Keputusan DPRD Padang melalui voting yang merestui investasi pembangunan RS Siloam dan Super Blok Lippo Group di kota Padang, tidak akan menggoyahkan sikap MUI Sumbar bersama ormas Islam dan lembaga yang selama ini gencar menentangnya.
"Alhamdulillah, dalam rapat kilat antara MUI Sumbar, LKAAM Sumbar, LKAAM Kota Padang, dan Bundo Kanduang, tadi sore kami tetap teguh pada pendirian, yaitu "menolak walaupun apo rintangan nan manghadang, tabujua lalu tabalintang patah, patah sayok batungkek paruah”," tegas Ketua Komisi Fatwa MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, Rabu (13/11) malam, dikutip dari Hidayatullah.com. Artinya, apapun yang akan terjadi, ketiga lembaga utama di Minangkabau ini tidak akan mundur setapak pun dalam melakukan penolakan RS Siloam.
Keputusan itu diambil dalam rapat 'mendadak' yang dilaksanakan di kantor LKAAM Sumbar, yang langsung dihadiri Ketua MUI Sumbar Syamsul Bahri Chatib, Ketua LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Sumbar M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu dan Sekum, Ketua LKAAM Kota Padang Zainuddin Dt. R., Ny. Yusna Syam dan Nurlis Muis, Bundo Kanduang Sumbar, serta Ketua Komisi Fatwa MUI.
Sebelumnya hari Selasa (12/11) DPRD Kota Padang menyetujui dan mensahkan Ranperda Investasi Rumah Sakit (RS) Siloam beserta sekolah, mal, dan hotel yang akan dibangun Lippo Group di Jalan Khatib Sulaiman Padang menjadi Perda.
Persetujuan atas investasi RS Siloam dan investasi lainnya itu dilakukan secara voting dengan suara yang mendukung 28 orang dan yang tidak mendukung atau menolak enam orang. Mereka yang menolak investasi RS Siloam itu adalah Fraksi PKS dan seorang anggota Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan satu orang anggota dari Fraksi PPP hanya abstain.
Putusan DPRD Padang itu, menurut Buya Gusrizal, tidak mengindahkan aspirasi umat, suara MUI, dan ormas Islam serta Lembaga Kerapatan Adat yang telah nyaring menyuarakan selama ini dan dianggap angin lalu saja. "Kini DPRD Padang sepertinya sudah menyulut api kemarahan umat, padahal ulama sudah mengingatkan jauh-jauh hari agar DPRD jangan memperuncing persoalan," tegasnya.
Kecaman pada DPRD Padang juga disampaikan Ketua Paga Nagari Sumbar Ibnu Aqil D. Ghani. Dikatakatan, putusan itu bukan sekadar mengecewakan, tapi telah memporakporandakan Minangkabau.
"Rumah sakit Kristen Siloam lebih mereka cintai dari Minangkabau," kecamnya. "Umat Islam telah berjuang keras, siang dan malam. Rupanya perjuangan itu dikhianati, tak sedikit jua pun mereka dihargai".
"Tadi pagi (kemarin, red) saya ke DPRD Padang. Meminta dokumen hasil pleno tersebut. Semua seperti sembunyi. Untunglah, lewat fraksi PKS kami mendapatkannya. Hanya Fraksi PKS yang berani menolak RS Siloam, ini fakta," tegasnya.
Menurut Ibnu Aqil, apa yang harus dilakukan? Ormas Islam dan Minangkabau mesti bersatu. Tak boleh pecah. Selain itu tunjukkan kekuatan, misalnya demontrasi. Jika masih tak didengar, kata Ibnu, ajukan mosi tak percaya kepada anggota dewan, sekaligus melakukan upaya hukum.
Katanya, pembangunan RS Siloam itu melanggar hukum, di antaranya Perda tentang RTRW Padang 2010-2013 yang ditetapkan oleh DPRD Padang. “Kalau tidak juga, kami ingin menggelar kongres masyarakat Minangkabau. DPRD Kota Padang harus mencabut rekomendasi tersebut paling lambat 3 x 24 jam. Kalau tidak, kami akan turun melakukan aksi," tegasnya. [Hidayatullah/Bersamadakwah]
"Alhamdulillah, dalam rapat kilat antara MUI Sumbar, LKAAM Sumbar, LKAAM Kota Padang, dan Bundo Kanduang, tadi sore kami tetap teguh pada pendirian, yaitu "menolak walaupun apo rintangan nan manghadang, tabujua lalu tabalintang patah, patah sayok batungkek paruah”," tegas Ketua Komisi Fatwa MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, Rabu (13/11) malam, dikutip dari Hidayatullah.com. Artinya, apapun yang akan terjadi, ketiga lembaga utama di Minangkabau ini tidak akan mundur setapak pun dalam melakukan penolakan RS Siloam.
Keputusan itu diambil dalam rapat 'mendadak' yang dilaksanakan di kantor LKAAM Sumbar, yang langsung dihadiri Ketua MUI Sumbar Syamsul Bahri Chatib, Ketua LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Sumbar M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu dan Sekum, Ketua LKAAM Kota Padang Zainuddin Dt. R., Ny. Yusna Syam dan Nurlis Muis, Bundo Kanduang Sumbar, serta Ketua Komisi Fatwa MUI.
Sebelumnya hari Selasa (12/11) DPRD Kota Padang menyetujui dan mensahkan Ranperda Investasi Rumah Sakit (RS) Siloam beserta sekolah, mal, dan hotel yang akan dibangun Lippo Group di Jalan Khatib Sulaiman Padang menjadi Perda.
Persetujuan atas investasi RS Siloam dan investasi lainnya itu dilakukan secara voting dengan suara yang mendukung 28 orang dan yang tidak mendukung atau menolak enam orang. Mereka yang menolak investasi RS Siloam itu adalah Fraksi PKS dan seorang anggota Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan satu orang anggota dari Fraksi PPP hanya abstain.
Putusan DPRD Padang itu, menurut Buya Gusrizal, tidak mengindahkan aspirasi umat, suara MUI, dan ormas Islam serta Lembaga Kerapatan Adat yang telah nyaring menyuarakan selama ini dan dianggap angin lalu saja. "Kini DPRD Padang sepertinya sudah menyulut api kemarahan umat, padahal ulama sudah mengingatkan jauh-jauh hari agar DPRD jangan memperuncing persoalan," tegasnya.
Kecaman pada DPRD Padang juga disampaikan Ketua Paga Nagari Sumbar Ibnu Aqil D. Ghani. Dikatakatan, putusan itu bukan sekadar mengecewakan, tapi telah memporakporandakan Minangkabau.
"Rumah sakit Kristen Siloam lebih mereka cintai dari Minangkabau," kecamnya. "Umat Islam telah berjuang keras, siang dan malam. Rupanya perjuangan itu dikhianati, tak sedikit jua pun mereka dihargai".
"Tadi pagi (kemarin, red) saya ke DPRD Padang. Meminta dokumen hasil pleno tersebut. Semua seperti sembunyi. Untunglah, lewat fraksi PKS kami mendapatkannya. Hanya Fraksi PKS yang berani menolak RS Siloam, ini fakta," tegasnya.
Menurut Ibnu Aqil, apa yang harus dilakukan? Ormas Islam dan Minangkabau mesti bersatu. Tak boleh pecah. Selain itu tunjukkan kekuatan, misalnya demontrasi. Jika masih tak didengar, kata Ibnu, ajukan mosi tak percaya kepada anggota dewan, sekaligus melakukan upaya hukum.
Katanya, pembangunan RS Siloam itu melanggar hukum, di antaranya Perda tentang RTRW Padang 2010-2013 yang ditetapkan oleh DPRD Padang. “Kalau tidak juga, kami ingin menggelar kongres masyarakat Minangkabau. DPRD Kota Padang harus mencabut rekomendasi tersebut paling lambat 3 x 24 jam. Kalau tidak, kami akan turun melakukan aksi," tegasnya. [Hidayatullah/Bersamadakwah]
0 komentar:
Posting Komentar