Tahun itu untuk pertama kalinya aku dipercaya memegang sebuah kelompok mentoring, padahal teman seangkatanku sudah memegang halaqoh. Wajar aku baru mencoba mengenal kembali, baru mencoba memahami dan baru mengabdiakan diri di jalan ini setelah sebelumnya tersesat lama dalam keegoisan hati yang beku membatu.
Siang itu matahari di atas bumi Sriwijaya terasa membakar ubun-ubun, sebenarnya hari itu aku tak punya jadwal kuliah tapi kewajiban mengisi mentoring mengharuskanku mengalahkan rasa malas ini. Mana mungkin aku mau mengalah pada panas yang tak seberapa. Sungguh belum ada apa-apanya jika di banding dengan apa yang Rasul dan para sahabat lakukan demi tersiarnya agama Allah, nyawa adalah taruhannya, batin ku mencoba menguatkan.
Mentoring hari ini sebenarnya berjalan menyenangkan seperti biasanya adik-adik yang semangat dan antusias selalu berhasil melenyapkan rasa lelahku. Walau semua berjalan lancar tapi ada satu hal yang menganjal pikiranku. Ya, Intan salah satu adik mentoringku ini sejak awal tak pernah datang dengan alasan yang kadang tak masuk akal. Jujur, aku kesal dan terkadang sedih karena kelakuan adik yang satu ini. Ketika di suatu sore saat perjalanan pulang ke asrama sebuah sms dari adik mentoringku membuyarkan pikiranku yang masih tertuju pada Intan.
“Assalamualaikum, Mbak, Apri pengen baca buku “Agar Bidadari Cemburu Padamu” Mbak punya ngak? Kalo punya Apri pinjam ya”. Astaghfirullah, batinku tersentak, dalam hembusan angin sore yang mesra, ingatanku menerobos masuk ke dalam kepala membuka kunci kenangan masa lalu, membawaku di masa dimana dulu ada juga seorang mahasiswa dengan segenggam mimpi yang kemudian terjebak pada salah satu kegiatan mingguan yang awalnya disebut dengan mentoring. Dia hampir tak pernah datang pada agenda mentoring tersebut dengan segudang alasan. Dulu dia masih mengumbar aurat dan dengan santainya menjalin hubungan dengan laki-laki yang belum halal. Sampai takdir Allah membawanya tinggal di sebuah asrama rusunawa kebetulan waktu itu di asramanya kebanyakan dihuni oleh para wanita berjilbab yang dia tahu adalah aktivis dakwah, hatinya gundah dia dan temannya berpikir ini tidak bagus. Mereka berdua takut kalau tertular jadi seperti para ADK itu, namun Allah selalu punya jalannya, ada sebuah hari dimana membuatnya terpaksa tidur di salah satu kamar wanita itu, dia bernama Sari seorang ADK. Malam itu Sari sedang belajar, sementara dia sedang asyik guling-gulingan sambil sms-an dengan pacarnya yang kebetulan kuliah di Jawa.
Dalam hening malam itu tiba-tiba Sari angkat suara. “Li, kamu suka baca buku kan?” tanyanya.
“Eh, iya” dijawab seadanya.
“Nih buku keren, mau baca?”
“Ehm…boleh”.
Sebuah buku karya Salim A Fillah, “Agar Bidadari Cemburu Padamu.” Gubrak, buku dakwah nih, pikirnya sambil kemudian membolak-balik halaman dengan acuh. Tapi malam itu rupanya malam yang kemudian mengubah segalanya, kata-kata ringan Salim A Fillah membuatnya tertarik untuk melanjutkan bacaannya lembar demi lembar, sebuah tulisan indah, indah sekali tentang seorang wanita dan seluruh kemuliaannya yang bidadari pun cemburu padanya. Betapa mulia dan sucinya wanita dalam Islam, gemuruh dadanya bergejolak, deras rasanya hujan membasahi padang hatinya yang selama ini hampa kering kerontang tanpa iman, Ya Allah betapa buruknya hamba ini. Hati ini telah ternoda dengan cinta yang belum halal, kemudian hinaan yang kerap dibicarakannya dengan temannya soal wanita berjilbab itu terasa menusuk-nusuk hatinya. Tentang kakak tutornya yang masih sabar mengajaknya datang dalam agenda mentoring, semua itu berputar-putar dalam kepalanya, matanya tak lagi tahan untuk membendung air mata.
Hari sudah larut. Sari pun sudah terlelap, tapi mana bisa dia tidur. Rasa bersalah dan air mata ini tak juga mau reda, ada sesuatu yang aneh masuk ke dalam jiwanya malam itu, sebuah ketenangan. Setelah malam itu bayangan tentang wanita shaliha terus mengusiknya. Yusran pacarnya sudah lebih dari seminggu menghubunginya tapi tak di hiraukannya, sampai di suatu siang dia nekat membalas sms pacarnya, ”Assalamualaikum maaf tak mengangkat telponmu atau membalas sms mu, aku bukan sedang marah atau benci “aku hanya ingin cinta yang halal di mata dunia juga akhirat.” Kebetulan waktu itu lagi heboh film KCB, sejak hari itu dia putuskan menjadi wanita yang lebih baik, hari itu pun dia putuskan untuk memulai menutup auratnya dan belajar menjadi wanita shaliha kemudian belajar menjaga hatinya agar senantiasa terjaga sampai cinta yang sebenarnya datang.
Kelompok mentoringnya sudah memasuki kelompok lanjutan dan karena kelakuaannya selama ini, namanya tak masuk dalam rekomendasi. Dia sadar dia salah dan dia mau berubah setelah menyakinkan tutor lamanya akhirnya dia diikutkan pada mentoring lanjutan, yang menjadi langkah awalnya di jalan dakwah.
Aku tersenyum simpul, bahagia juga malu pada kenangan masa lalu itu. Tapi sore ini di kala matahari mulai terbenam dalam semburat warna jingga ku titip doa diam-diam ku untuk Intan semoga dia juga mendapatkan hadiah indah itu, sebuah “hidayah” amin
“Jika Allah sudah berkehendak kapanpun dan kepada siapapun hidayah itu pasti akan datang menyapa, bahkan seorang Umar sekalipun terluluhkan hati kerasnya ketika hidayah itu telah sampai, namun hidayah bukan untuk di tunggu kedatangannya tetapi untuk di jemput”.
Hati yang semula gundah akan tingkah Intan kemudian kembali tenang, kubalas sms dari Apri, “Walaikumsalam, Ya dek Mbak punya bukunya, Insyaallah besok mbak bawa, bukunya bagus banget lo dek (^_^)” Dan doa yang sama turut terucap untuk Apri dan adik-adik lainya di bumi ini yang mungkin mencari jati diri, dan sebuah doa juga terucap agar ana dan teman-teman yang lain selalu dikuatkan dan selalu istiqomah di jalan ini. Amin. []
Penulis : Amalia
Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Siang itu matahari di atas bumi Sriwijaya terasa membakar ubun-ubun, sebenarnya hari itu aku tak punya jadwal kuliah tapi kewajiban mengisi mentoring mengharuskanku mengalahkan rasa malas ini. Mana mungkin aku mau mengalah pada panas yang tak seberapa. Sungguh belum ada apa-apanya jika di banding dengan apa yang Rasul dan para sahabat lakukan demi tersiarnya agama Allah, nyawa adalah taruhannya, batin ku mencoba menguatkan.
Mentoring hari ini sebenarnya berjalan menyenangkan seperti biasanya adik-adik yang semangat dan antusias selalu berhasil melenyapkan rasa lelahku. Walau semua berjalan lancar tapi ada satu hal yang menganjal pikiranku. Ya, Intan salah satu adik mentoringku ini sejak awal tak pernah datang dengan alasan yang kadang tak masuk akal. Jujur, aku kesal dan terkadang sedih karena kelakuan adik yang satu ini. Ketika di suatu sore saat perjalanan pulang ke asrama sebuah sms dari adik mentoringku membuyarkan pikiranku yang masih tertuju pada Intan.
“Assalamualaikum, Mbak, Apri pengen baca buku “Agar Bidadari Cemburu Padamu” Mbak punya ngak? Kalo punya Apri pinjam ya”. Astaghfirullah, batinku tersentak, dalam hembusan angin sore yang mesra, ingatanku menerobos masuk ke dalam kepala membuka kunci kenangan masa lalu, membawaku di masa dimana dulu ada juga seorang mahasiswa dengan segenggam mimpi yang kemudian terjebak pada salah satu kegiatan mingguan yang awalnya disebut dengan mentoring. Dia hampir tak pernah datang pada agenda mentoring tersebut dengan segudang alasan. Dulu dia masih mengumbar aurat dan dengan santainya menjalin hubungan dengan laki-laki yang belum halal. Sampai takdir Allah membawanya tinggal di sebuah asrama rusunawa kebetulan waktu itu di asramanya kebanyakan dihuni oleh para wanita berjilbab yang dia tahu adalah aktivis dakwah, hatinya gundah dia dan temannya berpikir ini tidak bagus. Mereka berdua takut kalau tertular jadi seperti para ADK itu, namun Allah selalu punya jalannya, ada sebuah hari dimana membuatnya terpaksa tidur di salah satu kamar wanita itu, dia bernama Sari seorang ADK. Malam itu Sari sedang belajar, sementara dia sedang asyik guling-gulingan sambil sms-an dengan pacarnya yang kebetulan kuliah di Jawa.
Dalam hening malam itu tiba-tiba Sari angkat suara. “Li, kamu suka baca buku kan?” tanyanya.
“Eh, iya” dijawab seadanya.
“Nih buku keren, mau baca?”
“Ehm…boleh”.
Sebuah buku karya Salim A Fillah, “Agar Bidadari Cemburu Padamu.” Gubrak, buku dakwah nih, pikirnya sambil kemudian membolak-balik halaman dengan acuh. Tapi malam itu rupanya malam yang kemudian mengubah segalanya, kata-kata ringan Salim A Fillah membuatnya tertarik untuk melanjutkan bacaannya lembar demi lembar, sebuah tulisan indah, indah sekali tentang seorang wanita dan seluruh kemuliaannya yang bidadari pun cemburu padanya. Betapa mulia dan sucinya wanita dalam Islam, gemuruh dadanya bergejolak, deras rasanya hujan membasahi padang hatinya yang selama ini hampa kering kerontang tanpa iman, Ya Allah betapa buruknya hamba ini. Hati ini telah ternoda dengan cinta yang belum halal, kemudian hinaan yang kerap dibicarakannya dengan temannya soal wanita berjilbab itu terasa menusuk-nusuk hatinya. Tentang kakak tutornya yang masih sabar mengajaknya datang dalam agenda mentoring, semua itu berputar-putar dalam kepalanya, matanya tak lagi tahan untuk membendung air mata.
Hari sudah larut. Sari pun sudah terlelap, tapi mana bisa dia tidur. Rasa bersalah dan air mata ini tak juga mau reda, ada sesuatu yang aneh masuk ke dalam jiwanya malam itu, sebuah ketenangan. Setelah malam itu bayangan tentang wanita shaliha terus mengusiknya. Yusran pacarnya sudah lebih dari seminggu menghubunginya tapi tak di hiraukannya, sampai di suatu siang dia nekat membalas sms pacarnya, ”Assalamualaikum maaf tak mengangkat telponmu atau membalas sms mu, aku bukan sedang marah atau benci “aku hanya ingin cinta yang halal di mata dunia juga akhirat.” Kebetulan waktu itu lagi heboh film KCB, sejak hari itu dia putuskan menjadi wanita yang lebih baik, hari itu pun dia putuskan untuk memulai menutup auratnya dan belajar menjadi wanita shaliha kemudian belajar menjaga hatinya agar senantiasa terjaga sampai cinta yang sebenarnya datang.
Kelompok mentoringnya sudah memasuki kelompok lanjutan dan karena kelakuaannya selama ini, namanya tak masuk dalam rekomendasi. Dia sadar dia salah dan dia mau berubah setelah menyakinkan tutor lamanya akhirnya dia diikutkan pada mentoring lanjutan, yang menjadi langkah awalnya di jalan dakwah.
Aku tersenyum simpul, bahagia juga malu pada kenangan masa lalu itu. Tapi sore ini di kala matahari mulai terbenam dalam semburat warna jingga ku titip doa diam-diam ku untuk Intan semoga dia juga mendapatkan hadiah indah itu, sebuah “hidayah” amin
“Jika Allah sudah berkehendak kapanpun dan kepada siapapun hidayah itu pasti akan datang menyapa, bahkan seorang Umar sekalipun terluluhkan hati kerasnya ketika hidayah itu telah sampai, namun hidayah bukan untuk di tunggu kedatangannya tetapi untuk di jemput”.
Hati yang semula gundah akan tingkah Intan kemudian kembali tenang, kubalas sms dari Apri, “Walaikumsalam, Ya dek Mbak punya bukunya, Insyaallah besok mbak bawa, bukunya bagus banget lo dek (^_^)” Dan doa yang sama turut terucap untuk Apri dan adik-adik lainya di bumi ini yang mungkin mencari jati diri, dan sebuah doa juga terucap agar ana dan teman-teman yang lain selalu dikuatkan dan selalu istiqomah di jalan ini. Amin. []
Penulis : Amalia
Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)
0 komentar:
Posting Komentar