Nisfu artinya separuh atau pertengahan. Nisfu Sya’ban artinya adalah pertengahan bulan Sya’ban. Nisfu Sya’ban ini memiliki keistimewaan sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Meskipun malam nisfu Sya’ban memiliki keutamaan seperti disebutkan dalam hadits di atas, menghidupkan malam nisfu Sya’ban adalah perkara yang diperselisihkan sejak zaman tabi’in. Dalam buku Mafhum Al-Bid’ah wa Atsaruhu fil Fatwa, Dr Abdul Ilah bin Husain Al-‘Arfaj menjelaskan perbedaan pendapat para tabi’in tersebut.
Ibnu Rajab berkata:
“Para tabi’in yang tinggal di negeri Syam, misalnya Khalid bin Ma’dan, Makhul dan Luqman bin Amir, memuliakan malam nisfu Sya’ban dan beribadah dengan sungguh-sungguh. Dari merekalah manusia meriwayatkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Ketika riwayat tersebut terkenal di berbagai negeri, kaum muslimin berbeda pendapat tentangnya. Sebagian menerima riwayat dari mereka. Dan selain mereka, terdapat orang yang sepakat dalam hal memuliakan malam nisfu sya’ban, misalnya para ahli ibadah di Basrah.
Namun, berbeda dengan mayoritas ulama Hijaz, seperti Atha’ dan Ibnu Malikah. Riwayat ini dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari para ulama Madinah, seperti Malik bin Anas dan lainnya. Para ulama Hijaz menyatakan bahwa memuliakan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah.
Diriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, bahwa ia berkata, “Tak ada malam selain lailatul qadar yang lebih mulia daripada nisfu sya’ban. Pada malam ini, Allah turun ke langit dunia kemudian memberikan ampunan kepada seluruh hamba-Nya, kecuali orang yang berbuat syirik dan memutus persaudaraan.”
Sedangkan Ibnu Taimiyah mengatakan, “Telah diriwayatkan beberapa hadits marfu’ dan atsar yang berkenaan dengan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Semua itu menunjukkan bahwa malam nisfu Sya’ban memang memiliki keutamaan. Sebagian ulama salaf mengkhususkannya dengan memperbanyak shalat... Mayoritas ulama dari mazhab kami, seperti Imam Ahmad, menyatakan bahwa malam nusfu Sya’ban memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan banyaknya hadits dan perkataan salafush shalih yang diriwayatkan berkenaan dengan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Sebagian keutamaan tersebut diriwayatkan dalam beberapa kitab musnad dan sunan. Namun, banyak sekali hadits palsu yang dibuat berkenaan dengan malam nisfu Sya’ban.
Di sisi lain, Imam Ibnu Al-Arabi mengatakan, “Berkenaan dengan malam nisfu Sya’ban, tak ada hadits yang bisa dijadikan sebagai landasan, baik yang berkenaan dengan keutamaannya atau yang berkenaan dengan padanya ketentuan ajal diubah. Oleh karena itu, janganlah kalian memperhatikannya”
Demikian penjelasan tentang nisfu Sya’ban yang diperselisihkan sejak zaman tabi’in. Semoga perbedaan pendapat mengenai nishfu Sya'ban ini dipahami dengan baik dan dan dapat disikapi dengan bijaksana, sebagaimana seruan Dr Abdul Ilah dalam bukunya yang dalam versi Indonesia berjudul “Konsep Bid’ah & Toleransi Fiqih”. []
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Meskipun malam nisfu Sya’ban memiliki keutamaan seperti disebutkan dalam hadits di atas, menghidupkan malam nisfu Sya’ban adalah perkara yang diperselisihkan sejak zaman tabi’in. Dalam buku Mafhum Al-Bid’ah wa Atsaruhu fil Fatwa, Dr Abdul Ilah bin Husain Al-‘Arfaj menjelaskan perbedaan pendapat para tabi’in tersebut.
Ibnu Rajab berkata:
“Para tabi’in yang tinggal di negeri Syam, misalnya Khalid bin Ma’dan, Makhul dan Luqman bin Amir, memuliakan malam nisfu Sya’ban dan beribadah dengan sungguh-sungguh. Dari merekalah manusia meriwayatkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Ketika riwayat tersebut terkenal di berbagai negeri, kaum muslimin berbeda pendapat tentangnya. Sebagian menerima riwayat dari mereka. Dan selain mereka, terdapat orang yang sepakat dalam hal memuliakan malam nisfu sya’ban, misalnya para ahli ibadah di Basrah.
Namun, berbeda dengan mayoritas ulama Hijaz, seperti Atha’ dan Ibnu Malikah. Riwayat ini dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari para ulama Madinah, seperti Malik bin Anas dan lainnya. Para ulama Hijaz menyatakan bahwa memuliakan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah.
Diriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, bahwa ia berkata, “Tak ada malam selain lailatul qadar yang lebih mulia daripada nisfu sya’ban. Pada malam ini, Allah turun ke langit dunia kemudian memberikan ampunan kepada seluruh hamba-Nya, kecuali orang yang berbuat syirik dan memutus persaudaraan.”
Sedangkan Ibnu Taimiyah mengatakan, “Telah diriwayatkan beberapa hadits marfu’ dan atsar yang berkenaan dengan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Semua itu menunjukkan bahwa malam nisfu Sya’ban memang memiliki keutamaan. Sebagian ulama salaf mengkhususkannya dengan memperbanyak shalat... Mayoritas ulama dari mazhab kami, seperti Imam Ahmad, menyatakan bahwa malam nusfu Sya’ban memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan banyaknya hadits dan perkataan salafush shalih yang diriwayatkan berkenaan dengan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Sebagian keutamaan tersebut diriwayatkan dalam beberapa kitab musnad dan sunan. Namun, banyak sekali hadits palsu yang dibuat berkenaan dengan malam nisfu Sya’ban.
Di sisi lain, Imam Ibnu Al-Arabi mengatakan, “Berkenaan dengan malam nisfu Sya’ban, tak ada hadits yang bisa dijadikan sebagai landasan, baik yang berkenaan dengan keutamaannya atau yang berkenaan dengan padanya ketentuan ajal diubah. Oleh karena itu, janganlah kalian memperhatikannya”
Demikian penjelasan tentang nisfu Sya’ban yang diperselisihkan sejak zaman tabi’in. Semoga perbedaan pendapat mengenai nishfu Sya'ban ini dipahami dengan baik dan dan dapat disikapi dengan bijaksana, sebagaimana seruan Dr Abdul Ilah dalam bukunya yang dalam versi Indonesia berjudul “Konsep Bid’ah & Toleransi Fiqih”. []
0 komentar:
Posting Komentar