Berantas Kemaksiatan, Panen Kembali Normal

Berantas Kemaksiatan, Panen Kembali Normal

Ilustrasi panen kelapa sawit (foto radiogwp.com)
Ratusan hektar kebun sawit di sebuah daerah di Kalimantan Timur tiba-tiba dimakan tikus. Orang-orang heran dari mana asal ribuan tikus tersebut. Pun asisten manajer di perkebunan itu. Ia bingung.

Hingga kemudian, seorang ustadz di daerah itu menyarankan untuk memeriksa akhlak para buruh. Dan ternyata benar, ada buruh yang melakukan perselingkuhan.

Dalam rangka memberantas kemaksiatan, pelaku perselingkuhan itupun dikenai sanksi. Dihukum di depan publik.

“Dalam waktu singkat tikus-tikus pada hilang entah ke mana. Setelah itu panen normal kembali,” kata Rijalul Imam di akun facebooknya, Kamis (9/1), menceritakan peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu.

Rijalul Imam adalah Mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pusat. Selain menjadi direktur Penerbit Muda Cendekia, ia juga bergerak di bidang investasi sawit.

Menurut Rijalul Imam, korelasi antara hewan dengan kemaksiatan ini merupakan salah satu “bukti” teori butterfly effect.

“Saya pernah membahas teori butterfly effect dalam tesis saya di UI. Tepatnya dalam pembahasan mengapa burung Hudhud yang di zaman Nabi Sulaiman itu bisa nyasar ke Negeri Saba” terangnya.

“Dugaan kuat karena binatang sangat sensitif dengan sinyal negatif maupun positif. Di Saba ketika itu ratu dan kaumnya menyembah matahari dan merebak kemaksiatan. Burung tersebut mendeteksi pusat sinyal ini hingga terdeteksi ke luar negeri, yang kemudian dilaporkan pada Nabi Sulaiman, dengan kata-kata "ahathtu bima lam tuhith bihi" aku mengetahui yang tidak kau ketahui.” Lanjutnya.

“Jadi perbuatan sekecil apapun akan berdampak pada kondisi ekologis,” simpul alumni pondok pesantren Darul Arqam ini.

Rijalul Imam menambahkan, tesisnya ini telah diterbitkan menjadi buku Quantum Leadership of King Sulaiman; kajian komprehensif QS. An-Naml : 15-44. [IK/Bersamadakwah]


0 komentar:

Posting Komentar