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial. Antara fiqh legal formal (fiqhul ahkam) dan guidance and counseling (fiqhul dakwah) diimplementasikan sesuai dengan obyeknya. Dengan penyampaiannya yang al-Mau’idatul hasanati, yakni ungkapan-ungkapan yang mengandung bimbingan, pengasuhan, pendidikan dan keteladan, penduduk pribumi dengan mudah menerima ajaran Islam tanpa adanya unsur paksaan. Sehingga, dengan jasanya Walisongo, agama Islam menjadi mayoritas di nusantara.

Semoga Allah memberi panjang umur kepada Ustadz Rohmat untuk kemanfaatan umat Islam, terlebih yang ada di daerah Pati, Jawa Tengah. Amiin.[]

Penulis : Amirul Ulum
Pati, Jawa Tengah

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Heboh Berita Jenazah Sahabat Nabi Masih Utuh Saat Banjir Madinah

Foto surat kabar yang memberitakan jenazah Nabi utuh dalam banjir Madinah (wasukalu.com)
Dua hari terakhir, jagad dunia maya diramaikan dengan beredarnya berita banjir Madinah 2013. Yang membuat heboh, dikabarkan bahwa banjir itu cukup deras sehingga menggerus pemakaman sahabat Nabi. Sejumlah jenazah sahabat Nabi pun mengapung dan masih utuh seperti baru meninggal beberapa hari yang lalu.

Hasil penelusuran bersamadakwah, berita yang ramai disebarkan melalui media sosial itu dilansir oleh situs pro PAS Malaysia, wasukalu.com. Dalam berita yang disertai dengan foto surat kabar berbahasa Arab itu disebutkan bahwa ketika terjadi banjir di Madinah, kubur 70 orang syuhada' Perang Uhud yang dikuburkan di kawasan padang pasir timbul keluar dalam keadaan masih utuh.

Setelah banjir surut, menurut wasukalu.com, terlihat darah mengalir dari jenazah sahabat dan berbau harum. Mereka kemudian dikuburkan di tempat semula. Sayangnya, jenazah-jenazah itu tidak ditandai nama dan hanya jenazah Hamzah radhiyallalu anhu yang diketahui dari luka di dadanya dan postur badannya yang tinggi besar. Serta jenazah Abdullah bin Jahz radhiyallalu anhu yang terpotong telinga dan hidungnya.

Selain situs-situs berbahasa melayu, hingga belum ada situs berita terkemuka yang memberitakan peristiwa menakjubkan itu.

Namun, lepas dari benar atau tidaknya berita ini, sejumlah fakta sebelumnya membuktikan adanya jenazah sahabat dan syuhada' yang tetap utuh meskipun mereka telah syahid ratusan tahun yang lalu. Bahkan hingga 14 abad. Seperti yang diberitakan Fimadani, Mei lalu makam Hujr bin Adi di Suriah dibongkar rezim Syiah Bashar Asad dan ternyata jenazahnya masih utuh.

Hujr bin Adi adalah salah seorang shahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ikut dalam Perang Al Qadisiyah di masa Khalifah Umar bin Khatthab dan berhasil menaklukkan daerah Maraj Al’ Adzra, daerah Persia. [IK/bersamadakwah]


Saatnya Paramedis Berdakwah

Steoskop (foto srab.dk)
Saya adalah seorang bidan yang bekerja pada sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkemuka di Indonesia. Terinspirasi dari seorang bidan senior di sebuah rumah sakit negeri di Jakarta, yang saya jumpai saat praktik lapangan semasa saya kuliah dulu. Di akhir praktik kami harus mempresentasikan berbagai kasus penyakit yang kami jumpai. Beliaulah salah satu bidan senior yang meguji hasil presentasi kami. Saat itulah salah satu kelompok dari teman sejawat kami mempresentasikan asuhan kebidanan pada ibu yang mengalami abortus (keguguran).

Sesi tanya jawabpun tiba, mulailah Bidan Taty mengoreksi pekerjaan yang sudah kami lakukan yang kemudian kami presentasikan tersebut. Dengan nada tegas dan berwibawa beliau bertanya, “Asuhan apa yang kurang dari presentasikan yang sudah kalian tampilkan?”

Seluruh hadirin saling berpandangan. Mereka mencoba menerka-nerka maksud yang diinginkan Bidan Taty. Kami cukup kebingungan karena menurut kami presentasinya sudah cukup sempurna. Cukup lama ruangan menjadi hening karena tidak ada yang bisa menjawab, Bidan Taty mulai memancing masiswi lainnya agar lebih aktif lagi, “Bagi yang mengetahui kekurangannya saya akan berikan nilai A pada kelompok kalian.”

Seluruh hadirin riuh bersemangat sambil berpikir keras untuk memecahkan pertanyaan Bidan Taty. Terlalu lama tidak ada jawaban raut wajah Bidan Taty berubah seperti menahan amarah. Dengan nada yang meninggi beliaupun memberikan koreksi untuk kelompok yang sedang presentasi.

“Kasus apa yang sedang kita bahas disini? Kasus abortus, secara medis kalian memang sempurna mempresentasikannya. Tapi ada yang kalian lupa, padahal ini tidak bisa dikesampingkan, ini bagian terpenting, kebutuhan terpenting bagi pasien dan kalian tidak berikan itu. Ini yang membuat saya sangat kecewa terhadap sebagian besar tenaga medis dan paramedis saat ini. Ingat,pasien tidak hanya butuh pengobatan dan butuh pula pendekatan secara spiritual. Disini aspek spiritualnya kalian hilangkan. Pasien dengan diagnosa abortus, artinya pasien sedang kehilangan anaknya. Bisa kalian bayangkan bagaimana kondisi psikologis ibu dan keluarganya? Terlebih lagi ini anak pertama yang sudah lama mereka tunggu kehadirannya.” Bidan Taty menghela nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya. “Saya hanya ingin menekankan, jangan pernah kalian pisahkan antara ilmu dengan agama, karena agama tidak bisa kalian pisahkan dari kehidupan kita, termasuk saat kalian menjalankan profesi kalian sebagai bidan. Berikan support mental kepada pasien kalian melalui pendekatan spiritual, karena hanya agamalah yang mampu menentramkan hati siapapun, terlebih saat pasien dalam kondisi sedih.”

Mendengar penjelasan Bidan Taty, wajah ini seperti tertampar. Bagaimana tidak? Saya yang notabene aktif di kegitan dakwah kampus tidak terpikir untuk memasukkan unsur dakwah saat menjalankan profesi saya sebagai paramedis.

Kata-kata Bidan Taty amat membekas dihati saya secara pribadi. Sejak saat itulah saya selalu gencar untuk melakukan pendekatan secara spiritual kepada pasien-pasien yang sedang saya rawat. Dalam kondisi sakit justru banyak pasien-pasien yang meninggalkan sholat. Kondisi pasien yang terpasang infuse bahkan monitor membuat mereka urung untuk sholat. Bagaimana Allah memberikan kesembuhan bila mereka lalai menjalankan sholat? Padahal kita tahu betul bahwa kesembuhan itu datangnya semata-mata karena Allah dan disaat mereka sakit justru enggan bercengkerama dengan Allah dalam sholat mereka untuk memohon kesembuhan.

Sebagai paramedis yang selalu mendapingi pasien, saya merasa bertanggungjawab penuh terhadap kondisi pasien baik secara medis maupun secara spiritualnya. Saya berusaha memfasilitasi mereka untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Sang Pemilik Kesembuhan. Bagi ibu yang akan melahirkan saya selalu ingatkan untuk sholat dan berdoa agar memohon kelancaran selama bersalin. Begitu pula untuk pasien dengan penyakit umum. Tidak ada alasan untuk tidak sholat. Mereka yang harus bed rest saya ajari cara untuk ber-tayammum. Bagi yang tidak kuat berdiri saya anjurkan untuk duduk, bagi yang tidak kuat untuk duduk saya anjurkan untuk sholat dengan posisi tidur.

يُصَلِّيْ الْمَرِيْضُ قَائِماً إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ لَـمْ يَسْتَطِعْ صَلّـٰى قاَعِداً، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ، وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوْعِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ قَاعِداً صلّـٰى عَلٰى جَنْبِهِ اْلأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ عَلٰى جَنْبِهِ اْلأَيْمَنِ، صَلّـٰى مُسْتَلْقِـياً رِجْلَهُ مِمَّا يَلِي اْلقِبْلَةَ. (رواه الدار قطني)
“Orang yang sakit jika hendak melakukan shalat, apabila mampu berdiri, maka shalatnya dengan berdiri, apabila tidak mampu berdiri, maka dengan duduk, apabila tidak mampu sujud, maka dengan isyaroh dan menjadikan sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya, apabila tetap tidak mampu, maka dengan tidur miring sambil menghadap qiblat, apabila tidak masih mampu, maka dengan mengarahkan kakinya ke arah qiblat (tidur terlentang).” (HR. Ad Daruquthni).

Penulis : Hakiki Erawati
Cileungsi, Jawa Barat

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Kisah Malam Pertama Pernikahan Tabi’in Tabi’iyah

Suami istri - siluet ilustrasi (flicker)
Ini kisah nyata malam pertama tabi’in bernama Shilah bin Asyyam Abu Ash Shaba’ Al Adawi Al Bashri dan seorang tabi’iyah bernama Mu’adzah Al Adawiyah. Kisah ini sangat mengagumkan hingga diabadikan dalam sirah tabi’in dan tabi’iyah, sampai hari ini dan insya Allah hingga akhir zaman nanti.

Di malam pertama Shilah dan Mu’adzah, keluarga telah menyiapkan rumah dan kamar yang dihias begitu indah. Harum wewangian bukan hanya memenuhi kamar pengantin, tetapi juga memenuhi seluruh rumah. Rumah itu benar-benar disiapkan untuk malam pertama.

Dua insan itu telah berada di bawah satu atap. Hanya mereka berdua di sana. Shilah pun mengucapkan salam kepada Mu’adzah, kemudian ia melaksanakan shalat sunnah. Melihat suaminya shalat, Mu’adzah juga menunaikan shalat. Kedua orang yang terkenal sebagai ahli ibadah itu asyik dengan shalat sunnahnya. Raka’at demi raka’at. Salam demi salam. Mereka tenggelam dalam kekhusyu’an dan nikmatnya ibadah malam. Tak terasa, fajar pun hampir menyingsing. Ketika Subuh tiba, mereka baru menyadari bahwa mereka baru saja menghabiskan malam pertama dengan qiyamullail.

Entah pada hari keberapa, mereka akhirnya menunaikan ‘malam pertama’ yang tertunda. Dan Allah kemudian mengaruniakan putra. Yang pasti, hari-hari yang dilalui pasangan suami istri itu dipenuhi dengan qiyamullail. Sangat sedikit mereka tidur.

“Wahai jiwa,” kata Mu’adzah seperti diabadikan Syaikh Ahmad Khalil Jum’ah dalam Nisa’ min Ashrut Tabi’in, “kesempatan tidur memang ada di depanmu. Jika engkau mengambil kesempatan itu, sesungguhnya engkau akan tertidur panjang di alam barzah kelak. Tapi engkau tak tahu, apakah tidurmu itu bersama penyesalan atau kebahagiaan.”

Kesungguhan Mu’adzah dalam ibadah, bahkan pada saat malam pertamanya, membuahkan karamah. Ibnu Hajar Al Asqalani mengisahkan dalam Tahdzibut Tahdzib, ketika ada seseorang dari Basrah datang kepada Mu’adzah, saat itu Mu’adzah sedang sakit perut. Ia sudah tidak memiliki siapa-siapa karena suami dan anaknya telah syahid dalam perang sebelumnya. Mengetahui Mu’adzah sakit, orang Basrah ini membuatkan obat yang terbuat dari sejenis khamr. Ia pernah diberitahu bahwa obat tersebut bisa menyembuhkan sakit perut seperti yang diderita Mu’adzah.

“Ya Allah, jika benar pesan ummul mukminin Aisyah bahwa Rasulullah melarang meminum sejenis khamar ini meskipun untuk berobat, maka sembuhkanlah aku tanpa meminumnya.” Ajaib, begitu Mu’adzah berdoa, tumpahlah gelas beserta seluruh isinya, dan Allah pun menyembuhkan penyakitnya. [Abu Nida]

Masuk Islam, Bintang Rugby Dunia Ini Rasakan Banyak Perubahan Positif

Sonny Bill Williams (foto OnIslam.net)
Bintang Rugby Dunia asal Selandia Baru, Sonny Bill Williams, merasakan banyak perubahan positif dalam hidupnya setelah ia masuk Islam. Diantaranya adalah kedamaian yang belum pernah ia alami sebelumnya.

"Apa yang anda dapatkan dari Islam?" tanya seorang reporter BBC kepada Sonny Bill Williams dalam sebuah wawancara.

"Islam memberiku kebahagiaan," jawab Williams, seperti dikutip onIslam, Ahad (27/10).

Williams memeluk Islam pada tahun 2008 setelah menghadiri acara dakwah di sebuah masjid di Sidney. Sejak menjadi mualaf, banyak perubahan positif dalam dirinya. Termasuk berhenti dari alkohol.

“Saya rasa, saya telah menjadi seseorang yang lebih baik. Ketika bermain, saya bermain dengan baik,” tuturnya.

“Saya tidak minum minuman keras dan saya berusaha untuk hidup dengan gaya hidup yang lebih bersih… intinya ini benar-benar membuat saya lebih berbahagia,” tambahnya.

Orang yang mengenal Williams membenarkan perubahan itu.

"Dia memang fantastis. Dia benar-benar baik," kata Kearney memberikan kesaksian tentang William yang menjadi lebih baik setelah bersyahadat.

"Dia memiliki bakat khusus, tetapi dalam lima tahun terakhir, ia terlihat lebih bijak dan lebih dewasa. Dia berbeda." [IK/OI/Ytb/bsb]

Bangun Terowongan Bawah Laut, Erdogan Wujudkan Mimpi Khilafah Utsmaniyah

Ilustrasi kereta bawah laut (Flickr)
Satu setengah abad yang lalu, Sultan Abdul Hamid memimpikan pembangunan terowongan bawah laut yang menghubungkan Khilafah Utsmaniyah dari Asia ke Eropa. Sultan Abdul Hamid bahkan telah membuat sketsanya. Tetapi, karena keterbatasan teknologi pada saat itu, mimpi tersebut tidak bisa diwujudkan.

Pekan ini, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan akan merealisasikan mimpi khilafah Utsmaniyah tersebut.

”Pendahulu kita merencanakan (proyek terowongan) ini. Dan sekarang, kita yang mewujudkannya,” kata Erdogan mengumumkan terowongan rel kereta api Marmara yang menghubungkan sisi Eropa dan Asia, seperti dikutip Middle East Online.

Terowongan yang memiliki kapasitas maksimum 1,5 juta penumpang per hari tersebut secara resmi akan dibuka pada hari ini (29/10). Adanya kereta api bawah air ini diharapkan dapat meringankan 20% beban lalu lintas padat di Istanbul.

Menurut Hurriyet Daily News, Erdogan mulai mencanangkan pembuatan terowongan ini sejak tahun 2004 , dan proyek ini sebagai salah satu dari banyak proyek ambisiusnya termasuk pembuatan jembatan ketiga, Dermaga paralel, dan bandara udara ketiga di kota itu.

Pembangunan terowongan dijadwalkan selesai dalam empat tahun, namun terjadi serangkaian penundaan karena banyak ditemukan artefak bersejarah di lokasi itu. [IK/MEO/EM]

Di Balik Kebodohan Matematika PKS


Ah... ternyata benar. Sebagian kalian langsung menghakimiku. Tetapi tidak apa-apa. Aku berterima kasih kepada bersamadakwah yang berani menerbitkan tulisan itu dan kepada kalian yang telah membaca dan meresponnya.

Seperti kata beberapa pembaca, tulisanku telah mencapai tujuannya. Dan aku bisa menyimpulkan tiga tipikal kader PKS dari komentar-komentar di web maupun facebook. Satu adalah kelemahan, dua yang lain adalah kelebihan. Kusebutkan dari kelebihan dulu ya. Tidak, tidak. Kuawali dari maksudku menulis “Kebodohan Matematika PKS” dulu. Biar kalian tidak su’udhon kepadaku.

Walau sampai detik ini aku tidak memiliki kartu anggota PKS, aku menaruh harapan pada partai Islam yang satu ini. Bukan hanya karena asasnya Islam, yang kini hanya tinggal dua parpol di Indonesia. Tetapi dari kerja-kerja dan aktifitasnya. Kalau tentang pembinaan dan pengajiannya, aku tidak perlu komentar, itu tidak bisa ditiru oleh partai lain, dan itu integrity core kalian. Sayangnya, publik tak mau tahu kalian ngaji atau tidak. Yang penting adalah apa manfaat kalian bagi mereka.

Nah, itu tuh yang aku lihat. Rupanya harapan masyarakat itu sedikit banyak bisa kalian penuhi dengan beragam baksos yang tiada henti selama lima tahun. Sejak tahun pemilu ke pemilu berikutnya. Sejak sebulan setelah pemilu 2009 sampai saat ini. Bagiku, kalian berbeda dari partai lainnya. Tetapi jika aku langsung mengatakan PKS rajin baksos, kalian pasti tidak tertarik membacanya. Pun orang lain yang tidak suka PKS, malah akan menjauhinya. Dengan tulisan sederhana “Kebodohan Matematika PKS” wow –koprol- tulisanku mendadak jadi paling populer di bersamadakwah.

Jadi niatku menampilkan fakta yang aku potret tentang kiprah PKS yang peduli dan terus melayani tanpa peduli pemilu bisa tersampaikan. Dan aku bersyukur kalian tidak tergoda dengan ide money politic yang aku usulkan. Ini tipikal pertama kader PKS, bertahan dengan nilai Islam di tengah godaan sekulerisme dan budaya instan materialisme.

Aku pun bertanya mengapa PKS terus baksos dan tidak mau mengganti aktifitas itu dengan serangan fajar, ternyata jawabannya, menurut ustadz yang kukenal sebagai tokoh PKS setempat, karena tujuan didirikan partai kalian ini untuk berdakwah dan mensejahterakan masyarakat. Jika benar demikian, berarti di balik ‘kebodohan’ matematika, kalian memiliki kecerdasan spiritual. Semoga kalian ikhlas, dan jika iya, kudoakan kalian menang agar skala pelayanan kalian lebih luas.

Kedua, tipikal kader PKS yang kuamati dari komentar-komentar kalian adalah, loyal. Kalian memiliki loyalitas yang tinggi kepada partai yang jarang kulihat dari kader partai lain. Ketika partai dihina kalian membela. Ketika partai dicaci kalian memberikan perlawanan. Ketika ada berita miring kalian menepisnya. Ini modal PKS. Kuharap loyalitas kalian bukan loyalitas buta. Kan kalian ini partai Islam, jadi loyalitasnya untuk Allah dan RasulNya dulu ya.

Ketiga, tipikal kader PKS itu emosional. Nah, kalau yang dua di atas positif, ini yang negatif. Kalian masih cenderung emosional dan mudah diprovokasi. Bahkan oleh tulisan sederhana yang menampilkan kelebihan kalian apa adanya, ditambah sedikit sarkasme. Hati-hati kawan. Politik itu kejam. Sedikit kelemahan bisa dimanfaatkan musuh sebesar-besarnya. Jangan mudah tersinggung dan terprovokasi, karena dalam dunia politik, lawan pasti mencari cara menjatuhkan. Ia bisa menyinggung kalian, memprovokasi kalian, bahkan memfitnah. Berhati-hatilah. []


Penulis: Dedi Ilyas
Pernah jadi mahasiswa tapi tidak lulus :)

Bersua Kembali

Pemuda baca Qur'an (foto Antara)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imron : 104)

Saya tidak begitu ingat kapan tepatnya saya mulai kembali mengenal jalan kebaikan yang di dalamnya selalu dituang secangkir hangat teh bernama dakwah. Tapi yang pasti selalu melekat di benak saya bahwa kewajiban berdakwah dan ghiroh menebar kebaikan berhulu dari sebuah ayat Agung di atas dan bermuara pada semangat untuk senantiasa berlari pada setapak kebaikan. Meski kadang kala berduri.

Saya mendengarnya kala sebuah kajian di masjid kampus saya ikuti, dan pembicara menyinggung ayat tersebut sebagai landasan betapa berdakwah itu adalah sebuah keharusan. Bahkan di akhir ayat tersebut dikatakan bahwa orang-orang yang senantiasa mengajak pada kebaikan serta mencegah pada kemungkaranlah yang menjadi orang-orang yang beruntung.

Tentu tidak semudah itu sebenarnya. Proses pemaktuban kebaikan dalam benak dan jenak kehidupan saya sudah dimulai jauh sebelum saya mendapat gelar mahasiswa. Hanya saja saya seringkali terlalu lalai dan mencintai kesia-siaan sehingga saya sama sekali tidak menyadari kewajiban berdakwah. Jua kewajiban untuk terus berada dalam kebaikan, karena nyatanya, ketika saya mulai memasuki dunia mahasiswa. Justru kemaksiatanlah yang akrab dengan saya, meskipun saya mengetahui betul hal itu salah.

Saya adalah anak seorang petani di sebuah desa di pulau Bali sana. Ayah saya sangat kental dengan aktivitas keagamaan. Mencintai Islam dari palung hatinya secara mendalam, sehingga semua anak-anaknya sangat diperhatikan kualitas ke-Islaman-nya. Saya mengaji dari umur yang sangat belia. Mampu membaca Al-Qur’an tepat saat saya kelas 3 SD. Fasih. Saya tinggal di sebuah panti asuhan yang menanamkan ajaran Islam dengan sangat baik.

Lalu saat saya beranjak ke sekolah menengah, saya berpindah sekolah ke Bogor. Juga dengan kualitas lingkungan islami yang sangat baik. saya mulai mengenal mentoring di sana. Semua aktivitas ke-islaman sangat diperhatikan. Semua siswa wajib sholat di masjid, menghafal Al-Qur’an dan berprestasi di sekolah. Dan saya lalui itu selama 5 tahun penuh.

Maka lebih dari 10 tahun saya benar-benar Allah kondisikan dalam lingkungan yang sangat baik. Lingkungan islami yang menanamkan secara mendalam hakikat ke-islaman ke dalam relung hati saya. Dan menumbuhkan pohon rindang kecintaan akan agama ini, dengan akar yang kokoh menancap bumi dan menjulang ke langit membawa manfaat melalui buahnya yang manis.

Sehingga ketika sore itu saya mengikuti kajian tersebut, dan pembicara membacakan ulasan mengenai ayat tersebut. Allah hembuskan hidayah ke dalam hati saya untuk mulai menyadari bahwa ada satu lagi yang menjadi kewajiban kita sebagai manusia. Yaitu sekumpulan frasa yang berbunyi: Mengajak pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran, yang meresam pada satu makna yaitu: Dakwah.

Ketika itu maka saya bersua kembali dengan kecintaan saya akan agama ini. Kecintaan yang sempat memudar ketika awal saya memasuki dunia perkuliahan. Mungkin karena saya begitu antusias berhadapan dengan dunia luar yang selama di asrama tidak pernah saya rasakan. Hampir satu tahun lebih hidup saya sebagai mahasiswa saya sia-siakan dengan kegiatan yang tidak bermakna. Dan habis dengan keceriaan yang hampa.

Maka pertemuan saya dengan jalan dakwah adalah pertemuan saya dengan kecintaan saya akan agama ini, tapi dengan wajah yang lain. Sebelumnya saya begitu mencintai belajar agama ini, dan sekarang saya mencintai belajar dan mendakwahkan agama ini. Sungguh sebuah keharuan yang luar biasa. Saya kembali merasakan hangatnya Cinta-Nya saat saya benar-benar semakin jauh dari kebaikan.

Tentunya semua ini juga di dukung dengan teman-teman saya di kampus yang selalu mengajak saya mengikuti kegiatan-kegiatan lembaga dakwah kampus, lalu kemudian mengaktifkan kembali halaqah saya yang sudah tidak berjalan. Dan akhirnya saya juga menjadi bagian dari keluarga lembaga dakwah kampus di universitas saya.

Semoga Allah senantiasa menghembuskan Istiqomah ke dalam hati saya, sehingga saya terus memiliki semangat yang bertumbuh untuk mengemban setiap amanah dakwah yang saya jalani. Dan juga senantiasa memberikan pundak yang kokoh kepada saya dan teman-teman saya di lembaga dakwah kampus untuk senantiasa menebar kebaikan di kampus dan lingkungan kami. Karena sesungguhnya kebaikan itu hanya akan kokoh ketika kita menjalankannya secara jama’ah dan terorganisir dengan baik.

"Kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik” (Ali Bin Abi Thalib)

Penulis : Abi Awwabin
Medan

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Cintaku di Ujung Dakwah

Akhwat (desainkawanimut)
Usai sekolah SMA aku memutuskan untuk hijrah ke kota besar Jakarta, pergi ke sana berniat kerja di kota tersebut. Tidak sulit bagiku untuk mendapat suatu pekerjaan, menjadi asisten dokter di sebuah klinik kecantikan.Bagini rasanya hidup di Jakarta, harus siap dengan resiko yang datang silih berganti. Pertama kali interview di klinik dengan dokter yang backgroundnya non muslim, otomatis melarangku untuk mengenakan jilbab dan aku menurutinya. Bahkan aku seperti tidak mengenal diriku sendiri, tidak bisa memutuskan suatu perkara mana yang baik dan mana yang buruk, hmm...

Satu tahun berlalu, hari-hari kulalui penuh dengan tekanan rumit, pergulatan antara batin dan fikir, penyesalan mulai menghampiri hatiku, sejak awal bekerja “aku belum rela untuk melepas jilbabku ini, tapii...aku butuh pekerjaan itu”. Betapa bodohnya aku dulu. Akal sehatku mulai tercemar, berangkat kerja berjilbab.. tapi apa yang aku lakukan di bis aku lepas jilbab itu. Sungguh memalukan padahal gaji yang kudapat tidaklah seberapa. Bertubi-tubi perasaan bersalah menyelinap di hatiku."Ada apa denganmu Hasna? Tak malukah kamu terhadap Allah? Kamu sudah berkhianat, mengacuhkan penglihatan Allah". Aku menangis....:’(

Kehidupan lingkunganku juga tak nyaman, lebih rumit dan memprihatinkan. Senggol, bacok antar sesama tidak mengenal itu kawan, bagi mereka semua menjadi lawan, perselisihan, persaingan, pengkhinatan, perselingkuhan, gibah, memfitnah, adu domba,cari muka dsb. Semua itu menjadi lalapan tiap hari mereka. Sedikit kebaikan yang ada di tempat itu. Sungguh memprihatinkan!. Entah apa yang membuatku mampu bertahan hingga 2 tahun kurang 2 bulan. Diriku memang tidak bergeming dengan kehidupan seperti itu aku tetap berada di jalur benar sesuai ajaran guru ngaji dan orang tuaku, aku tetap melakukan rutinitasku sebagai seorang muslimah, rajin mengkaji Al Qur’an dan berdakwah kepada teman-teman di sekitarku. Tak sedikit yang mencibirku keki.

Hari-hariku mulai galau, bulan ini bulan Ramadhan dan hatiku dipenuhi dengan kerinduan kepada-Nya, penyesalanku yang tak kunjung habis, aku ingin kembali ke kehidupanku yang lama dimana selalu ada keceriaan dan kebaikan. Aku yakin cahaya Ramadhan akan menghampiriku, meski sadar dengan rambutku yang nampak terbuka tanpa hijab, tapi.. hatiku tetap menyeru pada-Nya, berharap pertolongan dari-Nya. Setiap saat aku berdoa, meminta kepada-Nya agar diberikan jalan untuk bisa lepas dari kehidupan seperti ini, aku ingin bertobat, ingin kembali kepada-Mu, kepada ketaatan-Mu Robbku...aku sangat meyakini terkabulnya doa ketika berbuka puasa. “Aku ingin lebih dekat kepada Mu ya Allah...".

Di samping itu, bersyukur memiliki sahabat yang solehah, tak ada lelahnya sahabatku ini, selalu berkesempatan untuk mengajakku pada kebaikan. Waktu itu malam ganjil sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, dia memaksaku untuk ikut itikaf di masjid kota Bogor. Ceritanya untuk berburu malam 1000 kemuliaan... akupun sangat antusias.

Pulang kerja, sore hari aku bergegas berangkat ke Bogor, malunya setiba di kampus sahabat ku itu. Aku berlari-lari kecil lewat belakang persis detektif saja. Berniat melewati jalan pintas malah salah jalan melewati area toilet laki-laki. Kebayang malunya seperti apa. Salahku tidak mendengarkan intruksi sahabatku di atas tangga sana dan ternyata, jalan antara laki-laki dan perempuan ada pembatasnya. Lebih tepatnya seorang akhwat tidak boleh melewati jalan milik ikhwan.. Ya ampun.. dengan polosnya aku.., karena sudah terlanjur, gak bisa mundur, akhirnya loncat pagar berusaha masuk ke jalan akhwat, semua mata akhwat tertuju padaku, mukaku memerah malu tapi aku kagum tak ada satupun ikhwan yang memandangku. Semua kepala mereka tertunduk.

Kulihat sekelilingku.. semua wanita mengenakan pakaian yang longgar juga lebar dengan hijab yang panjang begitu anggun. Aku berdiri mematung “bagaimana denganku?” Betapa malunya diriku, masih mengenakan celana jins panjang dan ketat, meski bajuku lebih panjang hingga ke lutut, aku gugup.. rasanya ingin sekali mengecil seketika dan sembunyi di kantong sahabatku.. ”Wi bagaimana ini Wi? Aku malu..” ujarku.
“Tenang... aku sudah siapkan rok panjang lengkap dengan atributnya, hehe” jawab sahabatku!
Hupst... tarik nafas panjang, betapa pengertian dan betapa nyamannya berpakaian seperti ini. :) "ingin selamanya..." pikirku.

Tidak sampai di situ, betapa asingnya semua kegiatan yang sedang aku hadapi ini, kajian yang menyejukan, tahajud yang mengiris hatiku, aku berdosa begitu besar, berharap Allah menyambut tanganku. Peran sahabat yang setiap saat mengingatkanku, tak bosan mengirimiku sms tausiyah perintah memanjangkan hijab, buku-buku yang kubaca, artikel-artikel di internet membuatku seringkali menangisi dosa pengkhianatan ini, menyesali kebodohan yang aku lakukan, semakin kuat untukku hijrah kembali ke jalan-Nya. Akupun sudah semester 2 kuliah dan berencana untuk mutasi ke Bogor melanjutkan kuliah di sana juga sudah rindu dengan kota asalku itu dan jemu dengan kota samrawut ini. Sudah aku pikirkan selama satu minggu, meminta pendapat orangtua dan sahabat, kemudian aku menghadap dokter sebagai bosku, beliau tidak mengijinkanku, malah memarahiku, apalah katanya “Bundet, mumet..” dengan logat bahasa Jawa kental aku tidak mengerti. Beliau memintaku untuk keluar bulan depan saja baiklah aku terima, bertepatan dengan jadwal pertama masuk kuliah dan tanggal kelahirannku. 

Waktu yang dinanti tiba, 11 september aku sudah meninggalkan kota tersebut dan pindah ke habitat lama yang menyejukan, terasa lega sekali, plong dada ini, aku bertekad akan mengenakan hijabku lagi dengan penampilan yang baru lebih anggun dan sesuai syariat Islam. Tiba di stasiun pukul 07:30, Subhanallah.. sungguh indah, sinar hangat mentari, burung-burung bernyanyi dengan ceria, angin segar menyentuh lembut hijabku, perasaan bahagia tak terkira menyelimuti hatiku, seakan-akan kedatanganku disambut bahagia oleh wajah ceria kota Bogor ku tercinta , semuanya seperti tersenyum padaku, bersyukur atas hijrahku, terutama sahabat yang selalu mendakwahiku, dia mencintaiku karna Allah, dakwahnya menuai kebaikan bagi diriku, dia tidak sia-sia semoga Allah membalasnya, akupun tidak sia-sia, kepergianku membekaskan kebaikan bagi mereka yang kutinggalkan, ada yang mengikuti jejakku, seperti mulai mengenakan hijab, rajin sholat, ngaji, sibuk belajar agama daripada bergosip. Alhamdulillah..semoga Allah meridhoi kami semua.Aamiin..:)

Betapa beruntungnya aku, di Bogor aku bertemu banyak teman akhwat-akhwat tangguh dan solehah, di kampus baruku aku ikut UKM kampus menyangkut kerohanian Islam. Niatku ingin belajar dan mengenal banyak tentang Allah di sana. Dan di situ kebahagiaan tak terkira kudapat, ukhuwah Islamiah yang amat kental, mengenal Allah lebih banyak, saling menyayangi dan mengasihi karena Allah. Aku baru sadar bahwa cintaku di ujung dakwah ini. Inilah cinta.., cinta yang sebenar-benarnya cinta, yaitu cinta kepada Allah yang maha mencipta cinta. 

Penulis : Ida Rofiahtulhasna
Bogor, Jawa Barat

Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)

Kebodohan Matematika PKS

Antrian warga di baksos penduli banjir Tebet
Ini hanya sekedar sharing. Aku berharap kalian, kader-kader PKS, tidak menghakimiku. Aku hanya sekedar memotret apa yang aku dapati di sekitar lingkunganku, juga di dekat tempat tinggal teman-temanku. Jika coretan ini ada baiknya, silahkan kalian pertimbangkan ideku atau kalian sebarkan agar dibaca oleh tokoh dan pemimpin-pemimpinmu. Kalau tidak salah, istilahnya qiyadah.

Begini, kuperhatikan kalian ini bodoh. Setidaknya secara matematika. Kalian bilang ingin menjadi 3 besar. Kalian bilang ingin menang di 2014. Kalian bilang ingin meraup banyak suara. Tetapi kalian masih juga menggunakan cara-cara lama.

Kuperhatikan kalian masih melakukan bakti sosial sejak tahun 2010. Jika aku tidak salah memotret, kalian hadir dalam baksos kesehatan, baksos sayur, baksos sembako murah. Untuk baksos kesehatan yang kalian lengkapi dengan dokter umum dan spesialis, estimasiku menghabiskan biaya rata-rata 40 ribu sampai 70 ribu per orang. Baksos sayur 10 ribu. Baksos sembako murah 50 ribu. Itu yang rutin. Belum ditambah yang insindental saat terjadi banjir dan bencana, yang bisa menelan dana 100 ribu per orang. Jadi kalau ditotal, kira-kira kalian menghabiskan dana 200 ribu sampai 230 ribu per orang. Belum bentuk-bentuk charity lain yang kalian sebarkan kepada masyarakat. Membuat taman baca gratis, membuat TPQ dan bimbingan belajar gratis, dan berbagai peringatan hari besar Islam dan nasional yang sebagiannya juga ada konsumsi dan hadiah buat warga. Seandainya kalian mau menahan diri, kalian tabung seluruh uang itu dalam lima tahun, estimasiku kalian bisa memberikan satu juta rupiah per orang. Jika uang sejuta itu kalian berikan satu hari menjelang pemilu, atau pagi-pagi sebelum coblosan yang jamak diistilahkan serangan fajar, kalian pasti akan langsung dicoblos.

Entahlah, apa pertimbangan kalian. Kalian mungkin tidak tahu kalau sebagian besar masyarakat masih pragmatis. Dan ingatan mereka sangat pendek. Sangat sedikit diantara mereka yang mengingat baksos-baksos selama lima tahun, tetapi mereka ingat dengan partai atau caleg yang memberikan duit 50 ribu beberapa jam sebelum masuk bilik TPS. Nah, jika kalian memberikan 500 ribu saja, mereka pasti mengalihkan pilihannya pada PKS. Tapi nyatanya, kalian malah pelit di saat hari H. Kalian bilang itu money politic, padahal seluruh partai melakukannya. Aturan itu memang ada tapi sebatas teori saja. Jadilah seperti partai umumnya. []

Penulis: Dedi Ilyas
Pernah jadi mahasiswa tapi tidak lulus :)