Saya adalah seorang penulis yang dengan sadar memilih profesi ini karena menyadari bahwa saya bukan orang yang ‘berbakat bicara’. Saya seringkali merasa tidak nyaman berbicara di muka umum, meski sejak duduk di SD sudah aktif dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler. Ketika kuliah bahkan sempat pula melanjutkan menjadi aktivis kemahasiswaan. Namun tetap saja, sejatinya saya adalah orang yang cukup dilimpabi perasaan tidak percaya diri.
Alhamdulillah, Allah mengaruniai saya ‘kelebihan’ untuk menutupi kekurangan saya tersebut. Saya diberi-Nya bakat dan kesenangan menulis. Saya menulis apa saja, baik itu fiksi, nonfiksi, cerita anak, dan pernah pula menulis komik sewaktu masih duduk di SD kelas 4. Demikian pula ketika saya memutuskan mengenakan hijab, saya makin semangat mengembangkan hobi saya tersebut. Hingga kini, saya menghasilkan 40 buku karya sendiri, 5 buku sebagai co writer, dan 38 buku bersama teman-teman penulis lain, serta ratusan artikel dan cerpen/cerber yang tersebar di berbagai media cetak serta online.
Saya kadang takjub dan merasa ‘sangat diberkahi’ setiap kali karya-karya saya terbit. Betapa tidak, saat saya seringkali merasa minder karena tidak sepandai banyak teman-teman saya yang berdakwah melalui lisan, ternyata Allah memberi saya sarana berdakwah yang lain, yaitu melalui tulisan-tulisan saya. Justru dengan tulisan, saya, dengan izin Allah, bisa menyentuh hati lebih banyak orang, di seluruh tanah air, bahkan hingga ke luar negeri, dengan cara yang ‘lembut dan seringkali tak terduga’.
Hanya rasa syukur tak terhingga yang bisa saya gemakan dalam hati setiap kali mendapat respon dari pembaca karya-karya saya. Salah satunya adalah ketika saya selesai menerbitkan novel “Facebook on Love 1”.
Ada seorang pemuda non-Islam yang mengirimi saya message lewat inbox account Facebook saya. Dia bercerita bahwa dia sangat terkesan membaca novel saya. Salah satu bunyi pesannya kurang lebih seperti ini:
“Teteh, saat saya membaca Facebook on Love, saya baru menyadari betapa saya harus memuliakan perempuan. Saya jadi sadar bahwa selama ini sikap saya terhadfap kekasih saya sangat tidak pantas dan menyakitkan hatinya. Terima kasih ya, Teteh, novelnya sudah membuka mata hati saya tentang ajaran agama Islam yang memuliakan perempuan”.
Padahal saya di novel tersebut tidak terang-terangan menyebutkan ajaran Islam seperti yang dia maksud. Saya hanya menyampaikan pesan moral secara tersirat. Alhamdulillah ternyata pesan itu dapat ditangkap oleh pembaca. Hanya Allah sajalah yang memberikan bantuan kepada saya untuk menulis seperti itu.
Saya kemudian membalas pesan tersebut dan dilanjutkan saling berbalas inbox. Agak lama setelah itu dia menyatakan ingin segera menikahi teman perempuannya itu. Dia menyadari betapa tidak nyamannya berpacaran lama-lama. Terlepas dari dia dari pemeluk agama lain, saya cukup bersyukur bahwa dia menemukan satu sisi kebenaran ajaran Islam yang mengatur sedemikian rupa hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Ada lagi pesan yang masuk melalui Private Message account Twitter saya tentang novel saya “Cinta Semusim”, yang berkisah tentang badai rumah tangga sebuah pasangan yang diakibatkan oleh selingkuh. Pembaca yang mengomentari novel saya tersebut adalah seorang perempuan yang ‘nyaris terseret perilaku selingkuh’. Dia berterima kasih sekali karena setelah membaca novel saya, dia jadi bertekad untuk keluar dari jerat dosa tersebut. Alhamdulillah. Sekali lagi saya bersyukur pada Allah yang telah menuntun saya untuk menuliskan hikmah tersebut, walau dalam bentuk sebuah novel fiksi.
Kini 33 tahun sudah saya menulis, sejak kelas 3 SD, saya menyadari bahwa di sinilah saya berdakwah, Inilah medan dan sarana dakwah yang paling pas buat saya, yang sudah disiapkan perangkatnya sebaik-baiknya oleh Allah. Maha baik Allah yang telah menuntun hamba-hamba-Nya melangkah dalam jalan dakwah untuk mengemban amanah-Nya. Langkah-langkah saya masih sangat kecil, masih sangat jauh untuk bisa dikatakan sebagai ‘pendakwah’ atau da’i ulung di jalan pena. Yang saya yakini, ini jalan yang Allah pilihkan untuk saya. Semoga Dia akan selalu menuntun langkah-langkah saya yang kadang tertatih ini, dan dengan izin-Nya juga, saya masih ingin terus berbisik tentang ajaran-ajaran-Nya di jalan pena. Hanya berbisik, sebab saya tahu, saya tak cukup ‘pede’ untuk berteriak lantang :D .
Penulis : Ifa Avianty
Depok, Jawa Barat
Alhamdulillah, Allah mengaruniai saya ‘kelebihan’ untuk menutupi kekurangan saya tersebut. Saya diberi-Nya bakat dan kesenangan menulis. Saya menulis apa saja, baik itu fiksi, nonfiksi, cerita anak, dan pernah pula menulis komik sewaktu masih duduk di SD kelas 4. Demikian pula ketika saya memutuskan mengenakan hijab, saya makin semangat mengembangkan hobi saya tersebut. Hingga kini, saya menghasilkan 40 buku karya sendiri, 5 buku sebagai co writer, dan 38 buku bersama teman-teman penulis lain, serta ratusan artikel dan cerpen/cerber yang tersebar di berbagai media cetak serta online.
Saya kadang takjub dan merasa ‘sangat diberkahi’ setiap kali karya-karya saya terbit. Betapa tidak, saat saya seringkali merasa minder karena tidak sepandai banyak teman-teman saya yang berdakwah melalui lisan, ternyata Allah memberi saya sarana berdakwah yang lain, yaitu melalui tulisan-tulisan saya. Justru dengan tulisan, saya, dengan izin Allah, bisa menyentuh hati lebih banyak orang, di seluruh tanah air, bahkan hingga ke luar negeri, dengan cara yang ‘lembut dan seringkali tak terduga’.
Hanya rasa syukur tak terhingga yang bisa saya gemakan dalam hati setiap kali mendapat respon dari pembaca karya-karya saya. Salah satunya adalah ketika saya selesai menerbitkan novel “Facebook on Love 1”.
Ada seorang pemuda non-Islam yang mengirimi saya message lewat inbox account Facebook saya. Dia bercerita bahwa dia sangat terkesan membaca novel saya. Salah satu bunyi pesannya kurang lebih seperti ini:
“Teteh, saat saya membaca Facebook on Love, saya baru menyadari betapa saya harus memuliakan perempuan. Saya jadi sadar bahwa selama ini sikap saya terhadfap kekasih saya sangat tidak pantas dan menyakitkan hatinya. Terima kasih ya, Teteh, novelnya sudah membuka mata hati saya tentang ajaran agama Islam yang memuliakan perempuan”.
Padahal saya di novel tersebut tidak terang-terangan menyebutkan ajaran Islam seperti yang dia maksud. Saya hanya menyampaikan pesan moral secara tersirat. Alhamdulillah ternyata pesan itu dapat ditangkap oleh pembaca. Hanya Allah sajalah yang memberikan bantuan kepada saya untuk menulis seperti itu.
Saya kemudian membalas pesan tersebut dan dilanjutkan saling berbalas inbox. Agak lama setelah itu dia menyatakan ingin segera menikahi teman perempuannya itu. Dia menyadari betapa tidak nyamannya berpacaran lama-lama. Terlepas dari dia dari pemeluk agama lain, saya cukup bersyukur bahwa dia menemukan satu sisi kebenaran ajaran Islam yang mengatur sedemikian rupa hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Ada lagi pesan yang masuk melalui Private Message account Twitter saya tentang novel saya “Cinta Semusim”, yang berkisah tentang badai rumah tangga sebuah pasangan yang diakibatkan oleh selingkuh. Pembaca yang mengomentari novel saya tersebut adalah seorang perempuan yang ‘nyaris terseret perilaku selingkuh’. Dia berterima kasih sekali karena setelah membaca novel saya, dia jadi bertekad untuk keluar dari jerat dosa tersebut. Alhamdulillah. Sekali lagi saya bersyukur pada Allah yang telah menuntun saya untuk menuliskan hikmah tersebut, walau dalam bentuk sebuah novel fiksi.
Kini 33 tahun sudah saya menulis, sejak kelas 3 SD, saya menyadari bahwa di sinilah saya berdakwah, Inilah medan dan sarana dakwah yang paling pas buat saya, yang sudah disiapkan perangkatnya sebaik-baiknya oleh Allah. Maha baik Allah yang telah menuntun hamba-hamba-Nya melangkah dalam jalan dakwah untuk mengemban amanah-Nya. Langkah-langkah saya masih sangat kecil, masih sangat jauh untuk bisa dikatakan sebagai ‘pendakwah’ atau da’i ulung di jalan pena. Yang saya yakini, ini jalan yang Allah pilihkan untuk saya. Semoga Dia akan selalu menuntun langkah-langkah saya yang kadang tertatih ini, dan dengan izin-Nya juga, saya masih ingin terus berbisik tentang ajaran-ajaran-Nya di jalan pena. Hanya berbisik, sebab saya tahu, saya tak cukup ‘pede’ untuk berteriak lantang :D .
Penulis : Ifa Avianty
Depok, Jawa Barat
Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)
0 komentar:
Posting Komentar