1. Gelombang massa di 12 propinsi yang memadati jalan-jalan, sejak Jum'at Az-Zahf (12/7), bukan lagi gerakan politik, tidak berafiliasi dan berkoordinasi dengan partai manapun. Hal ini membuat As Sisi dan para pimpinan kudeta 3 Juli khawatir dan mencoba menggagalkannya.
2. Taktik yang digunakan militer dalam menghadapi demonstran kali ini, Senin (15/7), berbeda. Polisi dan preman maju ke depan sementara tentara bersembunyi dari medan bentrok. Hal tersebut merupakan dampak dari kasus pembantaian di depan kantor Garda Republik (paspampres) oleh tentara dan dampak korban yang jatuh karena serangan itu.
3. Kembalinya preman ke jalan menghadapi demonstran membuktikan telah hilangnya kekuatan aparat, seperti halnya yang terjadi selama revolusi 25 Januari. Hal itu menunjukkan gagalnya militer dalam perannya sebagai penjaga keamanan negara. Apa yang terjadi juga mengindikasikan semacam ketakutan terhadap oknum anggota partai Wathani (geng penjahat pimpinan Abu al Ainaini, -seorang pengusaha partai NDP- yang paling berperan dalam insiden di Giza kemarin malam)
4. Pemerintah 'kudeta' telah gagal menakut-nakuti dan mengancam demonstran untuk tidak ikut serta dalam meningkatkan intensitas penolakannya terhadap kudeta. Hal ini terlihat dari sikap demonstran yang berani menghadapi para preman bersenjata :
Pertama : Ketika sekelompok preman menyerang demonstran di jalanan Giza dengan senjata api, seorang perempuan berdiri dan menantang sambil berkata : "Kalian mengatakan kami orang Ikhwan karena kami menentang militer. Saya adalah anggota ikhwan, ayo bunuh saya..! Saya ingin mati syahid."
Kedua : Ketika massa Imraniyah kembali dari Munib menuju jalanan Giza, tiba-tiba terdengar tembakan senjata api di terowongan Giza. Tapi mereka terus maju sembil bertakbir menghadapi preman bersenjata tersebut.
5. Militer panik karena terjadi demonstrasi di Ramsis Square. Mereka mencoba menghentikan pergerakan demonstrasi dengan cara perang untuk membubarkan para demonstran Muslim dari sana. Mereka membunuh sebagian dan melukai ratusan orang bahkan mereka membiarkan dan tidak mau peduli dengan puluhan korban yang kritis.
6. Penyerangan yang dilakukan terhadap orang-orang yang sedang shalat sepertinya sudah menjadi kebiasaan militer, atau bisa jadi merupakan hal yang fundamental. Hal ini terbukti pada kasus penyerangan ketika shalat Ashar di Arisy, serangan pada waktu Subuh di depan Garda Republik dan serangan pada saat shalat Isya di Ramsis. Yang belum terjadi hanya penyerangan pada waktu Zuhur dan Maghrib.
7. Perseteruan di Ramsis tidak fair karena satu pihak membawa misi damai dan tidak memiliki senjata, sementara pihak lain menggunakan kekerasan, memiliki senjata gas air mata dan senjata api serta dibantu oleh preman yang dipersenjatai.
8. Seperti halnya di Rab’ah, di Ramsis juga terjadi penebaran selebaran dari atas pesawat yang berisi ancaman, "Apakah kalian tau bahwa hari ini di sana telah terjadi pembakaran dan penghancuran dan orang-orang kehilangan keluarga dan kerabat mereka…" dan seterusnya. Hal tersebut terjadi sebelum kejadian atau pada saat kejadian (penyerangan). Pembunuhan dan pembakaran terjadi belakangan.
Sedangkan pemberitaan media saat ini benar-benar telah melewati tahap prasangka satu pihak dalam melawan pihak yang lain. Tidak diragukan lagi bahwa media-media informasi telah didesain dan dikendalikan oleh keamanan dengan cara brilliant. Sebagai contoh koran Shorouk ketika menuliskan peristiwa di masjid Al Fath Ramsis, mereka menuliskan bahwa Ikhwanul Muslimin mengunci masjid Al Fath dan menghalang-halangi jama’ah yang ingin menunaikan shalat Subuh. [sumber: sinaimesir.net]
2. Taktik yang digunakan militer dalam menghadapi demonstran kali ini, Senin (15/7), berbeda. Polisi dan preman maju ke depan sementara tentara bersembunyi dari medan bentrok. Hal tersebut merupakan dampak dari kasus pembantaian di depan kantor Garda Republik (paspampres) oleh tentara dan dampak korban yang jatuh karena serangan itu.
3. Kembalinya preman ke jalan menghadapi demonstran membuktikan telah hilangnya kekuatan aparat, seperti halnya yang terjadi selama revolusi 25 Januari. Hal itu menunjukkan gagalnya militer dalam perannya sebagai penjaga keamanan negara. Apa yang terjadi juga mengindikasikan semacam ketakutan terhadap oknum anggota partai Wathani (geng penjahat pimpinan Abu al Ainaini, -seorang pengusaha partai NDP- yang paling berperan dalam insiden di Giza kemarin malam)
4. Pemerintah 'kudeta' telah gagal menakut-nakuti dan mengancam demonstran untuk tidak ikut serta dalam meningkatkan intensitas penolakannya terhadap kudeta. Hal ini terlihat dari sikap demonstran yang berani menghadapi para preman bersenjata :
Pertama : Ketika sekelompok preman menyerang demonstran di jalanan Giza dengan senjata api, seorang perempuan berdiri dan menantang sambil berkata : "Kalian mengatakan kami orang Ikhwan karena kami menentang militer. Saya adalah anggota ikhwan, ayo bunuh saya..! Saya ingin mati syahid."
Kedua : Ketika massa Imraniyah kembali dari Munib menuju jalanan Giza, tiba-tiba terdengar tembakan senjata api di terowongan Giza. Tapi mereka terus maju sembil bertakbir menghadapi preman bersenjata tersebut.
5. Militer panik karena terjadi demonstrasi di Ramsis Square. Mereka mencoba menghentikan pergerakan demonstrasi dengan cara perang untuk membubarkan para demonstran Muslim dari sana. Mereka membunuh sebagian dan melukai ratusan orang bahkan mereka membiarkan dan tidak mau peduli dengan puluhan korban yang kritis.
6. Penyerangan yang dilakukan terhadap orang-orang yang sedang shalat sepertinya sudah menjadi kebiasaan militer, atau bisa jadi merupakan hal yang fundamental. Hal ini terbukti pada kasus penyerangan ketika shalat Ashar di Arisy, serangan pada waktu Subuh di depan Garda Republik dan serangan pada saat shalat Isya di Ramsis. Yang belum terjadi hanya penyerangan pada waktu Zuhur dan Maghrib.
7. Perseteruan di Ramsis tidak fair karena satu pihak membawa misi damai dan tidak memiliki senjata, sementara pihak lain menggunakan kekerasan, memiliki senjata gas air mata dan senjata api serta dibantu oleh preman yang dipersenjatai.
8. Seperti halnya di Rab’ah, di Ramsis juga terjadi penebaran selebaran dari atas pesawat yang berisi ancaman, "Apakah kalian tau bahwa hari ini di sana telah terjadi pembakaran dan penghancuran dan orang-orang kehilangan keluarga dan kerabat mereka…" dan seterusnya. Hal tersebut terjadi sebelum kejadian atau pada saat kejadian (penyerangan). Pembunuhan dan pembakaran terjadi belakangan.
Sedangkan pemberitaan media saat ini benar-benar telah melewati tahap prasangka satu pihak dalam melawan pihak yang lain. Tidak diragukan lagi bahwa media-media informasi telah didesain dan dikendalikan oleh keamanan dengan cara brilliant. Sebagai contoh koran Shorouk ketika menuliskan peristiwa di masjid Al Fath Ramsis, mereka menuliskan bahwa Ikhwanul Muslimin mengunci masjid Al Fath dan menghalang-halangi jama’ah yang ingin menunaikan shalat Subuh. [sumber: sinaimesir.net]
0 komentar:
Posting Komentar