Judul Buku : Cerdas Mengelola Keuangan Keluarga
Penulis : Dra. Sulistianingsih M.Si.
Penerbit : Pro-U Media – Yogyakarta
Tebal : 180 halaman ; 14 x 20 cm
ISBN : 979-1273-278
Cetakan Ke-2 : April 2012
Dalam Islam, kebahagiaan sebuah keluarga dilukiskan dalam tiga kata, sakinah, mawaddah dan rahmah. Konsep kebahagiaan ini meliputi kebahagiaan fisik, fikir dan juga ruh. Ketiga hal ini harus berjalan seimbang agar mendapat bahagia yang sempurna. Ketiadaan salah satunya, bisa mengakibatkan sebuah keluarga berantakan bahkan berujung pada perceraian.
Untuk menggapai kebahagaiaan ini setiap keluarga harus memiliki ilmu yang cukup. Karena bahagia dalam keluarga bukan bonus yang turun begitu saja dari langit. Melainkan hasil perjuangan maha dahsyat yang tak kenal ujung. Harus ada kesusungguhan dalam mewujudkannya.
Diantara hal yang sangat penting dalam menyusun bangunan kebahagiaan sebuah rumah tangga adalah kecerdasan dalam mengatur keuangan. Hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena hampir seluruh aktivitas dalam kehidupan membutuhkan andil uang di dalamnya. Yang perlu dicatat, keberhasilan pengaturan keuangan tidak berhubungan dengan besarnya jumlah penghasilan. Melainkan lebih pada pengoptimalan rejeki yang sudah Allah atur pembagiannya dengan sangat baik.
Hal pertama yang harus difahami adalah kriteria suami dan istri yang baik. Karena kebahagiaan disusun sejak awal dengan pondasi yang tepat. Suami yang baik sedikitnya memiliki tiga kriteria, berperilaku yang baik, sanggup mendidik istri dan anak-anak, dan mampu memberi nafkah untuk keluarga. Sedangkan istri yang baik haruslah memiliki sifat amanah dalam menunaikan kewajiban terhadap suami dan anak-anak, menjaga rahasia suami dan selalu minta izin kepadanya, serta menjaga kehormatan diri dan harta suami. (Hal 20 – 36)
Setelah memahami kewajiban dan hak masing-masing, sebuah keluarga harus memiliki pemahaman yang sama tentang makna harta dalam kehidupan. Harta hanyalah penopang. Penunjang kehidupan dan salah satu sebab yang bisa mengantarkan mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhrat. Yang perlu diingat dengan baik, harta bukanlah tujuan. Maka adanya hanya menimbulkan syukur dan tiadanya membuat keluarga muslim semakin giat berusaha agar kehidupannya dapat berjalan seimbang sebagaimana mestinya.
Contoh terbaik dalam hal ini bisa didapati dari kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa Sallam. Beliau diriwayatkan pernah mengganjal perutnya dengan batu karena tidak mempunyai apapun untuk dimakan. Sementara dalam kesempatan lain, beliau membagikan harta rampasan perang yang ‘disebar’ di halaman rumah beliau, siapa yang berhak, silahkan ambil. Bahkan, beliau pernah risau lantaran masih menyimpan harta di sore hari setelah ashar. Beliau baru lega ketika harta tersebut telah disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya.
Maka sejatinya, beginilah seharusnya seorang muslim. Ia harus faham, bahwa kaya bukan terletak pada seberapa banyaknya seseorang menumpuk harta dan kekayaan, melainkan pada seberapa banyak harta yang ia bagikan kepada sesamanya, terlebih kepada mereka yang membutuhkan.
Jika hal ini sudah difahami dengan baik, maka setiap keluarga muslim akan bersungguh-sungguh dalam mencari sumber rejeki. Sehingga mereka tidak menjadi benalu bagi keluarga lain dan bisa memberikan manfaat sebanyak-banaknya kepada seluruh umat manusia dengan hartanya.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika keluarga muslim mencari rejeki. Pertama, jangan mencari usaha dari sumber yang haram. Termasuk di dalamnya riba’, perjudian, jual beli barang haram, merampok, korupsi, dst. Kedua, jangan sampa mencari rejeki dengan meninggalkan ibadah wajib. Karena mencari rejeki merupakan bagian dari ibadah. Ia bukan menjadi penyebab dibolehkannya seorang meninggalkan ibadah. Ketiga, dilarang menimbun harta. Baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Apalagi jika penimbunan tersebut berakibat pada kelangkaan bahan pokok dan melambungnya harga. (Hal 50)
Terkait hal teknis, Rasulullah membeberkan sepuluh jalan untuk membuka pintu rejeki. Lima hal pertama adalah mencukupkan dengan yang halal dan menghindari yang haram, menjauhkan diri dari yang meragukan, selalu berprasangka baik kepada Allah, beriman dan bertaqwa, serta bertawakkal penuh kepada Allah yang Maha Memberi.
Sedangkan lima hal lainnya meliputi, senantiasa bersabar, bersyukur dan perbanyak istighfar, berikhtiar dan menyambung silaturahim, bersungguh-sungguh dalam ibadah dan berdoa, memperbanyak infaq dan sedekah, serta tekun, ulet dan kerja keras. (Hal 53-61)
Perlu juga difahami tentang sebab-sebab terhambatnya rezeki seseorang. Yaitu sikap bermalas-malasan, berburuk sangka kepada Allah, rakus terhadap dunia, serta perilaku boros dan kikir.
Di samping itu, sebuah keluarga perlu juga memahami hal-hal teknis yang menjadi sumber rejeki. Meliputi kepegawaian atau perburuhan, wiraswasta (pengusaha), pertanian, perikanan dan peternakan, pendidikan, pengobatan, pertambangan, dan investasi.
Selain itu, dalam buku yang sudah dua kali cetak ini, dibahas pula tentang manajemen asset keluarga, contoh tabel pendapatan dan pengeluaran keluarga, jenis-jenis pengeluaran dan bab tentang pentingnya menjadi wanita mandiri dalam rumah tangga. Sehingga ia tidak tergantung sepenuhnya kepada suami. Dengan catatatn, kewajiban utamanya sebagai istri dan ibu tetap bisa dilaksanakan dengan baik dan dalam menjalankan aktivtas kemandirian tersebut tetap mendapat ijin dari suaminya.
Yang paling menarik, pada setiap akhir bab disajikan kesimpulan dan aneka tips praktis. Sehingga pembaca lebih mudah dalam memahami dan mempraktekan apa yang menjadi kajian utama dalam tiap bab.
Uang bukanlah sumber kebahagiaan sebuah rumah tangga. Tapi ketiadaan dan kesalahan pengelolaannya, tidak jarang menjadi penyebab konflik dalam rumah tangga. Dimana konflik tersebut berujung pada broken home dan perceraian yang marak terjadi sejak awal diciptakannya manusia hingga detik ini. []
Penulis : Pirman
Penulis Antologi Surat Cinta Untuk Murobbi dan sejumlah buku lainnya
Penulis resensi di sejumlah media cetak
Penulis : Dra. Sulistianingsih M.Si.
Penerbit : Pro-U Media – Yogyakarta
Tebal : 180 halaman ; 14 x 20 cm
ISBN : 979-1273-278
Cetakan Ke-2 : April 2012
Dalam Islam, kebahagiaan sebuah keluarga dilukiskan dalam tiga kata, sakinah, mawaddah dan rahmah. Konsep kebahagiaan ini meliputi kebahagiaan fisik, fikir dan juga ruh. Ketiga hal ini harus berjalan seimbang agar mendapat bahagia yang sempurna. Ketiadaan salah satunya, bisa mengakibatkan sebuah keluarga berantakan bahkan berujung pada perceraian.
Untuk menggapai kebahagaiaan ini setiap keluarga harus memiliki ilmu yang cukup. Karena bahagia dalam keluarga bukan bonus yang turun begitu saja dari langit. Melainkan hasil perjuangan maha dahsyat yang tak kenal ujung. Harus ada kesusungguhan dalam mewujudkannya.
Diantara hal yang sangat penting dalam menyusun bangunan kebahagiaan sebuah rumah tangga adalah kecerdasan dalam mengatur keuangan. Hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena hampir seluruh aktivitas dalam kehidupan membutuhkan andil uang di dalamnya. Yang perlu dicatat, keberhasilan pengaturan keuangan tidak berhubungan dengan besarnya jumlah penghasilan. Melainkan lebih pada pengoptimalan rejeki yang sudah Allah atur pembagiannya dengan sangat baik.
Hal pertama yang harus difahami adalah kriteria suami dan istri yang baik. Karena kebahagiaan disusun sejak awal dengan pondasi yang tepat. Suami yang baik sedikitnya memiliki tiga kriteria, berperilaku yang baik, sanggup mendidik istri dan anak-anak, dan mampu memberi nafkah untuk keluarga. Sedangkan istri yang baik haruslah memiliki sifat amanah dalam menunaikan kewajiban terhadap suami dan anak-anak, menjaga rahasia suami dan selalu minta izin kepadanya, serta menjaga kehormatan diri dan harta suami. (Hal 20 – 36)
Setelah memahami kewajiban dan hak masing-masing, sebuah keluarga harus memiliki pemahaman yang sama tentang makna harta dalam kehidupan. Harta hanyalah penopang. Penunjang kehidupan dan salah satu sebab yang bisa mengantarkan mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhrat. Yang perlu diingat dengan baik, harta bukanlah tujuan. Maka adanya hanya menimbulkan syukur dan tiadanya membuat keluarga muslim semakin giat berusaha agar kehidupannya dapat berjalan seimbang sebagaimana mestinya.
Contoh terbaik dalam hal ini bisa didapati dari kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa Sallam. Beliau diriwayatkan pernah mengganjal perutnya dengan batu karena tidak mempunyai apapun untuk dimakan. Sementara dalam kesempatan lain, beliau membagikan harta rampasan perang yang ‘disebar’ di halaman rumah beliau, siapa yang berhak, silahkan ambil. Bahkan, beliau pernah risau lantaran masih menyimpan harta di sore hari setelah ashar. Beliau baru lega ketika harta tersebut telah disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya.
Maka sejatinya, beginilah seharusnya seorang muslim. Ia harus faham, bahwa kaya bukan terletak pada seberapa banyaknya seseorang menumpuk harta dan kekayaan, melainkan pada seberapa banyak harta yang ia bagikan kepada sesamanya, terlebih kepada mereka yang membutuhkan.
Jika hal ini sudah difahami dengan baik, maka setiap keluarga muslim akan bersungguh-sungguh dalam mencari sumber rejeki. Sehingga mereka tidak menjadi benalu bagi keluarga lain dan bisa memberikan manfaat sebanyak-banaknya kepada seluruh umat manusia dengan hartanya.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika keluarga muslim mencari rejeki. Pertama, jangan mencari usaha dari sumber yang haram. Termasuk di dalamnya riba’, perjudian, jual beli barang haram, merampok, korupsi, dst. Kedua, jangan sampa mencari rejeki dengan meninggalkan ibadah wajib. Karena mencari rejeki merupakan bagian dari ibadah. Ia bukan menjadi penyebab dibolehkannya seorang meninggalkan ibadah. Ketiga, dilarang menimbun harta. Baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Apalagi jika penimbunan tersebut berakibat pada kelangkaan bahan pokok dan melambungnya harga. (Hal 50)
Terkait hal teknis, Rasulullah membeberkan sepuluh jalan untuk membuka pintu rejeki. Lima hal pertama adalah mencukupkan dengan yang halal dan menghindari yang haram, menjauhkan diri dari yang meragukan, selalu berprasangka baik kepada Allah, beriman dan bertaqwa, serta bertawakkal penuh kepada Allah yang Maha Memberi.
Sedangkan lima hal lainnya meliputi, senantiasa bersabar, bersyukur dan perbanyak istighfar, berikhtiar dan menyambung silaturahim, bersungguh-sungguh dalam ibadah dan berdoa, memperbanyak infaq dan sedekah, serta tekun, ulet dan kerja keras. (Hal 53-61)
Perlu juga difahami tentang sebab-sebab terhambatnya rezeki seseorang. Yaitu sikap bermalas-malasan, berburuk sangka kepada Allah, rakus terhadap dunia, serta perilaku boros dan kikir.
Di samping itu, sebuah keluarga perlu juga memahami hal-hal teknis yang menjadi sumber rejeki. Meliputi kepegawaian atau perburuhan, wiraswasta (pengusaha), pertanian, perikanan dan peternakan, pendidikan, pengobatan, pertambangan, dan investasi.
Selain itu, dalam buku yang sudah dua kali cetak ini, dibahas pula tentang manajemen asset keluarga, contoh tabel pendapatan dan pengeluaran keluarga, jenis-jenis pengeluaran dan bab tentang pentingnya menjadi wanita mandiri dalam rumah tangga. Sehingga ia tidak tergantung sepenuhnya kepada suami. Dengan catatatn, kewajiban utamanya sebagai istri dan ibu tetap bisa dilaksanakan dengan baik dan dalam menjalankan aktivtas kemandirian tersebut tetap mendapat ijin dari suaminya.
Yang paling menarik, pada setiap akhir bab disajikan kesimpulan dan aneka tips praktis. Sehingga pembaca lebih mudah dalam memahami dan mempraktekan apa yang menjadi kajian utama dalam tiap bab.
Uang bukanlah sumber kebahagiaan sebuah rumah tangga. Tapi ketiadaan dan kesalahan pengelolaannya, tidak jarang menjadi penyebab konflik dalam rumah tangga. Dimana konflik tersebut berujung pada broken home dan perceraian yang marak terjadi sejak awal diciptakannya manusia hingga detik ini. []
Penulis : Pirman
Penulis Antologi Surat Cinta Untuk Murobbi dan sejumlah buku lainnya
Penulis resensi di sejumlah media cetak
0 komentar:
Posting Komentar