Sedekah Sepuluh Ribu

Sedekah Sepuluh Ribu

ilustrasi sedekah
Hidup di rantau memang harus pandai mengelola keuangan. Karena jauh dari orang tua yang bisa dimintai uang sewaktu-waktu. Kita harus pandai dalam mengeluarkan setiap rupiah. Karena pengeluaran yang tak terkontrol, akibatnya bisa fatal.

Sebut saja Andi, sahabat saya. Kala itu, pengeluarannya sedang menumpuk. Bayar tagihan buku ke penerbit, transfer untuk biaya sekolah adik-adik di kampung juga kebutuhan-kebutuhan pribadi lainnya. Semuanya harus diselesaikan dalam waktu yang sama.

Akhirnya, tepat di akhir pekan, uang di sakunya tinggal sepuluh ribu rupiah. Hanya cukup untuk sekali makan. Ketika itu, hari Kamis. Setelah membatalkan puasa, tiba-tiba hasrat untuk membeli bakso menjadi-jadi. Ada bisikan dalam diri, “Wah, enak ini kalau makan bakso. Lumayan. Untuk menghangatkan tubuh karena seharian hujan.” Uang yang tinggal selembar itupun siap untuk dibelanjakan.

Rencananya, membeli bakso selepas Maghrib. Sekalian ke masjid, pulangnya mampir ke warung bakso langganan. Kebiasaan Andi selepas shalat adalah meneliti wajah para jama’ah yang baru saja menunaikan ‘tugas’ wajib dari Sang Maha. Ada kesejukan tatkala ia menyeksamai paras mereka. Ada yang kelelahan karena seharian bekerja, ada pemuda parlente yang berdasi dan seterusnya.

Pandangannya pun menabrak pada sosok kecil yatim piatu di lingkungan tempat ia tinggal. Entah kenapa, tiba-tiba batinnya berbicara dengan dirinya, ”Enak ya? Kamu mau beli bakso. Padahal anak itu sejak kemarin mau jajan aja susah. Ia sudah lama menahan inginnya, untuk sekedar menikmati makanan ringan seperti teman sebayanya.”

Ia kemudian menunduk, seperti merasa bersalah. Meski selembar itu adalah hak miliknya dan bisa dia operasikan untuk apapun. Namun, dorongan hati mengatakan bahwa selembar itu harus diserahkan kepada anak itu. Meski Ia butuh, sejatinya anak itu jauh lebih membutuhkan.

Selepas shalat sunnah ba’diyah, Andi menghampiri si kecil yang cerah senyumnya itu sembari menyodorkan selembar warna merah yang agak lusuh. Ia menerima uluran tangannya dengan simpul senyuman yang mencerahkan wajah, juga batin Andi. “Terima kasih ya Om.” Katanya sambil mencium tangan Andi. []


Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com




0 komentar:

Posting Komentar