Hidup akan nampak lebih indah manakala diri mampu untuk berbagi. Berbagi dalam tiap dimensinya. Berbagi rizki, berbagi hadiah, bahkan jika hanya sekedar berbagi cerita kebaikan kepada orang-orang yang kita cintai ataupun orang-orang yang memang membutuhkan.
Berbagi, sejatinya hanya soal sikap, gaya hidup. Bukan semata karena kaya kemudian seseorang akan mudah berbagi. Karena untuk berbagi, kita tidak perlu mempunyai materi yang banyak ataupun berlimpah. Untuk berbagi, kita hanya membutuhkan kekayaan jiwa.
Fulan adalah salah satu pengajar di sebuah bimbingan belajar. Smart Kids nama bimbingan belajar itu. Di sana, Ia mengampu Matematika dan Bahasa Inggris. Di akhir semester, pihak yayasan mengadakan evaluasi. Waktu yang mereka ambil adalah hari Ahad pagi, ketika itu bertepatan dengan Pameran Buku Islam yang rutin diselenggarakan di kota tempat ia menetap.
Pagi hari, Fulan sudah siap di lokasi dengan teman satu profesi. Mereka berboncengan. Acara selesai sekitar jam 9. Mereka langsung pulang. Si teman pulang ke kontrakan, sedangkan Fulan langsung menuju ke pusat kota, tempat diselenggarakannya Pameran Buku Islam tersebut. Snack dari bimbel ia masukan ke dalam tas. Pikirnya, untuk dimakan nanti saja, sesampainya di tempat pameran.
Tepat setelah waktu dhuhur, Fulan tiba di sana. Ia langsung menuju ke tempat sholat yang disediakan di lantai dua. Selesai sholat, ia mencari ‘lapak’ untuk bersender. Melepas lelah, sembari menikmati bekal yang dibawanya dari bimbel. Dengan Bismillah, bekal itu sudah siap untuk dibuka dan dilahap. Lapar. Sejak pagi tadi, pemuda itu memang belum makan.
Entah bagaimana awalnya, ada dua penguji yang datang. Sepasangan bocah yang lusuh penampilannya. Sepertinya mereka sudah tidak mandi dalam bebarapa hari. Di tangannya ada gelas air mineral yang berisi beberapa receh, pemberian orang-orang. Mereka kemudian menghampiri Fulan sembari berkta, “Bang, bagi bang. Sudah dua hari belum makan.”
Naluri kemanusiaannya tersentak. Menu yang sedianya tinggal ia santap, kembali dibungkus untuk diberikan kepada dua ‘penguji’ itu. Perut yang tadinya keroncongan berangsur ‘diam’. Hatinya puas karena telah mengikuti bisikannya.
Dengan senyum manis, kedua bocah itu pergi. “Terima kasih ya Bang.” Ucapnya lirih. Ia hanya membalas dengan senyum termanis yang ia miliki. “Semoga Allah menerima persembahanku itu.” Bisiknya dalam sanubari.
Akhirnya, berbagi memang bukan soal jumlah. Bahkan, Qorun dan Koruptor di negeri kita yang berlimpah hartanya, justru terkenal karena keengganannya dalam berbagi terhadap sesama. Mari, berbagi. Karena berbagi adalah makna lain dari menambah. Semakin sering berbagi, maka akan semakin bertambah pulalah karunia yang akan Allah berikan. Pasti. Karena itu janji Suci dari Sang Robbi.
Bukankah ketenangan hati dan kedamaian jiwa lebih berharga dari harta sebanyak apapun di dunia ini? Maka berbagi, membuat hati lebih tenang dan jiwa lebih damai. Berbagilah, dengan kebaikan, apapun, sekecil apapun. Karena memang, tak perlu memiliki banyak untuk berbagi. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
Berbagi, sejatinya hanya soal sikap, gaya hidup. Bukan semata karena kaya kemudian seseorang akan mudah berbagi. Karena untuk berbagi, kita tidak perlu mempunyai materi yang banyak ataupun berlimpah. Untuk berbagi, kita hanya membutuhkan kekayaan jiwa.
Fulan adalah salah satu pengajar di sebuah bimbingan belajar. Smart Kids nama bimbingan belajar itu. Di sana, Ia mengampu Matematika dan Bahasa Inggris. Di akhir semester, pihak yayasan mengadakan evaluasi. Waktu yang mereka ambil adalah hari Ahad pagi, ketika itu bertepatan dengan Pameran Buku Islam yang rutin diselenggarakan di kota tempat ia menetap.
Pagi hari, Fulan sudah siap di lokasi dengan teman satu profesi. Mereka berboncengan. Acara selesai sekitar jam 9. Mereka langsung pulang. Si teman pulang ke kontrakan, sedangkan Fulan langsung menuju ke pusat kota, tempat diselenggarakannya Pameran Buku Islam tersebut. Snack dari bimbel ia masukan ke dalam tas. Pikirnya, untuk dimakan nanti saja, sesampainya di tempat pameran.
Tepat setelah waktu dhuhur, Fulan tiba di sana. Ia langsung menuju ke tempat sholat yang disediakan di lantai dua. Selesai sholat, ia mencari ‘lapak’ untuk bersender. Melepas lelah, sembari menikmati bekal yang dibawanya dari bimbel. Dengan Bismillah, bekal itu sudah siap untuk dibuka dan dilahap. Lapar. Sejak pagi tadi, pemuda itu memang belum makan.
Entah bagaimana awalnya, ada dua penguji yang datang. Sepasangan bocah yang lusuh penampilannya. Sepertinya mereka sudah tidak mandi dalam bebarapa hari. Di tangannya ada gelas air mineral yang berisi beberapa receh, pemberian orang-orang. Mereka kemudian menghampiri Fulan sembari berkta, “Bang, bagi bang. Sudah dua hari belum makan.”
Naluri kemanusiaannya tersentak. Menu yang sedianya tinggal ia santap, kembali dibungkus untuk diberikan kepada dua ‘penguji’ itu. Perut yang tadinya keroncongan berangsur ‘diam’. Hatinya puas karena telah mengikuti bisikannya.
Dengan senyum manis, kedua bocah itu pergi. “Terima kasih ya Bang.” Ucapnya lirih. Ia hanya membalas dengan senyum termanis yang ia miliki. “Semoga Allah menerima persembahanku itu.” Bisiknya dalam sanubari.
Akhirnya, berbagi memang bukan soal jumlah. Bahkan, Qorun dan Koruptor di negeri kita yang berlimpah hartanya, justru terkenal karena keengganannya dalam berbagi terhadap sesama. Mari, berbagi. Karena berbagi adalah makna lain dari menambah. Semakin sering berbagi, maka akan semakin bertambah pulalah karunia yang akan Allah berikan. Pasti. Karena itu janji Suci dari Sang Robbi.
Bukankah ketenangan hati dan kedamaian jiwa lebih berharga dari harta sebanyak apapun di dunia ini? Maka berbagi, membuat hati lebih tenang dan jiwa lebih damai. Berbagilah, dengan kebaikan, apapun, sekecil apapun. Karena memang, tak perlu memiliki banyak untuk berbagi. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
0 komentar:
Posting Komentar