Judul : Air Mata Presiden Mursi
Penulis : AM Waskito
Penerbit : Pustaka Al Kautsar - Jakarta
Cetakan : I ; Juli 2013
Tebal : xiv + 138 Halaman ; 13,5 x 20,5 cm
ISBN : 978-979-592-640-5
Kudeta selalu menyisakan luka. Baik bagi rakyat umum, maupun bagi pihak yang dikudeta. Dalam rangakaian peristiwa itu, seringkali diiringi dengan kekerasan berdarah. Mulai dari pengasingan, intimidasi bahkan pembunuhan massal. Peristiwa perebutan kekuasaan ini, biasanya diawali dengan pembunuhan opini publik bahwa korban memang layak dikudeta.
Perisitiwa inilah yang terjadi di Mesir awal Juli lalu dan pernah juga dialami bangsa ini ketika Soeharto melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Mirisnya, kudeta di Mesir ini terjadi pada abad 20. Ketika demokrasi diklaim sebagai sistem terbaik untuk tatanan dunia saat ini. Presiden Muhammad Mursi yang terpilih secara sah dalam pemilu terdemokratis sepanjang sejarah Mesir itu dilengserkan oleh militer pimpinan Jenderal Abdul Fatah as-Sisi. Kudeta ini bukan kehendak murni militer. Ada pesanan barat – AS, Israel, Uni Eropa, Emirat dan Saudi- sehingga kepemimpinan yang baru berjalan satu tahun ini harus digulingkan. (hal 3)
Diantara banyak pendapat tentang kudeta ini, sangat menarik sebuah ungkapan dari Manager Nasution yang merupakan salah satu angota Komnas HAM RI. Bahwa kudeta itu adalah kejahatan kemanusiaan, pengkhianatan demokrasi serta mengorbankan rakyat dan masa depan Mesir. ( Hal 51)
Pernyataan ini seakan terbukti setelah berlanjutnya aksi damai yang dilakukan oleh para pendukung Presiden Muhammad Mursi. Bukan saja di Mesir yang telah berlangsung lebih dari satu bulan. Melainkan juga dukungan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dimana pada aksi damai di Mesir itu, militer melakukan tindakan membabi buta. Sudah tiga kali militer melakukan pembantaian terhadap demonstran damai. Hingga saat ini, ada sekitar 500 orang yang harus meregang nyawa lantaran membela haknya itu.
Oleh karena beragamnya opini dan kompleksnya masalah inilah, kita dituntut untuk bersikap adil. Apalagi ketika melihat sejarah negeri ini. Bahwa Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Sehingga secara historis, Indonesia berhutang budi kepada negeri para nabi itu.
Guna memberikan gambaran yang utuh tentang Kudeta 3 Juli 2013 ini, AM Waskito mengambil inisiatif untuk menulis buku Air Mata Presiden Mursi. Buku yang terbit beberapa pekan setelah kudeta ini membeirkan sebuah perspektif berimbang. Didalamnya disediakan data ilmiah dan analisis yang tajam. Beliau juga membedah sejumlah pemberitaan media massa nasional yang terkesan bermuka dua bahkan memperkeruh suasana.
Banyak sebab yang melatarbelakangi kudeta berdarah itu. Terkait isu ekonomi, banyak pakar yang berpendapat bahwa kepemimpinan Presiden Mursi gagal. Padahal, jika mau jujur, kepemimpinan ini baru berjalan satu tahun lebih tiga hari. Sangatlah tidak mungkin bagi seorang Presiden untuk memperbaiki kerusakan yang telah dilakukan selama 30 tahun dalam waktu satu tahun. (Hal 106)
Di sisi lain, ditemukan pula fakta bahwa awal mula kudeta terjadi lantaran Presiden yang merupakan kader Ikhwanul Muslimin ini menolak pinjaman sebesar 4.8 Milyar Dollar yang diberikan oleh IMF. Dengan alasan kemandirian, Sang Presiden mantap menolak pinjaman itu. Alhasil, pihak IMF dibantu Amerika dan Israel mengucurkan dana segar sebesar 1.3 Milyar Dollar kepada militer Mesir di bawah komando Jenderal as-Sisi. Dana itulah yang disinyalir sebagai mahar untuk melakukan kudeta. ( Hal 58 )
Dalam skala internasional, salah satu sebab dilakukannya kudeta ini adalah keberpihakan Mursi kepada Palestina dan Suriah. Palestina sejak tahun 1948 dijajah oleh Israel dan Suriah tengah mengalami pembantaian oleh Rezim Basyar Asad. Jika Presiden Mursi dibiarkan melenggang, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Mesir akan menurunkan militernya untuk membantu Palestina dan Suriah.
Faktanya, tepat beberapa hari setelah Mursi dilantik, perbatasan Mesir dan Palestina langsung dibuka. Sehingga warga Palestina bisa keluar masuk Mesir tanpa pemeriksaan yang ketat. Dan tepat setelah kudeta terhadap Mursi, pintu perbatasan itu kembali ditutup. (Hal 63)
Pada akhirnya, kudeta dengan dalih apapun adalah tindakan yang menodai demokrasi. Apalagi, Barat sebagai promotor demokrasi seringkali bermuka dua. Ada agenda khusus yang mereka usung. Yang kita harapkan, tidak ada lagi darah yang tumpah. Apalagi, dalam demo damai pendukung Presiden Mursi yang sudah dilakukan lebih dari 30 hari di lapangan Rab Al Adawiyah ini telah menelan 500-an korban jiwa.
Aksi damai pendukung Presiden Mursi ini bukan klaim atau isapan jempol belaka. Karena majalah sekelas TIME pada edisi bulan Juli lalu mengeluarkan sebuah liputan dengan judul World’s Best Protesters. Julukan itu diberikan kepada demonnstran damai yang setia mendukung presidennya. Dengan jumlah massa jutaan, tidak ada tumpukan sampah di tempat aksi. Bahkan mereka melakukan seluruh aktivitas di medan aksi itu. Tanpa keributan, dengan pengaturan yang sangat baik. Mulai sholat tarawih, berbuka, sahur dan aktivitas sehari-hari lainnya. Kita berdoa, semoga keadilan segera tertegak di bumi ini. [Resensi ini juga dimuat di Koran Jakarta edisi 17 Agustus 2013, rubrik perada]
Penulis : Pirman
Penulis Antologi Surat Cinta Untuk Murobbi dan sejumlah buku lainnya
Penulis resensi di sejumlah media cetak
Facebook: usman.alfarisi.9 Penulis : AM Waskito
Penerbit : Pustaka Al Kautsar - Jakarta
Cetakan : I ; Juli 2013
Tebal : xiv + 138 Halaman ; 13,5 x 20,5 cm
ISBN : 978-979-592-640-5
Kudeta selalu menyisakan luka. Baik bagi rakyat umum, maupun bagi pihak yang dikudeta. Dalam rangakaian peristiwa itu, seringkali diiringi dengan kekerasan berdarah. Mulai dari pengasingan, intimidasi bahkan pembunuhan massal. Peristiwa perebutan kekuasaan ini, biasanya diawali dengan pembunuhan opini publik bahwa korban memang layak dikudeta.
Perisitiwa inilah yang terjadi di Mesir awal Juli lalu dan pernah juga dialami bangsa ini ketika Soeharto melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Mirisnya, kudeta di Mesir ini terjadi pada abad 20. Ketika demokrasi diklaim sebagai sistem terbaik untuk tatanan dunia saat ini. Presiden Muhammad Mursi yang terpilih secara sah dalam pemilu terdemokratis sepanjang sejarah Mesir itu dilengserkan oleh militer pimpinan Jenderal Abdul Fatah as-Sisi. Kudeta ini bukan kehendak murni militer. Ada pesanan barat – AS, Israel, Uni Eropa, Emirat dan Saudi- sehingga kepemimpinan yang baru berjalan satu tahun ini harus digulingkan. (hal 3)
Diantara banyak pendapat tentang kudeta ini, sangat menarik sebuah ungkapan dari Manager Nasution yang merupakan salah satu angota Komnas HAM RI. Bahwa kudeta itu adalah kejahatan kemanusiaan, pengkhianatan demokrasi serta mengorbankan rakyat dan masa depan Mesir. ( Hal 51)
Pernyataan ini seakan terbukti setelah berlanjutnya aksi damai yang dilakukan oleh para pendukung Presiden Muhammad Mursi. Bukan saja di Mesir yang telah berlangsung lebih dari satu bulan. Melainkan juga dukungan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dimana pada aksi damai di Mesir itu, militer melakukan tindakan membabi buta. Sudah tiga kali militer melakukan pembantaian terhadap demonstran damai. Hingga saat ini, ada sekitar 500 orang yang harus meregang nyawa lantaran membela haknya itu.
Oleh karena beragamnya opini dan kompleksnya masalah inilah, kita dituntut untuk bersikap adil. Apalagi ketika melihat sejarah negeri ini. Bahwa Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Sehingga secara historis, Indonesia berhutang budi kepada negeri para nabi itu.
Guna memberikan gambaran yang utuh tentang Kudeta 3 Juli 2013 ini, AM Waskito mengambil inisiatif untuk menulis buku Air Mata Presiden Mursi. Buku yang terbit beberapa pekan setelah kudeta ini membeirkan sebuah perspektif berimbang. Didalamnya disediakan data ilmiah dan analisis yang tajam. Beliau juga membedah sejumlah pemberitaan media massa nasional yang terkesan bermuka dua bahkan memperkeruh suasana.
Banyak sebab yang melatarbelakangi kudeta berdarah itu. Terkait isu ekonomi, banyak pakar yang berpendapat bahwa kepemimpinan Presiden Mursi gagal. Padahal, jika mau jujur, kepemimpinan ini baru berjalan satu tahun lebih tiga hari. Sangatlah tidak mungkin bagi seorang Presiden untuk memperbaiki kerusakan yang telah dilakukan selama 30 tahun dalam waktu satu tahun. (Hal 106)
Di sisi lain, ditemukan pula fakta bahwa awal mula kudeta terjadi lantaran Presiden yang merupakan kader Ikhwanul Muslimin ini menolak pinjaman sebesar 4.8 Milyar Dollar yang diberikan oleh IMF. Dengan alasan kemandirian, Sang Presiden mantap menolak pinjaman itu. Alhasil, pihak IMF dibantu Amerika dan Israel mengucurkan dana segar sebesar 1.3 Milyar Dollar kepada militer Mesir di bawah komando Jenderal as-Sisi. Dana itulah yang disinyalir sebagai mahar untuk melakukan kudeta. ( Hal 58 )
Dalam skala internasional, salah satu sebab dilakukannya kudeta ini adalah keberpihakan Mursi kepada Palestina dan Suriah. Palestina sejak tahun 1948 dijajah oleh Israel dan Suriah tengah mengalami pembantaian oleh Rezim Basyar Asad. Jika Presiden Mursi dibiarkan melenggang, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Mesir akan menurunkan militernya untuk membantu Palestina dan Suriah.
Faktanya, tepat beberapa hari setelah Mursi dilantik, perbatasan Mesir dan Palestina langsung dibuka. Sehingga warga Palestina bisa keluar masuk Mesir tanpa pemeriksaan yang ketat. Dan tepat setelah kudeta terhadap Mursi, pintu perbatasan itu kembali ditutup. (Hal 63)
Pada akhirnya, kudeta dengan dalih apapun adalah tindakan yang menodai demokrasi. Apalagi, Barat sebagai promotor demokrasi seringkali bermuka dua. Ada agenda khusus yang mereka usung. Yang kita harapkan, tidak ada lagi darah yang tumpah. Apalagi, dalam demo damai pendukung Presiden Mursi yang sudah dilakukan lebih dari 30 hari di lapangan Rab Al Adawiyah ini telah menelan 500-an korban jiwa.
Aksi damai pendukung Presiden Mursi ini bukan klaim atau isapan jempol belaka. Karena majalah sekelas TIME pada edisi bulan Juli lalu mengeluarkan sebuah liputan dengan judul World’s Best Protesters. Julukan itu diberikan kepada demonnstran damai yang setia mendukung presidennya. Dengan jumlah massa jutaan, tidak ada tumpukan sampah di tempat aksi. Bahkan mereka melakukan seluruh aktivitas di medan aksi itu. Tanpa keributan, dengan pengaturan yang sangat baik. Mulai sholat tarawih, berbuka, sahur dan aktivitas sehari-hari lainnya. Kita berdoa, semoga keadilan segera tertegak di bumi ini. [Resensi ini juga dimuat di Koran Jakarta edisi 17 Agustus 2013, rubrik perada]
Penulis : Pirman
Penulis Antologi Surat Cinta Untuk Murobbi dan sejumlah buku lainnya
Penulis resensi di sejumlah media cetak
Tertarik beli buku Air Mata Presiden Mursi ini?
silahkan hubungi 085773291640
silahkan hubungi 085773291640
0 komentar:
Posting Komentar