Kendati membantah pasukannya bertangung jawab atas serangan gas beracun pada 21 Agustus lalu, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengakui bahwa pihaknya memiliki senjata kimia. Assad juga bersedia menyingkirkan senjata kimia itu jika biayanya ditanggung oleh Amerika Serikat (AS).
"Seperti yang saya katakan bahwa proses itu perlu banyak uang dan juga sangat berbahaya bagi lingkungan. Dan jika pemerintah Amerika bersedia membayar harga dan memikul tanggung jawab membawa zat-zat beracun ke Amerika, mangapa tidak dilakukan," kata Assad seperti dikutip Hidayatullah, Jum'at (20/9).
Dalam wawancaranya dengan Fox News Sunday, Assad mengatakan bahwa pemerintahnya berkomitmen untuk menyingkirkan gudang senjata kimia, di bawah perjanjian Amerika-Rusia yang ditandatangani di Jenewa.
Pemerintahnya juga siap menyerahkan senjata kimia tersebut kepada negara mana saja yang mau menerima dan mengambil resikonya tanpa beban.
Ia menjelaskan bahwa proses teknis penyingkiran senjata kimia ini sangat kompleks dan membutuhkan biaya besar. Prosesnya harus dilakukan sesuai dengan jadwal tertentu yang mungkin menghabiskan waktu satu tahun atau lebih.
Sebelumnya, lebih dari 1.300 orang tewas di pinggiran Damaskus pada 21 Agustus lalu. Tidak sedikit korban dari kalangan perempuan dan anak-anak. Seperti dirilis Reuters, jasad mereka sudah dingin dan tampak ada busa di mulut mereka.
Menurut aktivis Suriah Dewan Revolusi Command, militer Assad menyerang daerah itu menjelang fajar. Serangan roket berbahan kimia itu pun membungkan penduduk di wilayah itu yang sebagian besarnya masih tertidur lelap. Setelah pengeboman, pesawat tempur rezim Assad terbang di atas daerah itu. [IK/Hdy/bsb]
"Seperti yang saya katakan bahwa proses itu perlu banyak uang dan juga sangat berbahaya bagi lingkungan. Dan jika pemerintah Amerika bersedia membayar harga dan memikul tanggung jawab membawa zat-zat beracun ke Amerika, mangapa tidak dilakukan," kata Assad seperti dikutip Hidayatullah, Jum'at (20/9).
Dalam wawancaranya dengan Fox News Sunday, Assad mengatakan bahwa pemerintahnya berkomitmen untuk menyingkirkan gudang senjata kimia, di bawah perjanjian Amerika-Rusia yang ditandatangani di Jenewa.
Pemerintahnya juga siap menyerahkan senjata kimia tersebut kepada negara mana saja yang mau menerima dan mengambil resikonya tanpa beban.
Ia menjelaskan bahwa proses teknis penyingkiran senjata kimia ini sangat kompleks dan membutuhkan biaya besar. Prosesnya harus dilakukan sesuai dengan jadwal tertentu yang mungkin menghabiskan waktu satu tahun atau lebih.
Sebelumnya, lebih dari 1.300 orang tewas di pinggiran Damaskus pada 21 Agustus lalu. Tidak sedikit korban dari kalangan perempuan dan anak-anak. Seperti dirilis Reuters, jasad mereka sudah dingin dan tampak ada busa di mulut mereka.
Menurut aktivis Suriah Dewan Revolusi Command, militer Assad menyerang daerah itu menjelang fajar. Serangan roket berbahan kimia itu pun membungkan penduduk di wilayah itu yang sebagian besarnya masih tertidur lelap. Setelah pengeboman, pesawat tempur rezim Assad terbang di atas daerah itu. [IK/Hdy/bsb]
0 komentar:
Posting Komentar