Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memberikan nasehat kepada Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan Hijriyah yang menggunakan hisab wujudul hilal. HTI sendiri dalam menetapkan awal dan akhir bulan suci Ramadhan berdasarkan melihat hilal (rukyatul hilal).
“Kalau HTI berdasarkan Hadits HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah RA, ‘Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh hari’,” kata Ketua DPP HTI Farid Wajdi seperti dikutip Fimadani, Senin (24/06).
Farid menjelaskan, penetapan awal dan akhir Ramadhan dengan rukyatul hilal secara global. Jika hilal terlihat di sebuah daerah, maka berlaku bagi seluruh daerah lain.
“Kalau di suatu daerah melihat hilal, maka daerah lain melaksanakan ibadah puasa dan itu dilaksanakan secara global,” papar Farid.
Menurut Farid, perbedaan awal dan akhir puasa yang terjadi sekarang ini bukan perbedaan metodologi. Tapi diakibatkan oleh ego nasionalisme.
“Masing-masing negeri muslim menetapkan sendiri-sendiri awal dan akhir Ramadhan berdasar hasil perhitungan atau rukyah yang didapat di wilayah negara itu,” pungkas Farid.
Lebih jauh Farid menilai, jika ada khilafah Islamiyah, perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan bisa diselesaikan.
“Maka perlu adanya Khilafah Islamiyah agar dapat mempersatukan penetapan awal dan akhir Ramadhan,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1434 H jatuh pada Selasa, 9 Juli 2013. Sementara sejumlah ormas Islam lainnya, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) menunggu hasil rukyatul hilal yang kemudian diumumkan pemerintah melalui sidang itsbat. [AM/Fmd]
“Kalau HTI berdasarkan Hadits HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah RA, ‘Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh hari’,” kata Ketua DPP HTI Farid Wajdi seperti dikutip Fimadani, Senin (24/06).
Farid menjelaskan, penetapan awal dan akhir Ramadhan dengan rukyatul hilal secara global. Jika hilal terlihat di sebuah daerah, maka berlaku bagi seluruh daerah lain.
“Kalau di suatu daerah melihat hilal, maka daerah lain melaksanakan ibadah puasa dan itu dilaksanakan secara global,” papar Farid.
Menurut Farid, perbedaan awal dan akhir puasa yang terjadi sekarang ini bukan perbedaan metodologi. Tapi diakibatkan oleh ego nasionalisme.
Lebih jauh Farid menilai, jika ada khilafah Islamiyah, perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan bisa diselesaikan.
“Maka perlu adanya Khilafah Islamiyah agar dapat mempersatukan penetapan awal dan akhir Ramadhan,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1434 H jatuh pada Selasa, 9 Juli 2013. Sementara sejumlah ormas Islam lainnya, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) menunggu hasil rukyatul hilal yang kemudian diumumkan pemerintah melalui sidang itsbat. [AM/Fmd]
0 komentar:
Posting Komentar