Kuburan merupakan salah satu ajang kekufuran dan kesyirikan di masa jahiliyah. Terbukti hal yang demikian dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَرَأَيْتُمُ الاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ اْلأُنْثَى تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيْزَى
“Apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.” (An-Najm: 19-22)
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mencerca kaum musyrikin dengan peribadatan mereka kepada patung-patung, tandingan-tandingan bagi Allah dan berhala-berhala, di mana mereka memberikan rumah-rumah untuk menyaingi Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Bagaimana pendapat kalian tentang Al-Lata”. Al-Lata adalah sebutan untuk batu yang terukir di mana di atasnya dibangun rumah dan berada di kota Thaif. Ia memiliki kelambu dan juru kunci dan di sekitarnya terdapat halaman yang diagungkan oleh penduduk Thaif, yaitu kabilah Tsaqif dan yang mengikuti mereka. Mereka berbangga-bangga dengannya di hadapan seluruh kabilah Arab kecuali Quraisy.”
“Bagaimana pendapat kalian tentang Al-Lata”. Al-Lata adalah sebutan untuk batu yang terukir di mana di atasnya dibangun rumah dan berada di kota Thaif. Ia memiliki kelambu dan juru kunci dan di sekitarnya terdapat halaman yang diagungkan oleh penduduk Thaif, yaitu kabilah Tsaqif dan yang mengikuti mereka. Mereka berbangga-bangga dengannya di hadapan seluruh kabilah Arab kecuali Quraisy.”
Kemudian beliau berkata:
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Mujahid, Rabi’ bin Anas mereka membaca (الاَّتَ) dengan ditasydidkan taa (تَّ) dan mereka menafsirkannya dengan: “Seseorang yang mengadoni gandum untuk para jamaah haji di masa jahiliyyah. Tatkala dia meninggal, mereka i’tikaf di kuburannya lalu menyembahnya.”
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Mujahid, Rabi’ bin Anas mereka membaca (الاَّتَ) dengan ditasydidkan taa (تَّ) dan mereka menafsirkannya dengan: “Seseorang yang mengadoni gandum untuk para jamaah haji di masa jahiliyyah. Tatkala dia meninggal, mereka i’tikaf di kuburannya lalu menyembahnya.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan:
Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang menjadikan gandum untuk para jamaah haji.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/35, lihat Tafsir Al-Qurthubi, 9/66, Ighatsatul Lahfan, 1/184)
Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang menjadikan gandum untuk para jamaah haji.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/35, lihat Tafsir Al-Qurthubi, 9/66, Ighatsatul Lahfan, 1/184)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan:
“Al-Latta dengan bacaan ditasydidkan huruf taa adalah bacaan Ibnu ‘Abbas berdasarkan bacaan ini berarti isim fa’il (bentuk subyek) dari kata ‘latta’ (yang berbentuk) patung, ini asalnya adalah seseorang yang mengadoni tepung untuk para jamaah haji yang dicampur dengan minyak samin lalu dimakan oleh para jamaah haji. Tatkala dia mati, orang-orang i’tikaf di kuburnya lalu mereka menjadikannya sebagai berhala.” (Qaulul Mufid, 1/253)
“Al-Latta dengan bacaan ditasydidkan huruf taa adalah bacaan Ibnu ‘Abbas berdasarkan bacaan ini berarti isim fa’il (bentuk subyek) dari kata ‘latta’ (yang berbentuk) patung, ini asalnya adalah seseorang yang mengadoni tepung untuk para jamaah haji yang dicampur dengan minyak samin lalu dimakan oleh para jamaah haji. Tatkala dia mati, orang-orang i’tikaf di kuburnya lalu mereka menjadikannya sebagai berhala.” (Qaulul Mufid, 1/253)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
“Termasuk dari tipu daya setan yang telah menimpa mayoritas orang sehingga tidak ada seorangpun yang selamat-kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah- yaitu “Apa-apa yang telah dibisikkan para setan kepada wali-walinya berupa fitnah kuburan.” (Ighatsatul Lahfan, 1/182)
“Termasuk dari tipu daya setan yang telah menimpa mayoritas orang sehingga tidak ada seorangpun yang selamat-kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah- yaitu “Apa-apa yang telah dibisikkan para setan kepada wali-walinya berupa fitnah kuburan.” (Ighatsatul Lahfan, 1/182)
Yang mengawali terjadinya fitnah besar ini adalah kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam sebagaimana telah diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang mereka:
قَالَ نُوْحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوْا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلاَّ خَسَارًا وَمَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا وَقَالُوْا لاَ تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوْثَ وَيَعًوْقَ وَنَسْرًا وَقَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَلاَ تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ ضَلاَلاً
“Nuh berkata: Ya Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu daya yang amat besar. Dan mereka berkata jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Yauq dan Nasr. Dan sesungguhnya mereka menyesatkan kebanyakan manusia. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.” (Nuh: 21-24)
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam riwayat Al-Bukhari menyatakan:
“Mereka adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan menyampaikan kepada orang-orang agar mendirikan di majelis-majelis mereka gambar orang-orang shalih tersebut dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut dan belum disembah, sampai ketika mereka meninggal dan ilmu semakin dilupakan, maka gambar-gambar itu pun disembah.”
“Mereka adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan menyampaikan kepada orang-orang agar mendirikan di majelis-majelis mereka gambar orang-orang shalih tersebut dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut dan belum disembah, sampai ketika mereka meninggal dan ilmu semakin dilupakan, maka gambar-gambar itu pun disembah.”
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan:
“Bukan hanya satu ulama salaf yang mengatakan: ‘Mereka adalah orang-orang shalih dari kaum Nuh. Tatkala mereka meninggal, orang-orang i’tikaf di kubur-kubur mereka lalu membuat patung-patung tersebut hingga masa yang sangat panjang, lalu menjadi sesembahan.” Kemudian beliau mengatakan: “Mereka telah menghimpun dua fitnah yaitu fitnah kubur dan fitnah menggambar.” (Ighatsatul Lahfan, 1/184)
“Bukan hanya satu ulama salaf yang mengatakan: ‘Mereka adalah orang-orang shalih dari kaum Nuh. Tatkala mereka meninggal, orang-orang i’tikaf di kubur-kubur mereka lalu membuat patung-patung tersebut hingga masa yang sangat panjang, lalu menjadi sesembahan.” Kemudian beliau mengatakan: “Mereka telah menghimpun dua fitnah yaitu fitnah kubur dan fitnah menggambar.” (Ighatsatul Lahfan, 1/184)
Loh kok disamain sih, kan orang zaman dahulu menyembah patung, itu jelas-jelas perbuatan syirik?
Sisi persamaan disini pada pengagungan yang berlebihan terhadap orang yang sholeh. Awalnya mereka para orang shalih tidak disembah. Seperti juga keadaan makam-makam yang dianggap keramat, bermacam-macam tanggapan orang. Ada yang hanya digunakan sebagai tempat berdoa kepada Allah, mencari barokah, mencari petunjuk, mensucikan pusaka, selamatan, dan banyak yang lainnya. Coba kita cermati dan renungkan.
Kan di kuburan kita tidak beribadah kepada kuburan itu, hanya berdoa kepada Allah
Mari kita baca hadits-hadits berikut ini:Hadits Abu Martsad Al Ghanawi, Rasulullah bersabda:
لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور
“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.” (HR. Muslim)Hadits Anas bin Malik:
أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ
“Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang shalat diantara kuburan-kuburan.” (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)Hadits Abu Sa’id Al Khudri
الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
Dan jenis perbuatan ini pun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah :
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)
Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani dan Al Qaulul Mufid 1/396)
Ketika berdoa di kuburan, kami hanya menjadikan para wali sebagai perantara (tawasul) kepada Allah.
Jika perbuatan ini benar, niscaya tidak akan ditinggal oleh para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kuburan imam para Rasul yaitu Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tentu akan berlomba-lomba untuk melakukannya dan tentu akan teriwayatkan dari mereka setelah itu. Berdasarkan sisi ini jelas bahwa perbuatan ini diada-adakan, termasuk perkara baru dan merupakan satu kebid’ahan di dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha).Loh ada syariat Rasulullah untuk berziarah kubur…!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ ، فَزُوْرُوْهَا لِتَذْكِرِكُمْ زِيَارَتُهَا خَيْراً
“Dahulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, (kini) berziarahlah, agar ziarah kubur itu mengingatkanmu berbuat kebajikan.” (HR. Ahmad, hadits sahih)“Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian.”(Muslim)
Memang benar bahwasanya Rasulullah mensyariatkan untuk ziarah kubur, tapi dari hadits-hadits diatas kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan dari ziarah kubur adalah mengingatkan kepada kematian, mendoakan si mayit, dan amalan sunnah lainnya. Bukan untuk sholat, membaca Al-Quran, berdoa untuk dirinya dengan perantara si mayit, menabur bunga, memberikan sesaji, dan hal-hal yang dilarang lainnya.
Aku (‘Aisyah) berkata :
“Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kuburan) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah : Semoga keselamatan tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang belakangan dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Ahmad)
“Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kuburan) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah : Semoga keselamatan tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang belakangan dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Ahmad)
لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَ لاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا
“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula duduk di atasnya.” (HR. Muslim)وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Dan hendaklah mereka melakukan tha’waf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah, Ka’bah).” (AI-Hajj: 29). Tidak thawaf di kuburan.لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تـُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (١٠٦)
“Dan janganlah kamu menyembah apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (Yunus: l06)
(Orang-orang yang zhalim adalah musyrikin).Dilarang membangun di atas kuburan atau menulis sesuatu dari Al-Quran atau syair di atasnya. Sebab hal itu dilarang,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim, 3/62, Ibnu Abi Syaibah 4/134, At-Tirmidzi 2/155, dishahihkan oleh Al-Imam Ahmad, 3/339 dan 399).
Cukup meletakkan sebuah batu setinggi satu jengkal, untuk menandai kuburan. Dan itu sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika meletakkan sebuah batu di atas kubur Utsman bin Mazh’un, lantas beliau bersabda,
أَتَعَلـَّمُ عَلَى قَبْرِ أَخِيْ
“Aku memberikan tanda di atas kubur saudaraku.” (HR. Abu Daud, dengan sanad hasan).لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, 198 dan 8/114, Muslim, 2/67, Abu ‘Awanah, 1/399, Ahmad, 6/80, 121, 255 dan lainnya)
Kalau begitu kafir dong yang suka ziarah di makam-makam wali dan tempatnya di neraka.
Eits…, tunggu dulu. Untuk menghukumi seseorang secara khusus kafir butuh tahapan dan tidak asal dia melakukan perbuatan kekafiran langsung dicap kafir, siapa yang melakukan bid’ah dicap ahlul bid’ah. Harus diteliti terlebih dahulu apakah pelakunya sudah diingatkan atau belum.
Terlebih lagi masalah neraka dan syorga ini adalah rahasia Allah, bahkan kepada orang non-Islam yang masih hidup kita tidak boleh berkata “kamu masuk neraka!”, karena bisa saja di akhir hidupnya dia bertaubat dan diampuni dosa-dosanya oleh Allah.
***
Sumber: Klik di Sini
0 komentar:
Posting Komentar