Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Tengku Zulkarnain menilai Pemda DKI sudah bertindak layaknya 'Koboy', karena telah sewenang-wenang membongkar Masjid Baitul Arif yang terletak di Jalan Jatinegara Barat, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
"Masjid adalah rumah Allah, rumah ibadah umat Islam. Ada aturan syariat yang berlaku di dalamnya. Tidak boleh bertindak seenaknya saja," kata Tengku Republika Online, Rabu (18/9).
Tengku mengatakan, Pemda DKI tidak pernah berkoordinasi dengan masyarakat sekitar dan tokoh pemuka agama di situ sebelum akhirnya memutuskan akan membongkar masjid.
Menurut dia, Pemda DKI dalam hal ini Wakil Gubernur, Basuki Tjahja Purnama sebagai pihak yang keras memerintahkan pembongkaran harus paham, shalat umat Islam tidak boleh terhenti.
Oleh sebab itu, ia menjelaskan, tidak bisa menyuruh umat Islam mengungsi dalam hal beribadah ke masjid lain, karena alasan masjid akan dibongkar. "Ini tindakan keliru, melanggar syariat dan bisa dianggap melecehkan agama," tegasnya.
Seharusnya, Jokowi-Ahok bertanya dulu ke MUI dan minta nasihat tentang penghancuran masjid. Jangan bertindak arogan dan sok tahu urusan agama.
Untuk itu, MUI meminta Pemda DKI membuat masjid sementara di dekat lokasi masjid lama. Langkah ini, agar umat Islam yang berada di dekat masjid yang dibongkar tetap dapat beribadah shalat lima waktu dan terutama shalat Jumat. Pihaknya tidak mau umat Islam di sekitar masjid harus menerima begitu saja mengungsi ke masjid yang lebih jauh.
"Dibuatkan dulu masjid sementara penggantinya, jangan sampai umat Islam menunggu sampai satu atau dua tahun lamanya," tuntutnya.
Tengku khawatir bila ini tidak disikapi segera oleh Pemda DKI, maka akan muncul konflik antara warga dan Pemerintah DKI Jakarta, karena sikap yang sewenang-wenang ini.
Tengku mengingatkan, Pemda DKI harus berkaca pada kejadian di Medan, di mana Panglima Kodam I Bukit Barisan pernah menghancurkan Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu pun bergolak dan melawan.
Bersyukur Kepala Satuan Angkatan Darat saat itu, Jendral Edi Pramono cermat mendengar permasalahan ini, sehingga perlawanan warga dapat diredam. Yakni dengan mendirikan Masjid Al Ikhlas di tempat semula, dan gesekan dengan masyarakat dapat dihilangkan. [AM/Rol/bsb]
"Masjid adalah rumah Allah, rumah ibadah umat Islam. Ada aturan syariat yang berlaku di dalamnya. Tidak boleh bertindak seenaknya saja," kata Tengku Republika Online, Rabu (18/9).
Tengku mengatakan, Pemda DKI tidak pernah berkoordinasi dengan masyarakat sekitar dan tokoh pemuka agama di situ sebelum akhirnya memutuskan akan membongkar masjid.
Menurut dia, Pemda DKI dalam hal ini Wakil Gubernur, Basuki Tjahja Purnama sebagai pihak yang keras memerintahkan pembongkaran harus paham, shalat umat Islam tidak boleh terhenti.
Oleh sebab itu, ia menjelaskan, tidak bisa menyuruh umat Islam mengungsi dalam hal beribadah ke masjid lain, karena alasan masjid akan dibongkar. "Ini tindakan keliru, melanggar syariat dan bisa dianggap melecehkan agama," tegasnya.
Seharusnya, Jokowi-Ahok bertanya dulu ke MUI dan minta nasihat tentang penghancuran masjid. Jangan bertindak arogan dan sok tahu urusan agama.
Untuk itu, MUI meminta Pemda DKI membuat masjid sementara di dekat lokasi masjid lama. Langkah ini, agar umat Islam yang berada di dekat masjid yang dibongkar tetap dapat beribadah shalat lima waktu dan terutama shalat Jumat. Pihaknya tidak mau umat Islam di sekitar masjid harus menerima begitu saja mengungsi ke masjid yang lebih jauh.
"Dibuatkan dulu masjid sementara penggantinya, jangan sampai umat Islam menunggu sampai satu atau dua tahun lamanya," tuntutnya.
Tengku khawatir bila ini tidak disikapi segera oleh Pemda DKI, maka akan muncul konflik antara warga dan Pemerintah DKI Jakarta, karena sikap yang sewenang-wenang ini.
Tengku mengingatkan, Pemda DKI harus berkaca pada kejadian di Medan, di mana Panglima Kodam I Bukit Barisan pernah menghancurkan Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu pun bergolak dan melawan.
Bersyukur Kepala Satuan Angkatan Darat saat itu, Jendral Edi Pramono cermat mendengar permasalahan ini, sehingga perlawanan warga dapat diredam. Yakni dengan mendirikan Masjid Al Ikhlas di tempat semula, dan gesekan dengan masyarakat dapat dihilangkan. [AM/Rol/bsb]
0 komentar:
Posting Komentar